Pola Hidup tak Sehat Picu Kasus Gagal Ginjal Meningkat

MATARAM — Penyakit tidak menular (PTM) masih mendominasi kasus kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan persentase lebih dari 60 persen. Salah satu penyakit yang menjadi perhatian utama adalah gagal ginjal, yang mengalami peningkatan signifikan dalam kurun waktu 10 bulan terakhir.

Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri, mengungkapkan bahwa hasil pemantauan di berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa 12 besar penyakit di NTB didominasi oleh PTM, termasuk gagal ginjal.

“Perilaku hidup tidak sehat sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus gagal ginjal. Misalnya kebiasaan tidur larut malam, kurang minum air putih, serta pola makan yang tidak teratur. Apalagi jika ditambah dengan kebiasaan merokok,” ujar dr. Hamzi Fikri saat ditemui di Mataram, kemarin.

Gagal ginjal menurut dr. Hamzi Fikri, umumnya disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat. Saat ini, banyak orang cenderung mengonsumsi makanan dengan nutrisi yang tidak seimbang.
“Tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak, serta kurangnya aktivitas fisik, menjadi pemicu utama. Pola konsumsi yang tidak teratur serta kebiasaan minum minuman tinggi gula dapat meningkatkan risiko diabetes, yang pada akhirnya berkomplikasi pada ginjal,” jelasnya.

Ia juga menyoroti kebiasaan anak muda, terutama Gen Z, yang gemar nongkrong di kafe dan mengonsumsi kopi atau minuman manis secara berlebihan. Jika tidak dikontrol, kebiasaan ini dapat meningkatkan kadar gula dalam darah dan memicu berbagai penyakit metabolik, termasuk gagal ginjal.

“Saya sangat menekankan keseimbangan dalam konsumsi lemak, gula, dan garam. Lemak berlebihan berhubungan dengan kolesterol, gula dengan diabetes melitus, dan garam dengan hipertensi. Semua ini bermuara pada pola hidup kita,” tegasnya.

Meskipun faktor genetik dapat berkontribusi, dr. Hamzi menegaskan bahwa pengaruhnya relatif kecil dibandingkan faktor lingkungan. Ia menyebutkan bahwa lingkungan memiliki kontribusi hingga 45 persen terhadap peningkatan kasus gagal ginjal.

“Faktor lingkungan, seperti kebersihan sekitar dan pergaulan, sangat berpengaruh. Misalnya, jika seseorang dikelilingi oleh perokok atau memiliki gaya hidup tidak sehat, maka risiko terkena penyakit ini akan semakin tinggi,” katanya.

Sementara itu, kontribusi dari penyediaan fasilitas kesehatan dalam mencegah gagal ginjal tergolong lebih rendah dibanding faktor lingkungan dan pola hidup. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kesadaran individu dalam menjaga kesehatan.
“Fasilitas kesehatan sudah mulai membaik, baik dari segi infrastruktur maupun layanan. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kita menerapkan pola hidup sehat dalam keseharian,” tambahnya.

Selain pola makan dan gaya hidup, konsumsi obat yang tidak rasional juga menjadi faktor yang dapat memperburuk kondisi ginjal. Penggunaan antibiotik yang berlebihan tanpa indikasi medis yang jelas dapat merusak fungsi ginjal dalam jangka panjang.

“Sebetulnya, daya tahan tubuh yang baik bisa melawan penyakit ringan tanpa harus bergantung pada antibiotik. Istirahat cukup dan konsumsi vitamin seringkali sudah cukup untuk pemulihan,” jelasnya.
Di Provinsi NTB, kesadaran mengenai penggunaan antibiotik secara bijak mulai meningkat, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang membatasi penggunaannya tanpa resep dokter.

Dan sebagai bentuk antisipasi meningkatnya kasus gagal ginjal dan penyakit tidak menular lainnya, pemerintah juga telah memperkuat layanan kesehatan, termasuk penyediaan cek kesehatan gratis.
“Program cek kesehatan gratis ini penting sebagai upaya deteksi dini.

Puskesmas di NTB juga terus berbenah, baik dari segi infrastruktur, ketersediaan obat, maupun logistik pendukung lainnya,” ujar dr. Hamzi.
Upaya ini sejalan dengan program nasional yang digagas oleh Presiden, yang menekankan pentingnya pencegahan dan peningkatan kualitas layanan kesehatan.

Di sisi lain, ia menegaskan bahwa penyakit gagal ginjal sebenarnya bisa dicegah sejak dini melalui deteksi dini dan perubahan gaya hidup. Hal ini juga berkaitan dengan peningkatan angka harapan hidup di NTB.

“Saat ini, angka harapan hidup di NTB mencapai 72,25 tahun. Target kami pada 2045 nanti bisa mendekati 80 tahun. Jika faktor-faktor risiko tadi bisa dikendalikan, usia harapan hidup masyarakat bisa lebih panjang,” katanya.

Sebagai langkah pencegahan, masyarakat dihimbau untuk lebih memperhatikan pola makan dan gaya hidup sehat. “Yang paling sederhana adalah memastikan makanan yang dikonsumsi bergizi seimbang, istirahat cukup, serta meningkatkan aktivitas fisik,” ujarnya.

Berikutnya dr Hamzi Fikri juga menekankan pentingnya olahraga, meskipun dalam bentuk sederhana seperti berjalan kaki. “Aktivitas fisik ini yang sering diabaikan. Minimal 30 menit sehari, jika tidak mampu olahraga berat, cukup dengan berjalan kaki,” tandasnya. (rat)