Politik Uang Harus Dikikis

Paslon Harus Bangun Keswadayaan Pemilih

Ilustrasi Politik Uang
Ilustrasi

MATARAM—Politik transaksional menjadi momok bagi dalam perhelatan gawe demokrasi. Politik yang berorientasi uang ini kerap disinyalir merusak mental pemilih dan tatatan demokrasi.

Pegiat dan pemerhati politik NTB, Bambang Mei Finarwanto mengatakan, momentum pilkada serentak 2018 haruslah dimaknai sebagai pesta politik rakyat. Ajang ini untuk memilih calon pemimpin daerah dengan baik.

“Untuk itu, rakyat juga harus didorong untuk berswadaya secara kolektif bergotong royong membantu calon pemimpin daerah yang dipandang memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada nasib rakyat,” ungkapnya, Minggu kemarin (22/10).

Baca Juga :  Paket Maksimal Belum Pasti,Djalamudin Berpeluang Jadi Calon Bupati Lotim

Pria yang karib di panggil Didu ini menilai, mendorong keswadayaan warga berpartisipasi dalam menyemarakkan pilkada serentak sangat penting. Hal ini agar rakyat memiliki ikatan emosional dengan calon pemimpin daerah yang akan dipilihnya.

Keswadayaan politik warga, jelasnya, bis amenjadi preeden positif bagi pertumbuhan demokrasi yang sehat. Dengan kswadayaan ini pula bisa meringankan beban paslon yang akan dipilih.

Direktur M16 ini tidak menutup mata, bahwa membangun kesadaran warga berswadaya dalam politik tidak mudah. Terlebih mengingat, pola pikir masyarakat sudah dibiasakan dengan politik transaksional.

Salah satu upaya menghapus politik uang, bebernya, dengan cara memperbanyak pendidikan pemilih atau civil education. Terhadap pendidikan pemilih disebutnya diperlukan waktu.

Ia membeberkan, ada ada fenomena menarik di pilkada Lombok Timur (Lotim) saat ini. Di desa Tontong Suit Kecamatan Wanasaba sudah ada gotong royong dari warga desa membantu sosialisasi paket Sukiman Azmy-Rumaksi (SUKMA).

Warga di desa itu, jelasnya, beranggapan dengan pola keswadayaan adalah bagian dari keberterimaan mereka terhadap paslon yang satu ini. Kepemimpinan duet paslon SUKMA dianggap sedang dinanti-nanti oleh masyarakat setempat.

Pola keswadayaan politik, bebernya, pada gilirannya akan membentuk dan mendorong semangat loyalitas konstituen. Di lain sisi, dengan keswadayaan tersebut, warga juga bisa dengan mudah menagih janji kampanye setiap paslon.

Tidak hanya di Lotim, pola keswadayaan juga dilihat oleh Didu pada paket Suhaili-Amin di pilkada NTB. Pada paslon ini tidak sedikit warga yang menyumbang Alat Peraga Kampanye (APK). “Karena mereka ini adalah loyalis voter,” ujarnya.

Hal sama juga ditemukan pada paket  Ahyar-Mori kala deklarasi  di Lotim beberapa waktu lalu. Dalam acara itu, ia melihat bagaimana rakyat berduyun-duyun memenuhi arena acara.

Demikian pula, jika Siti Rohmi jadi diusung Partai Demokrat di pilkada NTB. Ia yakin jika sosok ini akan mendapatkan dukungan signifikan dari parra loyalis NW. “Begitulah hukum kausalitasnya, jika memiliki loyalis yang kuat dan militan,” tandasnya.

Terpisah, politisi Partai Golkar, Hasan Massat menegaskan, menjadi tanggung jawab dan kewajiban parpol dan penyelenggara pemilu terus melaksanakan kerja-kerja politik meningkatkan partisipasi dan swadaya publik. Tanggung jawab ini disebutnya perlu demi suksesnya penyelenggaraan pilkada.

Baca Juga :  Amin Ngaku Sudah Daftar Jadi Cagub

Tugas ini disebutnya tidak mudah dan gampang. Namun upaya tersebut harus terus dilakukan. “Saya kira ini kerja kolektif dan berkelanjutan,” ucapnya.

Ia pun tak menepis jika sejumlah kelompok masyarakat bersimpati dan mendukung Suhaili FT sebagai calon gubernur NTB di Pilkada NTB. Tidka sediki pemilih sudah berswadaya dengan secara sukarelawa membantu sosialisasi Suhaili FT dengan memasang APK dengan inisiatif dan swadaya sendiri.

“Ini langkah sangat baik bagi terus terciptanya masyatakat pemilih tercerdaskan dan tercerahkan,” pungkasnya. (yan)

Komentar Anda