Polda Bantah Lamban Tangani Kasus RMA

kapolda NTB
Brigjen Pol Firli (Ali Ma’shum/Radar Lombok)

MATARAM—Kepolisian Daerah (Polda) NTB telah menetapkan  Siti Aisyah pendiri  pendiri Rumah Mengenal Al-Qur’an (RMA) sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.

Polda menepis tudingan lamban dalam menangani kasus ini dengan menetapkan Siti Aisyah sebagai tersangka dan ditahan.  Kapolda NTB Brigjen Pol  Firli mengatakan semua pihak menginginkan kepolisian cepat menangani dan menuntaskan kasus tersebut. Ia memahami tuntutan masyarakat yang menuntut kinerja cepat dari kepolisian. Namun, kecepatan tersebut harus dipastikan tidak boleh melanggar aturan yang ada. ‘’ Setiap orang memang menuntut kecepatan kepolisian. Tidak ada yang ingin lambat. Tapi ingat, cepat itu tidak boleh melanggar aturan,’’ ujarnya saat memberikan keterangan usai kunjungan di kantor Graha Pena Lombok, Kamis kemarin (23/2).

[postingan number=5 tag=”sesat”]

Diterangkannya, jika  ditemukan adanya tindakan pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP maka  penyidik harus menentukan beberapa alat bukti. Salah satunya adalah alat bukti dari tenaga ahli dan alat bukti petunjuk maupun surat. ‘’ Terkait dugaan pidana yang membutuhkan keterangan dari tenaga ahli. Tentunya kita akan minta keterangan ahli,’’ jelasnya.

Baca Juga :  Dosen Teknik Deklarasikan Agama Baru

Dalam kasus dugaan penistaan agama ini, penyidik kata Firli  harus mendalami keterangan dari dua orang saksi ahli seperti ahli bahasa. ‘’ Ini untuk mengetahui apakah ungkapan yang disampaikan oleh terduga sudah masuk dalam kategori peristiwa pidana,’’ ungkapnya.

Selanjutnya  tentu saja akan meminta dan mendalami keterangan dari ahli hukum pidana. ‘’ Ini untuk mengetahui apakah yang dilakukan oleh seseorang yang dilaporkan itu sudah termasuk melanggar hukum atau tidak,’’ katanya.

Firli  memastikan proses penyidikan tindak pidana tidak mengenal kata lamban. Karena yang ingin dipastikan oleh kepolisian adalah terkait dengan pembuktian tindak pidana yang dilakukan. ‘’ Ingat bahwa penegakan hukum itu dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan. Bukan hanya menginginkan kecepatan tapi hasilnya tidak pasti. Cepat tapi tidak adil, itu malah keliru hasilnya,’’ terangnya.

Sejak pertama kali kasus ini mencuat, Polda juga dikritik terkait dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap Siti Asiyah. Seperti dari MUI NTB yang khawatir Siti Aisyah masih saja menyampaikan ajarannya kepada masyarakat. Filri menjawab,  Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum.  Setiap orang kata dia memiliki hak. Mengenai ketentuan penahanan juga disebutkan sudah tercatat di dalam pasal 20 KUHAP. Disebutkan bahwa syarat objektif penahanan   telah ditemukan dugaan pidana yang dilakukan. Kedua, tidak ada kata wajib untuk melakukan penahanan. ‘’ Yang ada itu dapat melakukan penahanan.  Terhadap seseorang yang diduga berdasarkan alat bukti yang cukup telah melakukan peristiwa pidana. Itu yang kita pedomani, jadi kita nahan orang bukan karena permintaan atau desakan orang lain,’’ tandasnya.

Baca Juga :  Siti Aisyah Dituntut 3 Tahun Penjara

Sementara itu, Siti Aisyah yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka menyatakan kesiapannya untuk menghadiri pemeriksaan penyidik.  Ia akan diperiksa pada hari ini dalam kapasitasnya sebagai tersangka. ‘’ Insya Allah saya akan datang besok (hari ini, red) ke Polda NTB. Semua ini bagian dari skenario saya yang ternyata kehendak Allah juga,’’ katanya.(gal)

Komentar Anda