Polda Tuntaskan Kasus Asusila di Sekotong

MATARAM – Polda NTB telah menuntaskan penanganan kasus dugaan asusila yang melibatkan
anak perempuan dari salah satu bakal calon legislatif (Bacaleg) asal Sekotong, Lobar inisial S. “Iya, sudah dilakukan tahap dua,” terang Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara Syarifuddin, Kamis (28/9).

Pelaksanaan tahap dua itu, dengan melimpahkan tersangka dan barang buktinya ke jaksa. Adapun yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan asusila tersebut ialah anak yang berkonflik
dengan hukum. “Dengan sudah dilimpahkannya, penanganan sudah tuntas di kami,” ucapnya.

Pelimpahan tersangka dan barang buktinya itu setelah jaksa peneliti menyatakan berkas milik tersangka sudah lengkap atau P21. “Tahap duanya kemarin Selasa (26/9),” katanya.
Dalam dugaan asusila ini, awalnya yang menjadi terlapor ialah S. Bacaleg PDIP Dapil Lembar-Sekotong ini dilaporkan
sendiri oleh anak kandungnya yang lain, atas dugaan tindakan asusila terhadap anak perempuannya yang masih duduk di bangku sekolah menengah.

Setelah Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda NTB melakukan serangkaian tahapan proses penyelidikan dan penyidikan,
terungkap bukan S pelakunya. Melainkan anak bawah umur. Serapan Radar Lombok, terduga pelakunya adalah pacar korban.

“Bukan ayahnya. Jadi, dari hasil penyidikan, pelakunya anak yang berkonflik dengan hukum,” kata Direktur Dit Reskrimum Polda
NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan.
Teddy enggan membuka peran anak yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut dengan korban. “Karena ini (tersangka) menyangkut anak yang berkonflik dengan hukum, jadi untuk identitas yang bersangkutan kami
belum bisa sampaikan.

Bukan menutupi, tetapi untuk melindungi si anak,” kata Teddy. Pihaknya melakukan penyidikan hingga menetapkan tersangka, sudah dilakukan secara profesional dan prosedural. Penanganannya juga menjadi atensi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, LPSK, dan Kompolnas. “Fakta yang terungkap dalam kasus ini telah muncul indikasi pidana persetubuhan dan pelecehan seksual terhadap fisik,” sebutnya.

Penyidik menerapkan Pasal 81 ayat (1) atau ayat (2) Jo Pasal 76D UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas UU No 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 6C UU RI No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman paling lama 15 tahun
denda Rp 5 miliar.

Berdasarkan informasi, anak yang ditetapkan sebagai tersangka itu ialah pacar korban. Hal ini dibenarkan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi. “Iya, yang
menjadi tersangka itu memiliki hubungan asmara (kekasih) dengan korban,” katanya. Waktu kasus tersebut masih berproses di tahap penyelidikan dan penyidikan, pihaknya melakukan
pendampingan terhadap tersangka. Namun, berjalan waktu pihaknya tidak lagi mendampingi. “Pihak keluarga memilih pengacara dari orang lain,” tandasnya. (sid)

Komentar Anda