PMII Lombok Timur Tolak Revisi UU MD3

Dianggap Hak Rakyat Dikriminalisasi

PMII Lotim Tolak Revisi UU MD3
TOLAK REVISI MD3: Mahasiswa yang tergabung dalam PMII Lotim saat melakukan aksi demo di depan Kantor Bupati Lotim, menolak revisi UU MD3 yang dibuat DPR RI, Rabu (28/2). (M. GAZALI/RADAR LOMBOK)

SELONG—Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lombok Timur (Lotim) turun ke jalan melakukan aksi demo, Rabu kemarin (28/2). Aksi yang dilakukan ini sebagai bentuk penolakan terhadap produk  rancangan undang-undang MD3 DPR RI yang telah diusulkan ke Presiden untuk disahkan.

Revisi UU MD3 yang dilakukan DPR terdapat sejumlah pasal yang dianggap sebagai upaya Dewan di Senayan untuk mengkriminaliasi hak rakyat. Terutama yang tercantum di pasal 73 pasal 122 huruf (k) dan pasal 242. Dengan direvisinya UU MD3 ini, hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat yang menjadi simbol demokrasi telah mati di tangan DPR.

“Misalnya pasal 73. DPR akan menggunakan kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa, bahkan melakukan penyenderaan selama 30 hari. Padahal sudah jelas pemanggilan suatu pihak oleh DPR itu merupakan suatu keputusan politik,” kata Koordinator Aksi, Ilham, dalam orasinya.

Disisi lain katanya,  tugas kepolisian adalah di ranah hukum. Jika kepolisian dilibatkan terkait dengan kepentingan politik dari wakil rakyat, maka jelas itu  merupakan suatu hal yang keliru, dan akan menghilangkan identitas kepolisian sebagai aparat penegak hukum.

“Sehingga rakyat akan begitu mudah dikriminalisasi dengan dalil tak mengindahkan panggilan DPR. Padahal sudah jelas pasal penghinaan itu suatu delik aduan, sebagaimana diatur dalam KUHP,” terangnya.

Begitu juga halnya dengan pasal 122 huruf (k) yang mengatur tentang kewenangan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambi langkah hukum terhadap seseorang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dewan.

Keberadaan pasal ini sebutnya, sangat berpotensi untuk membungkam suara demokrasi karena bisa diancam pidana. MKD pun akan bisa mengambi langkah hukum seenaknya, jika lembaganya merasa dihina oleh seseorang ataupun sekelompok orang.

“Seperti itu juga pasal 245 yang mengatur tentang hak imunitas anggota DPR. Di pasal ini diatur diaman anggota DPR yang terjerat hukum tidak bisa langsung dipanggil, melainkan terlebih dahulu harus ada persetujuan dari Presiden,” jelas Ilham.

Perlu diketahui lanjutnya, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlakuan sama di depan hukum, sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Yaitu di pasal 28 D ayat I. Disana disebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta diperlakukan yang sama di hadapan hukum.

“Jadi hak imunitas memang perlu. Tapi bukan berarti hak imunitas itu akan dimanfaatkan oleh DPR untuk dijadikan tameng sebagai upaya untuk melindugi diri ketika anggota DPR tersebut terjerat kasus hukum,” sebutnya.

Karenanya, revisi UU MD3 terutama terhadap beberapa pasal yang dianggap  jelas semata sebagai upaya DPR untuk melindungi diri dari berbagai kritikan  maupun dari persoalan hukum. Mereka pun dengan tegas menentang keberadaan pasal yang dianggap janggal itu.

“Makanya kami minta Bupati dan DPRD Lotim, supaya menyuarakan ke pusat meminta Presiden untuk menolak revisi UU MD3 ini. Dan mendesak Pemkab Lotim meminta Presiden untuk mengeluarkan Perppu pengganti UU MD3,” tutupnya. (lie)

Komentar Anda