Sempat Dibilang Gila, Pria Ini Sulap Lahan Kering Menjadi Kampung Lebah

MELIHAT AKSI PARA PELOPOR PENGGERAK ASAL GUMI DAYAN GUNUNG (2-HABIS)

Pria Ini Sulap Lahan Kering Menjadi Kampung Lebah
SUKSES : Sukri memperlihatkan lebah trigona yang sukses dikembangkan menjadi kampung wisata yang menghasilkan nilai ekonomis masyarakat. (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

Salah satu pelopor asal Kabupaten Lombok Utara yang akan diberikan penghargaan oleh Presiden RI tahun ini, adalah Sukri, warga Dusun Lendang Gagak Desa Sukadana Kecamatan Bayan. Sukri sukses menyulap lahan kering menjadi kampung lebah yang menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat setempat.


HERY MAHARDIKA-TANJUNG 


SETIAP berbuat baik pasti memiliki tantangan yang siap menghadang. Bagi para pejuang, sebesar apapun tantangan akan dijadikan sebuah motivasi untuk meraih kesuksesan tersebut. Begitu juga hal yang dihadapi Sukri, anak muda yang sukses menyulap lahan kering menjadi kampung lebah.

Dalam menyulap lahan itu, tentu bukan seperti pemain sulap cukup mengucapkan sim salam bim. Tetapi, harus melalui proses panjang sehingga menghasilkan kesuksesan berbuah manis. “Lahan kering yang saya inovasi menjadi seperti ini, sempat saya dibilang gila. Karena, tidak ada masyarakat yang percaya,” cetus Sukri kepada Radar Lombok, Jumat (3/11).

BACA : Awalnya Dicemooh, Kini Pria Ini Hasilkan Ribuan Biogas Sampai Luar Daerah

Kampung lebah yang dibuat Sukri ini memang berada di lahan tandus terletak di pinggir jalan raya desa. Ketika pertama kali berkunjung, tentu sangat sulit dipercaya adanya lebah berdatangan. Sebab, lazimnya di tengah masyarakat lebah itu akan ada pada areal perkebunan banyak pepohonan yang mengandung sari. “Lahan seluas sekitar 35 are ini saya memulai menyulapnya secara bertahap pada tahun 2014,” ucapnya anak muda yang lahir di Bima ini.

Menyulap lahan kering ini memang dari awal sudah terbangun kerja sama antara Pemda Lombok Utara melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) dengan Fakultas Pertanian Universitas Mataram untuk membina masyarakat Dusun Lendang Gagak Desa Sukadana. Sebelum memilih lokasi ini, kata Sarjana Peternakan ini, terlebih dahulu melakukan survei ke beberapa desa yang memenuhi kriteria yaitu sudah ada masyarakat memulai, ketersediaan sumber pakan, ketersediaan air, dan masih tingginya taraf angka kemiskinan. 

Lokasi yang disurvei, antara lain Dusun Pandua Daya Desa Pandua Kecamatan Kayangan, Dusun Genggelang Desa Genggelang Kecamatan Gangga, Dusun Kebaloan Atas Desa Senaru Kecamatan Bayan, Desa Mumbul Sari Kecamatan Bayan. Alhasil, empat desa ini ada sudah cocok menjadi areal perkebunan dengan taraf ekonomi yang baik, dan ada juga kondisi jalan yang belum layak, serta sudah ada punya kelompok sendiri. “Setelah kami mengecek Dusun Lendang Gagak Desa Sukadana, kami menemukan sudah banyak masyarakat memberdayakan madu dengan cara gantung di kebun atau masih secara tradisional dan angka kemiskinan disini juga masih tergolong tinggi. Inilah yang kami putuskan untuk kami bina,” ungkap lulusan Unram tahun 2012 ini.

Baca Juga :  Nama Bandara Lombok dan Pelabuhan Lembar akan Diganti

Setelah dipilih, kemudian mulai mensosialisasikan di Kantor Desa Sukadana. Respons sebagian masyarakat waktu itu sangat luar biasa. Barulah turun ke dusun melakukan sosialisasi masyarakat yang sudah memberdayakan lebah secara tradisional. Pada saat itu, ia sempat diperingatkan soal karakter masyarakat setempat. “Di sini kamu betah selama tiga bulan. Tapi, cemoohan itu menjadi motivasi saya untuk mau berjuang dan akan bisa dirasakan masyarakat,” tututnya sembari mengingat cemoohan tersebut.

Barulah, Sukri memulai menata lokasi dengan melibatkan anak-anak kecil untuk mencintai lingkungan dan mengajarkan pembibitan bunga. Baginya, yang paling menanam bunga di masing-masing pekarangan rumah mendapatkan hadiah buku tulis. Dengan cara itu, anak-anak kecil bersekolah ini berlomba-lomba menanam bunga.

