Produksi Melimpah, Harga Cabai Anjlok

HARGA ANJLOK : Produksi cabai mulai melimpah, namun harga di tingkat petani anjlok. (DEVI HANDAYANI / RADAR LOMBOK)

MATARAM – Hasil produksi cabe ditingkat petani saat ini mulai melimpah. Di mana satu hektar mampu menghasilkan 7-8 ton cabai. Melimpahnya produksi cabai ini didukung kondisi cuaca tengah bagus, sehingga hasil panen banyak. Hanya saja, disaat produksi melimpah, harga jual justru anjlok di tingkat petani. Saat ini cabai dihargai Rp10.000 per kilogram (kg).

Ketua Asosiasi Cabai Indonesia Provinsi NTB H Subhan mengakui, turunnya harga cabai ditingkat petani sudah dirasakan sejak satu bulan belakangan ini dengan harga Rp10.000 kg. Jika harga sudah turun drastis seperti ini tentu petani merugi, lantaran harga jual disebanding dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk perawatan tanamnya. Kondisi ini memang kerap terjadi setiap tahunnya pada saat panen melimpah.

“Untuk cabai saja biaya perawatannya satu hektar diangka Rp100 jutaan lebih. Tiap tahun begini,” kata H Subhan, Rabu (25/8).

Meskipun tahun lalu harganya sempat tinggi mencapai Rp 100 ribu per kg pada November lalu hingga Juni 2021 ada peningkatan harga. Kenaikan harganya cukup lama terjadi, karena dalam proses tanam. Sehingga produksi yang dihasilkan terbilang sedikit dari masa panen.

Baca Juga :  Sulitnya Administrasi Jadi Kendala Pengusaha Ekspor dari NTB

“Memang sklusnya seperti itu, kadang tinggi dan kadang anjlok harganya. Karena disamping ada PPKM, panen mulai banyak daya beli masyarakat kurang,” tuturnya.

Menurutnya, daya beli masyarakat yang lesu sangat mempengaruhi dengan kondisi harga jual di petani cabai. Pasalnya, permintaan menurun harga akan semakin turun, padahal produksinya lagi meningkat. Untuk hasil panen tahun ini mencapai 7 – 8 ton per hektar, jika kondisi cuaca memburuk, maka hasil panen sedikit sekitar 4 ton per hektar.

“Itu yang  4 ton sudah bagus sekali hasilnya kalau harganya lagi mahal, kadang juga 3 ton per hektar,” terangnya.

Tidak dipungkiri saat hasil panen menurun drastic, maka harga mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Di sisi lain, jika tidak terjadi PPKM kemungkinan harganya tidak akan anjlok seperti sekarang ini. Mengingat permintaan cabai di pasaran cukup banyak, daya belinya juga ikut naik.

Baca Juga :  Pedagang Baju Bekas Impor Karang Sukun Enggan Bayar Retribusi

“Petani kalau harganya turun terkadang tidak merawat tanaman cabainya. Yang ada buahnya pun kadang-kadang dijemur pun tidak ada alatnya, mau dijual tidak ada hasilnya. Seperti buah simalakama,” jelas pengepul besar di Lombok Timur ini.

Sementara itu, Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi NTB sudah lama mencanangkan untuk pengolahan dan pengadaan CAS (Controlled

Atmosphere Storage) untuk bisa penyimpan komoditi dalam waktu 6 bulan. Namun ternyata hingga kini belum terealiasasi sama sekali.

Sebelumnya, Sekretaris Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi NTB Baiq Nelly Yuniarti mengatakan, pihaknya sudah minta ke pusat dua, tetapi lagi-lagi karena pandemi sehingga alat tersebut masih tanda tanya di pusat. Rencananya alat tersebut akan disimpan di Lombok Timur dan Sumbawa.

“Sudah kita ajukan ke pusat, tapi karena pandemi mungkin tertunda. Memang ada pengaturan musim panen, inilah yang perlu dari dinas terkait. Bahwa memang perlu ada strategi tanam ini,” ujarnya. (dev)

Komentar Anda