Pinjam Combine, Petani Lobar Merasa di Ping Pong

petani Pinjam Combine
PANEN MANUAL: Tampak petani di Desa Gerung terpaksa memanen padi mereka yang rebah dengan cara manual, karena tidak ada combine, atau mesin pemotong padi yang bisa dimanfaatkan. (FAHMY/RADAR LOMBOK)

GIRI MENANG — Para petani di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) yang hendak meminjam pakai combine atau mesin pemotong padi di Dinas Pertanian (Distan) Lobar, merasa di ping pong oleh pejabat Distan Lobar. Pasalnya, ketika petani sudah mengajukan surat peminjaman, ternyata mereka justeru diarahkan ke provinsi. Padahal Distan Lobar sendiri yang mempersilahkan para petani untuk mengajukan peminjaman.

Seperti dituturkan Hamka, salah satu petani dari Desa Beleka, yang beberapa hari lalu dia bersama dengan anggota kelompok tani, mengajukan peminjaman alat combine dengan bersurat ke Distan Lobar. Namun hasilnya nihil, dan mereka malah diarahkan ke provinsi untuk mengajukan peminjaman. “Saya sudah bersurat, tetapi disuruh minta ke provinsi. Kita merasa di ping pong kalau kayak gini,” keluhnya kepada Radar Lombok, Jumat kemarin (5/4).

BACA JUGA: Giliran Wilayah Lobar Diterjang Banjir

Peminjaman mesin pemotong padi ini dilakukan, karena kondisi padi petani sekarang banyak yang rebah atau jatuh rata dengan tanah, sehingga petani kesulitan panen. Keluhan para petani itu pun mendapatkan respon Distan Lobar, yang mengarahkan mereka agar membuat surat peminjaman combine. Namun ketika surat peminjaman sudah diberikan, ternyata pejabat di Distan Lobar seperti saling lempar tanggung jawab. Padahal saat pertemuan dengan petani beberapa hari lalu, terdapat dua mesin combine di Distan Lobar.

Baca Juga :  Beli Gabah Petani, Bulog Libatkan Satker dan Mitra

Alasan Distan Lobar mengarahkan ke provinsi, karena mereka akan diberikan mesin brigade panen yang kecil. Namun pemberian mesin brigade itu di tolak oleh petani, karena dianggap kurang efektif, dan justeru akan membuat petani kerepotan ketika melakukan aktivitas panen. “Kita mau dikasih mesin yang kecil. Tetapi kami tidak mau karena tidak efektif,” ujar Hamka.

Pihaknya sendiri sudah mengusulkan meminjam pakai combine yang besar, agar panen bisa lebih cepat. Karena sekarang ini padi milik para petani yang rebah rata dengan tanah sudah mulai tumbuh kembali, terlalu lama terendam air di sawah.

Baca Juga :  NTP Dibawah 100, Daya Beli Petani NTB Menurun

Untuk meminimalisir kerugian panen, sementara para petani terpaksa melakukan aktivitas panen secara manual. Karena kalau menunggu adanya alat combine tersebut, terlalu lama padi terendam akan semakin rusak. “Sekarang untuk sementara kami panen secara manual saja,” jelasnya.

BACA JUGA: Salip Truk, Mobil Box Terjun ke Jurang

Petani lainnya, H Agusman menuturkan, kalaupun mereka harus panen secara manual. Mereka juga kesulitan mendapatkan buruh, yang enggan panen kalau padi kondisinya rebah. “Mau cari buruh untuk panen juga susah kalau kondisi padi rebah seperti ini,” jelasnya.

Selain itu, prosesnya juga lama, kalau mereka panen secara manual. Dimana untuk per hektar butuh waktu panen sampai tiga hari. Padahal sekarang mereka harus memanen padi 5 sampai 10 hektar. “Kalau menggunakan panen secara manual, dong habis tumbuh padi kita,” ulasnya. (ami)

Komentar Anda