Poltekpar Lombok Dapat Jatah Rp 153 Miliar

Gubernur Evaluasi Ainuddin di BPPD

Poltekpar Lombok Dapat Jatah Rp 153 Miliar
DIANGGARKAN LAGI:Kementerian Pariwisata tahun ini kembali mengucurkan dana pembangunan gedung kampus Poltekpar Lombok (M Haerudin/Radar Lombok)

MATARAM – Meski masih dalam sengketa lahan, pembangunan kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Lombok di Desa Puyung, Lombok Tengah dipastikan terus berlanjut. Tahun 2018 ini, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana sebesar Rp 153 miliar untuk melanjutkan pembangunannya.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi  NTB, Lalu Moh Faozal menyampaikan, progress pembangunan tahap pertama gedung Poltekpar Lombok mencapai 84,12 persen. Proyek tersebut tidak bisa diselesaikan tepat waktu oleh rekanan sehingga diberikan perpanjangan hingga 90 hari kedepan.

Faozal sangat berharap adanya kepastian hukum terkait sengketa kepemilikan lahan tersebut. Mengingat, Kementerian Pariwisata menyorot masih belum tuntasnya masalah hukum. “Tapi tetap dianggarkan, untuk tahap kedua ini sudah ada Rp 153 miliar untuk pembangunan. Totalnya sih sebenarnya sekitar Rp 180 miliar, tapi sekitar Rp 20 miliar untuk biaya operasional,” kata Faozal usai mengikuti rapat pimpinan (Rapim) di kantor gubernur, Rabu kemarin (3/1).

Baca Juga :  Poltekpar Lombok Gelar Kemah Bakti di Sembalun

Anggaran sebesar Rp 153 tersebut, akan digunakan untuk membangun gedung rektorat dan laboratorium. Saat ini sudah dimulai proses lelang untuk menentukan rekanan yang berhak mendapatkan proyek tersebut.

Dikatakan, total anggaran yang akan didapatkan dari pusat untuk Poltekpar Lombok sebesar Rp 1,4 triliun. Nantinya penganggarannya secara bertahap setiap tahun. “Tahun ini kan target kita perkuliahan sudah bisa dilaksanakan disana. Karena September nanti pembangunan tahap dua akan selesai sebelum masa jabatan Pak Gubernur (TGH M Zainul Majdi) habis,” ucap Faozal.

Hal yang patut diperhatikan, ujar Faozal, sengketa kepemilikan lahan harus dipastikan terlebih dahulu. “Sebenarnya kan bukan hanya lahan Poltekpar saja yang digugat itu, lokasi pembangunan kantor bupati Lombok Tengah juga kena disana. Ya kita harap bisa cepat selesai,” katanya.

Gubernur TGH M Zainul Majdi mengintruksikan seluruh jajarannya untuk mengambil langkah apapun yang sesuai aturan agar aset di Poltekpar Lombok bisa dipertahankan. Kepemilikan lahan di wilayah Puyung tersebut harus berhasil diamankan agar pembangunan tidak terkendala.

Kasus sengketa lahan Poltekpar, menurut gubernur menjadi pelajaran penting bagi Pemprov NTB. Dirinya selaku pimpinan tertinggi, juga sudah menandatangani surat yang dikirim ke Komisi Yudisial (KY). “Saya sudah tandatangani surat ke KY sebagai salah satu ikhtiar kita,” ungkapnya.

Hal yang sangat disesalkan gubernur, Ainuddin selaku pengacara penggugat dan melawan Pemprov NTB merupakan anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB. Seharusnya, sebagai anggota BPPD yang tentunya bagian dari pemerintah, ada komunikasi yang dibangun dengan baik.

Gubernur pun memastikan nasib Ainuddin di  BPPD NTB dievalausi. Baginya, sangat tidak pantas anggota BPPD menyudutkan pemerintah. “Nanti saya evaluasi, yang suka sudutkan pemerintah kita evaluasi. Tidak perlu dipakai lagi. Yang jelas soal lahan kita selesaikan,” ujarnya tegas.

Baca Juga :  Masyarakat Puyung Dukung Pembangunan Poltekpar

Menurut gubernur, pariwisata NTB sudah cukup baik kemajuannya. Tantangan yang akan dihadapi tentunya bisa semakin kompleks. “Jadi yang duduk di BPPD itu harus orang yang jelas, bukan yang suka bombastis berikan pernyataan-pernyataan dan sudutkan pemerintah,” kata gubernur.

Sementara itu, pengacara penggugat, Ainuddin yang juga Wakil ketua BPPD Provinsi NTB sangat menyesalkan adanya pernyataan gubernur yang mengungkit pribadinya. Tidak seharusnya dirinya selaku pengacara kasus Poltekpar Lombok dikaitkan dengan jabatan di BPPD.

Menurut Ainuddin, seorang pengacara yang membela warga bukan berarti mendeskriditkan pemerintah. “Pariwisata ini tanggungjawab kita bersama. Jauh sebelum TGB (Tuan Guru Bajang-TGH M Zainul Majdi) jadi gubernur, saya sudah di pariwisata. Kalau keberadaan saya di BPPD, itu hanya bagian kecil tempat orang berkumpul promosikan wisata. Janganlah kaitkan saya di BPPD dengan kasus Poltekpar,” ujarnya.

Ainuddin justru berpikiran, dengan dirinya selaku pengacara kasus tersebut, selalu terbuka ruang untuk bernegosiasi. Selama ini juga sudah dilakukan upaya negosiasi, namun pemprov yang terkesan tidak peduli. “Kalau orang lain yang jadi pengacara, apakah itu akan lebih baik ?. Ini hanya akan memperkeruh suasa. Justru saya di BPPD akan membawa dampak lebih baik kalau saya masih difungsikan. Kalau yang pegang pengacara lain dan mereka tidak mau negosiasi, mau apa terus,” sesal Ainuddin. (zwr)

Komentar Anda