Setelah itu, baru Sukri melakukan pendekatan ke ibu-ibu dengan cara mengajak menanam sayur di atas lahan tandus. Beberapa minggu kemudian, melihat hasil tanaman bunga maupun sayuran hidup di lahan tandus. Kaum bapak-bapak yang awalnya menolak akhirnya ramai-ramai bertanya ke rumah Sukri. “Kedatangan mereka minta bibit bunga dan sayur ingin menanam di pekarangan mereka. Dari sinilah, perlahan-lahan saya bisa masuk memberikan pemahaman secara bertahap,” terang pria yang akrab dipanggil Abang Saleh ini.

Setelah itu, ia pun mulai mengajak 13 masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah untuk membuat koloni (madu) lebah trigona dan membuat pondok (tempat menaruh kotak) yang dibuat dari bahan kayu semua. Baru kemudian mengajarkan masyarakat berburu koloni ke kebun dan hutan, biasa koloni lebah trigona terdapat di kayu, bambu dan daun aren.

Seiring itu pula mengajarkan pemindahan koloni dari hasil buruan ke kotak yang sudah disiapkan. Barulah kemudian memelihara tanam pakan dari bunga dan sayuran, termasuk menanam pohon palem sepanjang jalan dan pekarangan rumah. Kalau pemindahan pertama enam bulan baru bisa panen. “Sebelum setahun mulai, masyarakat sudah mulai merasakan hasilnya sehingga masyarakat di luar berbondong-bondong mengikuti cara pengembangan dan pemanfataan pekarangan rumahnya,” paparnya.

Saat ini, per kepala keluarga (KK) itu ada yang punya 50 kotak lebih dengan jumlah 132 KK, total jumlah kotak lebah trigona sebanyak 3.500 khusus di Lendang Gagak. Sekarang ini masyarakat merasa bersyukur kampungnya menjadi rindang dan mendapatkan nilai ekonomis dengan nilai jual Rp 100 ribu ukuran 250 mil dan Rp 200 ribu ukuran 500 mil. Pada awal pemasaran waktu itu, masyarakat mengantarkan langsung ke Sukri. Kemudian Sukri yang memasarkan ke pelanggan memesan hingga Mataram. “Kalau pemasaran kita satu pintu dengan harga yang sama,” jelasnya.

Barulah, pada tahun 2015 anak-anak muda mulai mengikuti. Bahkan, mereka langsung berbagi halaman bersama orang tuanya. Nama kampung lebah sesuai hajatan awal diperuntukan wadah pusat pembelajaran (studi banding dan pelatihan) dan wisata mulai tercapai dengan adanya kunjungan wisatawan mancanegara. Sejak itu pula, Sukri mulai melakukan pemasaran melalui jejaring sosial sehingga banyak yang mesan dari tingkat provinsi, nasional sampai mancanegara. “Banyaknya permintaan membuat kami juga kewalahan, karena satu orang ada yang mesen lima hingga 10 botol,” katanya.

Untuk panen bisa dilakukan dua kali dalam setahun yaitu bulan April dan Agustus. Tapi, bisa juga pada waktu-waktu tertentu ketika masyarakat lagi butuh. Dari hasil madu ini, kini masyarakat bisa meningkatkan taraf kehidupan dan ada juga bisa beli kendaraan operasional baik sepeda motor maupun mobil. “Kalau hitung-hitung sekali panen bisa dapat 30 sampai 60 botol, dan panen juga rutin tidak pernah berhenti bergiliran,” tandas pria lajang ini.

Baca Juga :  Menengok Kondisi Adrian Prawira, Bocah Penderita Kanker Tulang

Setelah ini sukses, Sukri pun melakukan pembinaan ke empat desa ditambah satu Desa Loloan. Termasuk juga secara pribadi melakukan pembinaan ke Lombok Barat hingga ke luar daerah. Diungkapkan, sebelum melakukan pembinaan di Desa Sukada. Sukri tiga tahun sebelumnya sudah melakukan pembinaan di Dusun Papak Desa Genggelang dengan model yang sama dan kini berkembang pesat.

Terkait awal mula Sukri bisa melakukan pembinaan lebah madu berkat dosennya pada saat kuliah Dr. Ir. H. Erwan, M.Si dosen peternakan yang pertama kali menawarkan dirinya pada tahun 2007. Akhirnya Sukri tertarik kemudian memulai pada tahun 2008 dengan belajar dan melakukan penelitian skripsi tentang lebah madu Crana di Pemenang. “Barulah setelah lulus tahun 2012, saya melakukan pembinaan pertama kali di Gunung Sari. Barulah saya ke Lombok Utara setelah adanya kontrak kerja sama dengan lembaga kami KIAT APIS (Kelompok Intermediasi Ahli Teknologi Aktivitas Pelebahan di Masyarakat) diketuai pak Erwan,” pungkasnya selaku teknis lapangan pada KIAT APIS ini. (**)

Komentar Anda