Polisi Diminta Bijak Terapkan Pasal UU ITE Kasus Penghinaan Palestina di TikTok

Joko Jumadi (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Dosen Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Mataram Joko Jumadi meminta aparat kepolisian agar mengkaji penerapan  pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap terduga pelaku penghinaan Palestina di TikTok. “Tidak semua kasus itu harus diselesaikan dengan hukum pidana. Hukum pidana itu alternatif terakhir,” ujarnya, Rabu (19/5).

Joko berpandangan demikian, sebab yang membuat konten video seperti HL, (23) warga Kecamatan Gerung, Lombok Barat itu banyak, bukan hanya HL sendiri. “Yang membuat konten awal itu yang sebenarnya harus menjadi pelaku utama,” ujarnya.

Dalam kasus ini, HL disangkakan Pasal 45A Ayat 2 Juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Yang mana dalam Pasal 28 ayat 2  tersebut berisi bahwa “Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),”

Baca Juga :  Sidang Ayah Pembunuh Anak Kandung, Perilaku Terdakwa Berubah

Menurut Joko apakah penyebutan “Ba** Palestina” itu termasuk dalam kategori pengunaan SARA, itu perlu dikaji lagi. “Dan apakah kemudian kata Palestina ini masuk kategori suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) itu perlu dipikirkan lagi,” ujarnya.

Kendati begitu, bukan berarti ia membela tindakan pelaku yang telah membuat hati masyarakat geram. Tetapi apa yang disampaikan ini semata-mata agar kepolisian lebih bijak dalam menangani kasus. Terlebih, menurut Joko, Kapolri sudah mengingatkan jajaran Kepolisian untuk bijak menerapkan UU ITE. “Saya tidak mendukung apa yang dilakukan pelaku ya. Kondisinya memang tidak pas karena kita sedang bersimpati dengan Palestina, dia kok malah membuat konten yang demikian. Tetapi di sisi lain penanganan juga tidak harus dengan hukum pidana,” jelasnya.

Baca Juga :  Ketua AKAD Polisikan Pemilik Akun Facebook

Mestinya kata Joko, jika yang bersangkutan sudah menyesali perbuatannya dan meminta maaf di depan publik, maka sebaiknya tidak dilanjutkan. Sebab jika memaksakan untuk menerapkan pasal tersebut, bakal sulit dalam pembuktian di pengadilan. “Terus terang saya berpikir pembuktian di Pengadilan nanti bukan persoalan yang mudah. Apakah betul konten tersebut masuk kategori SARA,” ujarnya.

Namun, jika memang HL harus dihukum guna memberi efek jera, maka Joko menawarkan untuk memberlakukan undang-undang darurat terkait penyebarluasan berita  atau konten yang membuat kegaduhan atau kerusuhan. “Itu bisa dipakai, kalau menggunakan Pasal 28 ayat 2 saya khawatir ketika pembuktian di Pengadilan bermasalah,” tutupnya. (der)

Komentar Anda