Prof Abdun Nasir Dikukuhkan jadi Guru Besar UIN Mataram

Pengukuhan guru besar Prof Mohamad Abdun Nasir UIN Mataram. (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM –  Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram melaksanakan pengukuhan guru besar ke-14, yakni Prof Mohamad Abdun Nasir. Kegiatan pengukuhan dilaksanakan penuh khidmat dengan tetap menerapkan standar protokol kesehatan melalui prosesi sidang senat terbuka yang berlangsung di Auditorium UIN Mataram. Rabu (30/6).

Dalam pidato naskah pengukuhan guru besarnya yang berjudul “Syariah sebagai kritik, Everyday life, politik dan masa depan hukum Islam Indonesia, Prof Mohamad Abdun Nasir mengatakan bahwa syariah dan hukum Islam perlu kembali dikritisi pada aspek literasi dan aplikasinya agar umat mampu menerapkannya secara kaffah dalam lingkup pribadi, keluarga dan masyarakat.

“Orientasi internal umat Islam ini sangat diutamakan karena proyeksi hukum Islam sesungguhnya adalah terbangunnya etika dan disiplin beragama umat Islam secara pribadi dan sosial. Hal ini tampak dalam fokus utama fikih yang pembahasannya dimulai dengan bersuci, ibadah sampai masalah penyembelihan hewan,” kata Prof Abdun Nasir.

Baca Juga :  Ratusan Kepsek Dijabat Plt

Menurutnya, fokus kajian fikih cenderung, atau bahkan selalu, berorientasi kepada peningkatan kesalehan pribadi dan sosial (personal and social piety) dengan memastikan bahwa semua praktik ibadah dan muamalah sesuai, dan tidak bertentangan, dengan dalil-dalil utama nash, baik Alquran maupun Sunnah Nabi Muhammad Saw

Guru besar hukum Islam ini juga menganjurkan reorientasi aspirasi politik hukum Islam kepada isu-isu bersama bangsa yang selama ini kurang diperhatikan dalam diskursus hukum Islam tradisional seperti lingkungan, perburuhan, jender dan hak asasi manusia, korupsi serta pemerintahan yang bersih.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai universal dan fundamental syariah yang tercermin dalam konsep maslahah (public good) serta lima prinsip dasar (maqashid al-syariah) ke dalam isu-isu tersebut, maka hukum Islam selalu dapat merespon tantangan perubahan waktu dan zaman (shalihun li kulli zamanin wa makanin) dan memformulasikannya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga :  Siswa Tuntut Kasek SMAN 1 Selong Mundur

‘Politik hukum Islam ke depan sepatutnya diarahkan pada integrasi maslahah dan maqashid al-shariah dalam persoalan kontemporer di luar bidang klasik atau konvensional fikih. Sebab legislasi hukum Islam konvensional (ibadah, muamalah, akhwalus syakhsiyah dan iqtishadiyah) telah mengalami proses kemajuan yang signifikan sehingga hampir tidak ada lagi elemen syariat Islam yang tidak menjadi bagian dari hukum negara,” terangnya.

Pengecualian berlaku bagi penerapan hukum pidana Islam (jinayat) secara penuh karena Indonesia bukan negara Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya orientasi politik hukum Islam diarahkan kepada persoalan-persoalan universal kemanusiaan dan kebangsaan kontemporer sehingga kontribusi umat dan hukum Islam bersifat kosmopolitan, universal dan rahmatan lil alamin. (adi)

Komentar Anda