Pimpinan Ormas Islam dan Tokoh Agama di NTB Tegas Menolak RUU HIP

MENOLAK : Pimpinan Ormas dan ratusan tokoh agama Islam dan masyarakat NTB saat menyatakan sikap menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Idiologi Pancasila (HIP) seusai salat Jumat (19/6).(ist////)

MATARAM— Pimpinan organisasi masyarakat (ormas) dan ratusan tokoh agama Islam dan masyarakat NTB berkumpul menyatakan sikap menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Idiologi Pancasila (HIP).

Pernyataan sikap ini selepas melaksanakan ibadah salat Jumat (19/6) di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center Provinsi NTB. Ketua Komisi V DPRD NTB sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Al Kamal, TGH Mahali Fikri, memimpin membacakan pernyataan sikapnya bersama dengan pimpinan ormas, tokoh agama dan masyarakat NTB. Setelah melakukan penelaah dan mengkaji secara emprik dan cermat serta dengan munculnya resistensi dari warga bangsa terhadap RUU HIP, maka dengan tegas menyatakan menolak pembahasan RUU HIP. “Karena kami anggap sebagai bentuk penghianatan terhadap ideologi Pancasila sebagai dasar dan ideologi NKRI. Maka kami pimpinan ormas dan tokoh masyarakat NTB dengan tegas menolak pembahasan RUU HIP dan mendukung maklumat yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat dan MUI daerah se-Indonesia tentang penolakan RUU HIP,”tegas TGH Mahali saat membacakan pernyataan sikap yang diikuti oleh para pimpinan ormas, tokoh agama dan masyarakat Islam di NTB.
Pada poin ketiga, lanjut TGH Mahali, dengan tegas meminta kepada seluruh fraksi-fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat fakta sejarah kelam kemanusiaan yang telah dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948 dan pada tahun 1965 sebagai pijakan naluri dan logika dalam menyusul UU. Lalu pada poin keempat, lanjutnya, mendukung sepenuhnya TNI sebagai penjaga kedaulatan NKRI sekaligus sebagai pengawal Pancasila. Seraya mengajak masyarakat jika ternyata terjadi indikasi penyebaran paham komunis dengan berbagai cara agar melaporkan ke pos atau markas TNI terdekat. “Kita mengajak dan mengimbau kepada seluruh masyarakat, apabila mengetahui indikasi penyebaran paham komunis dengan berbagai cara, agar segera laporkan pada pos atau markas TNI terdekat,”ajakannya.
Pada poin lima, TGH Muhali mengimbau kepada seluruh warga bangsa untuk memperkuat ukhuwah wathaniyah antara sesama anak bangsa dengan meneguhkan semangat kebangsaan dan penguatan krakter bangsa (nation character building) yang telah tercermin dalam Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa. Sementara di poin keenam, meminta dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia agar tetap waspada dan selalu siap siaga terhadap penyebaran paham komunis dengan menggunakan metode licik yang dilakukan saat ini. “Terakhir di poin ke tujuh mendesak pemerintah DPR RI dan seluruh penanggungjawab negara untuk memastikan tidak ada lagi upaya dalam bentuk apapun yang bisa membuka ruang bagi paham komunisme hidup di Indonesia,”tutupnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Lalu Gita Aryadi melalui akun media sosialnya menegaskan bahwa MUI NTB dan para tokoh sepakat untuk tegas menolak Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan mendukung maklumat MUI pusat karena RUU tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap ideologi Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Kami imbau kepada seluruh warga agar tetap memperkuat ukhuwah wathaniyyah, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, dan senantiasa menjaga kesehatan di masa pandemi,”tulisanya
Ia juga bersyukur atas kelancara dari kegiatan yang dilakukan oleh para pimpinan ormas dan tokoh agama bersama masyarakat NTB saat menyatakan sikap penolakkan RUU HIP kemarin.” Alhamdulillah kegiatan berjalan lancar dan khidmat, juga diikuti penandatanganan pernyataan sikap oleh ketua MUI NTB dan perwakilan ormas,”ucapnya.
Diketahui, di dalam RUU HIP yang memicu kontroversi dan yang diangkap krusial diantaranya Konsep Trisila dan Ekasila. Dimana salah satu klausal yang cukup disoroti terkait kalimat atau istilah “Ketuhanan Yang Berkebudayaan” didalam draf RUU HIP konsep tersebut tertuang dalam pasal 7. Trisila adalah sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi,
serta ketuhanan yang berkebudayaan. Trisila terkristalisasi dalam Ekasila yaitu gotong-royong.
Disisi lain, terdapat di awal draf RUU pada bagian ‘mengingat’ ternyata tidak
mencantumkan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan
paham atau ajaran komunis/marxisme-leninisme.
Dalam RUU HIP memuat ketentuan TNI dan Polri aktif bisa mengisi jabatan sebagai Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Dalam Pasal 47 ayat (2) RUU HIP menyebut Dewan Pengarah BPIP berjumlah paling banyak 11 orang atau berjumlah gasal. (sal)

Komentar Anda