PPNI Diminta Awasi Kualitas Pelayanan di Gili Matra

Gili Matra
MEDICAL : salah satu plang medical di Gili Trawangan yang terpampang dipinggir sebelah kiri para tamu. (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

TANJUNG – Pemkab dan jajaran Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DPD Lombok Utara diminta melakukan pengawasan terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kualitas pelayana di objek wisata Gili Matra.

Pasalnya, Gili Matra sebagai objek yang dikunjungi wisatawan manca negara akan berhadapan langsung ketika mendapatkan pelayanan medis. Jika pelayanan medis tidak bagus maka akan merusak citra pelayanan kesehatan Indonesia. Karena negara asing pelayanan medisnya sangat berkualitas.

Demikian disampaikan Ketua DPW PPNI NTB H. Muhir pada kesempatan membuka Raker PPNI Lombok Utara di Gedung Serbaguna Gangga, Sabtu (20/5).  Ia menyatakan, dengan adanya Gili Matra di Lombok Utara yang menjadi dwstinasi wisata dunia. Ia meminta agar Pemkab dan DPD PPNI melakukan pengawasan pada kualitas SDM dan kualitas pelayanan. Pasalnya turis mancanegara dinilai telah terlayani aspek medis dengan baik di negaranya.

“Pelayanan di tiga gili membawa nama negara, seandainya jelek pelayanan kesehatan keperawatan di gili akan tersebar luas dan diketahui masyarakat internasional. Kami minta ke Pemda Lombok Utara agar betul-betul mengawasi, terutama safety (keamanan) kepada petugas. Tamu juga banyak sehingga banyak penyakit yang timbul,” pintanya.

Baca Juga :  Kiprah Abubakar Abdullah Memajukan Pariwisata di Gili Gede

Lebih jauh disampaikan, mengenai safety kepada perawat. Ia mengungkapkan belum semua kabupaten memiliki perwal/perbup yang mengatur STR perawat. Oleh karenanya, ia akan segera melakukan kampanye ke daerah-daerah agar bupati/walikota mengeluarkan perbup khusus keperawatan. “Saya akan ketemu bersama eksekutif dan legislatif untuk membuat perbup atau perda sehingga perawat legal melaksanakan tugas. Regulasi itu dasar perawat memperoleh surat izin praktik mandiri untuk melakukan tindakan medis. Karena di UU 38 tahun 2008 perawat diatur minimal bisa terlibat operasi kecil,” katanya.

Oleh karena itu, ia meminta agar PPNI di kabupaten mencermati persoalan STR anggotanya. Sebab, keberadaan STR tidak hanya sebagai bukti legitimasi perawat melainkan bentuk pengamanan bagi perawat. Apabila terjadi tindakan kesalahan medis sampai menyeret ke kasus hukum, maka perawat bisa dijerat dengan pidana denda hingga Rp 2 miliar. “Misalnya belakangan banyak beredar isu STR palsu. Supaya benar maka DPK (tingkat Kecamatan) harus tahu. Jangan mau dibodohi dengan klaim SPK/Nira (Nomor Induk Registrasi Anggota) bisa diurus online,” tegasnya anggota legislatif DPRD Kota Mataram ini.

Baca Juga :  Minat Anak Muda KLU Masuk Polri Minim

Ia juga mengingatkan agar klinik-klinik yang ada di NTB menggunakan tenaga perawat yang telah bersertifikasi atau STR. Sebab jika ditemukan ada klinik yang melanggar, pihaknya bisa saja merekomendasikan ke pemerintah daerah untuk menutup klinik tersebut. “Apabila tidak punya STR, kami akan surati Ketua DPD PPNI Kabupaten untuk mencabut izin yang ada di klinik itu. Sampai saat ini, persentase perawat yang belum teregister tinggal 30 persen. Menurun setelah kita mengaplikasikan registrasi online,” katanya.

Dan bagi para perawat yang belum terdaftar tersebut terkendala salah satunya tinggal atau melayani di daerah pelosok -pelosok NTB. Akibat kesibukan pelayanan dan terbatasnya akses, membuat para perawat belum sempat mengurus NIRA-nya.

Sementara itu,  Bupati Lombok Utara mengatakan, ia menilai langkah PPNI sebagai hal positif. Organisasi perawat secara kelembagaan telah menyumbang laju IPM di daerah dari kacamata indeks kesehatan. “Raker ini kita harapkan bisa membicarakan hal-hal menyangkut mutu pelayanan, kompetensi maupun kesejahteraan perawat. Kami tunggu rekomendasi raker, saya yakin banyak hal positif yang bisa diusulkan,” ucapnya. (flo)

Komentar Anda