SELONG–Polisi langsung bergerak menyikapi ambruknya jembatan penghubung Pancor- Sekarteja Kecamatan Selong Lombok Timur Selasa lalu (14/6) yang menewaskan lima orang pekerjanya.
Polisi mengusut dan melakukan penyelidikan. Diawal penyelidikan, polisi mulai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang dianggap bertanggung jawab di proyek jembatan itu. Diantaranya, kepala tukang, pengawas lapangan dan manajer proyek. Mereka pun sudah diperiksa kemarin. ‘’ Sudah kita lakukan pemeriksaan terhadap tiga orang itu,” terang Kapolres Lotim melalui Kasatreskrim AKP Wendy Oktariansyah kemarin.
Pemeriksaan pihak terkait itu untuk mendalami unsur kelalaian dalam pengerjaan proyek yang menyebabkan lima nyawa pekerja melayang. Namun lanjut Wendy, dalam pemeriksaan itu, manajer proyek mengaku ketika pengecoran hingga kejadian, dirinya tidak berada di lokasi. ‘’ Ngakunya saat kejadian dia berada di Mataram,” ungkap Wendy.
Meski demikian , pihaknya tidak mempersoalan keterangan dari pihak manajer proyek itu. Karena itu haknya mereka. Namun kasus ini akan terus ditindaklanjuti sampai terungkap pihak-pihak yang harus bertanggung jawab. Sebab kasus ambruknya jembatan tersebut kuat dugaan ada indikasi kelalaian. ‘’ Kasus ini tetap akan kita lanjutkan. Sejumlah pihak terkait akan kita panggil,” pungkasnya.
Tragedi robohnya jembatan ini, juga menjadi perhatian dan sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Daerah) DPRD setempat. Ketua Dewan HM. Khairul Rizal didampingi wakil ketua, Fadil Naim, dan aggota dewan dari komisi terkait langsung turun meninjau lokasi ambruknya jembatan tersebut.
Ketua DPRD HM. Khairul Rizal prihatin dengan tragedi ini yang menyebabkan lima nyawa melayang. Menurutnya, masalah ini terjadi disebabkan karena kesalahan dan kelalaian dari konsultan perencana proyek. Sebab pembangunan jembatan ini dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Sebelum dilakukan pengecoran, tiang yang meyanggah material coran jembatan itu harusnya dipasang perancah baja. Namun itu tidak dilakukan. Malah perancah tersebut sebagian besar menggunakan kayu dan bambu. Itu pun kayu yang dipakai terlihat sudah rapuh dan tidak memiliki kekuatan. Dengan demikian maka perancah tersebut tentu tidak mempu menahan beban yang beratnnya puluhan ton. ‘’ Kalau bicara perancah , sebelum dicor harusnya dipastikan dulu apakah aman atau tidak. Saya lihat perancahnya semuanya pakai kayu. Harusnya ada baja. Makanya ini ambruk karena bebanya berat,” terangnya.
Baginya kasus ini harus segera diusut tuntas pihak kepolisian. Semua pihak yang bertanggung jawab diproyek ini harus diminta pertanggungjawabannya, mulai dari pengawas, konsultan termasuk Dinas Pekerjaan Umum (PU) Lotim selaku pengendali proyek.
‘’ Konsultan ini juga harus dicari keberadaannya. Jangan –jangan Konsultan ini meminjam bendera untuk mendapatkan proyek ini. Ini yang harus ditelusuri,” saranya.
Dewan sendiri juga tidak akan tinggal diam. Pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil Dinas PU Lotim untuk diklarifikasi terkait dengan masalah ini. Sebab PU ini dianggap ikut bertanggung. Karena semua proses pengerjaan nantinya akan berakhir di dinas tersebut. ‘’ Senin kita akan panggil PU dalam hal ini kadisnya,” tegas Rizal.
BACA :
>> Jembatan Ambruk, 5 Pekerja Tewas
>> Satu Korban Berhasil Dievakuasi
Desakan agar kasus ambruknya jembatan ini diusut tuntas juga datang dari anggota DPRD NTB. Sekretaris Komisi IV DPRD NTB, Nurdin Ranggabarani mengungkapkan, apa yang telah terjadi diduga kuat karena keserakahan kontraktor. “Proyek itu memang bukan tugas utama kami sebenarnya untuk awasi, karena itu urusan kabupaten. Ini masalahnya ini menyangkut nyawa rakyat, nyawa pekerja diobral murah demi keuntungan pribadi,” ujarnya.
Proyek sepanjang 23 meter dengan lebar 8 meter dan ketinggian 13 meter itu dikerjakan oleh CV Pilar Mandiri Mataram dengan anggaran sekitar Rp 1,360 miliar pada tahap pertama dan Rp 750 juta lebih pada tahap kedua. Meninggalnya 5 orang pekerja dikarenakan jembatan yang sedang dalam pengerjaan tersebut tiba-tiba ambruk.
Menurut Nurdin, pengecoran menggunakan ready mix yang kekuatan semprotannya mencapai 15 meter dan dicor dari arah samping, sehingga hal ini dikatakan menjadikan beban jembatan dan tidak tertahan lagi. “Infonya kan sudah dilarang si kontraktor ini menggunakan ready mix, tapi kok malah tetap. Ini sudah wajah kontraktor serakah yang harus diblacklist dan bila perlu dibubarkan,” tegas Nurdin.
Ia meminta kepada kontraktor untuk bertaggungjawab sepenuhnya, jangan hanya memikiran keuntungan dan bersembunyi ketika ada pristiwa seperti ini. Kontraktor harus meminta maaf kepada semua pihak terutama keluarga korban. “Saya kira disini ada unsur keteledoran yang disengaja agar bisa korupsi, penegak hukum harus turun. Tolonglah cukup ini tragedi terakhir. Beberapa waktu lalau jembatan di bypass BIL, sekarang lagi ada dengan korban lebih banyak. Kasihan para pekerja kalau nyawanya menjadi korban karena kerakusan, harus ada tindakan sangat tegas biarbisa jadi pelajaran bagi kontraktor lain,” kata politisi PPP itu.
Sikap yang tidak jauh berbeda ditunjukkan Pemprov NTB. Melalui Biro Humas dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyampaikan rasa prihatin yang sedalam-dalamnya, bantuan kepada keluarga korban juga telah disalurkan.
Kepala Biro Humas Pemprov NTB Yusron Hadi mengatakan, seharusnya pihak pelaksana proyek memperhatikan secara seksama standar pekerjaan maupun keselamatan para pekerja. “Atas kejadian ini Pemprov meminta Pemkab Lombok timur memastikan segera apa yang menjadi penyebab musibah ini,” tegasnya.
Sedangkan kepada pelaksana proyek, apabila memang dinilai lalai atau menyalahi prosedur pelaksanaan dan teknis pekerjaan, Yusron berharap bisa diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. “Semoga keluarga korban bisa tabah, dan pristiwa seperti ini menjadi yang terakhir,” ucapnya.
Sementara itu, HS yang disebut-sebut pimpinan CV Pilar Mandiri
saat dikonfirmasi mengenai tragedi ini, enggan memberikan jawaban. Berkali-kali dihubungi via telpon tidak pernah mau memberikan klarifikasi. Begitu juga saat ditemui di rumahnya, HS sedang tidak berada di tempat. Dia juga tidak ada di kantornya. (lie/zwr)