PN Mataram : Rehabilitasi Harus Ada Penetapan Pengadilan

Didiek Jatmiko (Ali Ma'shum/Radar Lombok)

MATARAM— Rehabilitasi penyanyi Reza Artamevia seharusnya melalui penetapan pengadilan.

Menurut Didiek Jatmiko  Humas Pengadilan Negeri (PN) menyebutkan seseorang dinyatakan direhabilitasi sebagai penyalahguna narkotika harus mendapatkan penetapan dan keputusan dari pengadilan. " Prosedur untuk menyatakan seseorang direhabilitasi harus disertai penetapan dan keputusan pengadilan," ujarnya saat dikonfirmasi diruang kerjanya Rabu kemarin (7/9).

Disebutkannya, adanya permintaan dari BNN ataupun kepolisian untuk merehabilitasi seseorang namun hakim menurutnya, tidak begitu saja memberikan persetujuan untuk merehabilitasinya. Ia mencontohkan, terhadap seseorang yang akan direhabilitasi namun tidak mempunyai ketergantungan narkotika, hal seperti itu menurutnya tidak perlu  dilakukan rehabilitasi. " Direhab itu kan ada tujuannya yaitu untuk mengembalikan kondisi seseorang agar tidak ketergantungan lagi," katanya.

Namun ada juga seseorang yang tidak ketergantungan narkotika tapi diputuskan untuk direhabilitasi. " Kalau itu, nanti kewenangan dari kepolisian atau BNN yang menentukan apakah perlu direhab atau tidak," sebutnya.

Pada prinsipnya kata dia, tidak semua permohonan penetapan dan keputusan rehabilitasi akan dikabulkan oleh pengadilan. Dirinya sebagai hakim mengaku pernah memutuskan menolak permintaan rehabilitasi dari salah satu kasus narkotika di PN Mataram. " Waktu itu kami putuskan malah hukuman badan, bukannya rehab," ungkapnya.

Didiek menegaskan keputusan untuk merehabilitasi seseorang itu harus melalui penetapan dan keputusan pengadilan. Sejak proses penyidikan di kepolisian ataupun BNN, seseorang sudah bisa direhabilitasi. Dengan syarat mengajukan penetapan di pengadilan. " Jadi penetapan itu harus diajukan ke pengadilan," tegasnya.

Disinggung mengenai keputusan BNNP NTB yang memutuskan untuk merabilitasi Reza Artamevia tanpa penetapan pengadilan. Didiek mengatakan, secara aturan memang harus ada penetapan. Tapi dia melihat kasus Reza tersebut masih abu-abu. Karena pertama kali oleh kepolisian dinyatakan positif mengandung sabu namun tes urine oleh BNNP NTB hasilnya negatif.

Ia justru mengaku heran dengan keputusan BNNP NTB yang memutuskan untuk merehabilitasi Reza Artamevia dan kawan-kawan. Karena yang harus direhabilitasi itu adalah seseorang yang hasil tes urinenya positif. " Lha kalau hasilnya negatif kenapa mesti direhab," herannya.

Baca Juga :  Mengenal Istilah Rehabilitasi Medik

Disinggung mengenai apakah terkait dengan diputuskannya Reza Artamevia ini sudah melanggar prosedur terkait dengan rehabilitasi. Didiek mengaku belum mengetahui. Dikarenakan sampai dengan saat ini belum belum ada permohonan penetapan rehabilitasi dari BNNP. " Saya tidak tahu melanggar apa tidaknya. Mungkin permintaan rehabilitasi itu belum dilakukan oleh BNNP. Mungkin aja mereka terlambat meminta permohonan penetapan ke kita. Tidak menutup kemungkinan mungkin besok diminta," katanya.

Keputusan Reza Artamevia direhabilitasi karena tidak adanya barang bukti yang ditemukan pada saat diamankan, Didiek mengatakan hasil tes urine pertama yang didapatkan kepolisian bisa dijadikan sebagai alat bukti.   Alat bukti dalam hukum acara pidana yang dikenal di Indonesia ada 5 hal. Yaitu saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dimana untuk alat bukti ini diminta oleh pengadilan adalah sekurang-kurangnya dua alat bukti. Ia menyebutkan hasil tes urine tersebut bisa dikategorikan sebagai alat bukti berupa ahli yang memeriksa dan hasilnya adalah surat keterangan yang menyatakan seseorang positif mengandung narkotika. Apakah dalam kasus Reza Artamevia ini sudah memenuhi dua alat bukti?. " Saya tidak tahu. Tinggal bagaimana hasil analisa penyidik yang menentukan," jawabnya.

Sebelumnya, kepala BNNP NTB Kombes Pol Sriyanto memastikan pihaknya tidak akan meminta penetapan dari pengadilan untuk merehabilitasi Reza Artamevia. BNNP hanya menggunakan Tim Asassment Terpadu (TAT). Tim tersebut disebutkan beranggotakan dari tim medis berupa dokter dan psikolog. Kemudian juga tim hukum dari penyidik BNN, kepolisian, Kemenkum HAM dan jaksa.

Sementara itu Wadir Dirresnarkoba Polda NTB AKBP Eko Santoso mengatakan yang melaksnakan rehabiltasi adalah dari BNN. Rehabilitasi tersebut dilakukan apabila ada seseorang yang melapor ataupun tersangka yang mengajukan untuk dilakukan rehabiltasi. Adapun yang melaksanakan rehabiltasi ada dua hal yaitu terpenuhinya pasal 127 UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika yang berarti seseorang akan menjalani proses hukum. Kemudian yang kedua adalah yang tidak bisa dibuktikan terlibat dalam pasal 127 tersebut. " Pasal 127 ini adalah pasal paling rendah yang tidak bisa ditahan tapi prosesnya tetap berjalan," ujarnya.

Baca Juga :  Kiprah AKSI NTB dalam Rehabilitasi Sosial Korban Napza

Kemudian terkait terkait dengan pasal 54 UU narkotika adalah terkait dengan pecandu yang wajib direhabilitasi. Kemudian pengajuan rehabilitasi dalam kasus Reza Artamevia, polisi melepaskannya dari jeratan hukum bukan karena Reza Artamevia adalah seorang artis. Namun pada saat dilakukan penangkapan dan dilanjutkan dengan penyidikan hasilnya tidak terpenuhi melanggar pasal 127 UU Narkotika. " Unsur-unsurnya tidak terpenuhi. Dia ada disana dan ditangkap dan kebetulan hasil urine-nya positif mengandung sabu," jelasnya.

Eko memastikan penyidik tetap berpatokan kepada hasil tes urine yang dilakukan kepolisian pertama kali di Balai Pelaksana Kesehatan (Bapelkes) Mataram. Walaupun hasil tes sampel darah dan urine yang dilakukan oleh Pusat Laboratorium dan Forensik (Puslabfor) Cabang Denpasar yang juga menyatakan positif mengandung sabu. Kemudian hasil tes urine di BNNP memang berbeda dikarenakan adanya jeda waktu.

Penyidik disebutnya tetap beranggapan Reza Artamevia tidak memenuhi unsur melanggar pasal 127 UU Narkotika yang dianggap pasal paling ringan. Ia juga memastikan Reza Artamevia tidak dianggap tidak melanggar pasal narkotika lainnya. Dalihnya, pada saat dilakukan penangkapan pada saat pengledahan hanya kebetulan berada dikamar tersebut. Sedangkan kamar yang ditempati oleh reza dan rekannya adalah berbeda. " Makanya dia dan rekannya dibawa ke Polres Mataram dan hasil tes urine bersama rekannya itu positif," katanya.(gal)

Komentar Anda