Awalnya Dicemooh, Kini Pria Ini Hasilkan Ribuan Biogas Sampai Luar Daerah

MELIHAT AKSI PARA PELOPOR PENGGERAK ASAL GUMI DAYAN GUNUNG ( Bagian 1)

Pria Ini Hasilkan Ribuan Biogas Sampai Luar Daerah
PELOPOR : Made Sudiana memperlihatkan biogas rumah yang dibuat di pekarangan rumahnya sejak tahun 2011, yang masih bermanfaat sampai sekarang. (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

Masyarakat Kabupaten Lombok Utara yang bergelut di bidang lingkungan dan energi yang berprestasi cukup banyak. Salah satu dari sekian orang itu ialah Made Sudiana, warga Dusun Prawira Desa Sokong Kecamatan Tanjung. Dia sukses mengembangkan biogas rumah (Biru) sejak tahun 2011 hingga sekarang.


HERY MAHARDIKA-TANJUNG


JIKA suatu pekerjaan yang ditekuni dan dikerjakan dengan penuh semangat maka orang lain pun akan menghargainya. Itulah yang dilakukan Made Sudiana sejak tahun 2011 sampai sekarang, fokus membina dan mengembangkan biogas di Lombok Utara maupun luar daerah.

Kesukaan Made tentang biogas sudah tertanam sejak duduk di bangku SMAN 1 Tanjung. Waktu itu, ia sudah fokus pada bidang pengolahan kimia, bahkan pada waktu itu ia pernah menulis artikel tentang biogas. Berkat kesukaan inilah, ia dipertemukan dengan biogas pertama kali tahun 2011. “Ketika saya ketemu dengan biogas ini saya semakin senang, dan langsung mengikuti pelatihan dilaksanakan IVOS di Lombok Barat,” tuturnya kepada Radar Lombok Utara saat ditemui di rumahnya, Kamis (2/11).

Baca Juga :  Mengenal Novia Azmiati, Perempuan Anggota Tagana Kota Mataram

Tahun itu, ia bersama dua temannya bernama Maswandi dari Desa Teniga (sekarang menjadi kades) dan Basri dari Desa Medana mengikuti pelatihan tersebut. Setelah mendapatkan pelatihan, kemudian membentuk group Biru (biogas rumah) yang beranggotakan 20 orang. Yang juga langsung mempraktikan sendiri di rumahnya. Baru kemudian memberikan pembinaan kepada masyarakat lain. “Dari tiga orang ini, yang aktif saya sejak dulu sampai sekarang,” katanya.

Pada awal pembinaan, banyak masyarakat tidak percaya pemanfataan biogas yang bisa menyala menjadi bahan bakar dan pupuk nonorganik. Cemoohan yang didapati pada waktu itu, justru menjadi sebuah motivasi. Ia pun membuktikan kepada masyarakat pertama kali di Desa Teniga. Ketika terbukti bisa menyala, akhirnya masyarakat berbondong-bondong ingin dibuatkan. “Saya waktu itu sampai berani mengambil risiko untuk membuktikan. Jika tidak bisa menyala siap mengganti seluruh total kerugian masyarakat,” kenangnya.

Kemudian, masyarakat mulai tertarik dan ingin dibuatkan. Setelah mendengarkan sosialisasi berapa biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan biogas dengan ukuran yang bebas dipilih. Seperti ukuran 4 meter kubik membutuhkan biaya sebesar Rp 8 juta, 6 meter kubik estimasi biaya Rp 9-10 juta, 10 meter kubik estimasi biaya Rp 12 juta lebih. “Inilah tantangan kedua saya, ketika banyak masyarakat yang mau tapi terkendala biaya,” ungkapnya.

Meskipun banyak terkendala anggaran, Made tetap memberikan sosialisasi kelebihan manfaat biogas ini. Ini juga mengingat waktu itu penggunaan minyak tanah dan kayu bakar sudah mulai dilarang. Tantangan inipun terlewati, banyak masyarakat yang tertarik mulai dari Desa Pendua Kecamatan Kayangan, Desa Sokong dan Desa Medana Kecamatan Tanjung. Dalam pembinaan dan pembangunan biogas, Made tidak pernah mencari keuntungan. “Ini murni mengedepan kegiatan sosial, karena dengan biogas ini bisa menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.

Sejak itu, ia pun berpikir bagaimana masyarakat bisa menerima program biogas ini. Kemudian, tahun 2012 ia mengusulkan ke Yayasan Rumah Energi (YRE) secara kelompok untuk masyarakat Desa Sesait, Sokong dan Medana. Lembaga YRE ini bekerja sama dengan pemprov, sehingga kelompok yang diusulkan mendapatkan 200 unit biogas. Biayanya oleh pemprov dan dialokasikan kepada masyarakat yang memiliki ternak dan tidak mampu. Sebab, pembuatan biogas ini yang disasar para peternak kategori kurang mampu. “Setelah ini sukses, barulah pada tahun 2012 itu tertarik mensubsidi masyarakat petani. Yang kemudian pada tahun 2013-2016 mensubsidi masyarakat,” bebernya bapak dua anak ini.

Program subsidi biogas ini, jelasnya, Pemda Lombok Utara mengalokasikan anggaran kemudian mengirimkan bahan-bahan yang dibutuhkan kepada masyarakat penerima subsidi. Jumlah total keseluruhan biogas di Lombok Utara sampai saat ini 1.500 unit baik subsisi pemprov maupun pemda. Setiap pembinaan dan pembuatan biogas ia selalu meng-apload kegiatannya di medsos, sehingga banyak masyarakat luar daerah seperti NTT, Jawa difasilitasi pembuatan biogas tersebut.

Baca Juga :  Cerita Para Napi Penghuni Rutan Kelas Ii B Selong

Namun, tahun ini Pemda Lombok Utara tidak lagi menganggarkan. Padahal, biogas ini sangat banyak manfaatkan baik dari segi lingkungan maupun bidang energi. Biogas ini bisa sebagai pengganti minyak tanah untuk menyalakan kompor, lampu petromak serta bahan bakar genset.

Selanjutnya, dari segi ampas biogas bisa diolah menjadi pupuk organik baik cair maupun padatan. Dirincikan, yang cair bisa pestesida, yang padat bisa diolah kembali pakan ikan, bebek dan unggas lainnya. “Masih banyak yang belum dan masih banyak membutuhkan biogas. Perlu menjadi perhatian pemerintah daerah terutama masyarakat miskin dan punya ternak,” harapnya. (bersambung)

Komentar Anda