Pileg 2024 akan Diwarnai Rivalitas Kader Ideologis Partai Melawan Diaspora Politik

Bambang Mei Finarwanto, SH

MATARAM—Lembaga Kajian Sosial Politik Mi6 menduga pada gelaran Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di NTB akan diwarnai fenomena migrasi dan exodus Politisi ke Parpol lain yang dianggap lebih menjanjikan secara karier politik maupun ekonomi, plus tawaran hak  privilege (istimewa) lainnya.

Tawaran aneka konsesi politik ini tentu saja menggiurkan bagi Politisi yang memiliki ketokohan kuat, guna memuluskan ekspektasi karier politiknya. Apalagi hampir dua tahun ini kondisi perekonomian masyarakat berantakan dihantam badai pandemi Covid-19.

Tentu hal ini juga  berpengaruh pula terhadap kondisi cash-flow para politisi dalam mengatur keperluan beaya entertain politiknya. “Sehingga munculnya tawaran insentif politik elektoral dari Parpol untuk menggaet politisi yg memiliki kantong suara maupun rekam jejak yang jelas pada Pileg 2024, akan marak dan masiv,” kata Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH, Rabu ( 6/4 ).

Dengan munculnya partai baru yang mengusung berbagai jargon politik untuk menarik simpati rakyat, sambung pria yang akrab disapa Didu ini, maka dia berpandangan hal tersebut menjadi peluang dan harapan bagi Politisi dalam menentukan afiliasi maupun karier politiknya.

“Belajar dari Pemilihan Legislatif sebelumnya, tentu dalam Pileg 2024  Parpol lama maupun baru (non parlementer) ingin memperoleh suara elektoral terbanyak. Disinilah letak pentingnya selain mesin partai, yakni keberadaan figur dan performance Caleg yang diusung akan menentukan perolehan suara partai. Tak kalah pentingnya juga topangan logistik politik untuk mengakselerasikan gerakan politik,” ulas Didu.

Didu menengarai dalam Pileg 2024 akan terjadi pertarungan antar Parpol berebut pengaruh dalam menggaet figure atau tokoh guna menopang perolehan suara partai, baik sebagai Caleg ataupun Vote Getter.

Baca Juga :  Mi6: Hanya Andalkan Medsos dan Tunda Sosialisasi, Cagub Bisa Kehilangan Momentum

“Mi6 menduga menjelang Pileg 2024 akan banyak figur penting di NTB yang terlibat secara partisan. Contohnya fenomena TGB (M Zainul Majdi) merapat dan diberikan kehormatan atau privilege oleh Partai Perindo. Apapun dalihnya, keberadaan TGB sebagai Vote Getter di Perindo hari ini harus dimaknai sebagai bentuk ajakan dan dukungan untuk Parpol besutan Hary Tanoe ini,” tandas Didu.

Langkah politik instan Perindo mengajak TGB dalam gerbongnya tidak bisa pula ditafsirkan bebas nilai. Namun pasti ada hidden agenda, baik di depan (front stage) maupun back stage. Yang utama pasti dampak perolehan suara Perindo akibat TGB Effect tersebut. “Perindo tentu sudah mengkalkulasi elektoral effectnya ketika mengajak TGB dalam satu barisan. Ke depan bisa jadi banyak figure atau tokoh yang bergabung dengan Perindo,” kata Didu.

Didu menambahkan, pada akhir medio Desember 2021 misalnya, ada peristiwa penting bagaimana tokoh-tokoh utama NW Anjani menyatakan diri bergabung dengan Partai Gerindra. Tentu Partai Gerindra menyambut dengan tangan terbuka dukungan NW, karena ujung-ujungnya tentu agar suara Elektoral Gerindra bertambah secara signifikan.

“Apapun Argumentasinya, setiap rangkaian peristiwa politik tak terlepas ada transaksi politik yang adil sebagai bentuk simbiosis mutualisme,” imbuh mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB ini.

Lebih Jauh Didu mengatakan, seiring makin membaiknya tingkat kepercayaan publik di NTB terkait Pemilu, tentu berimplikasi terhadap partisipasi politik masyarakat dalam setiap gelaran Pemilu, baik Pileg, Pilpres maupun Pilkada.

“Untuk diketahui, partisipasi pemilih di NTB naik secara signifikan. Seperti pada Pemilu 2014 partisipasi pemilih 77 %, maka pada Pemilu 2019 tingkat partisipasi pemilih naik 82 %, atau melebihi target secara nasional yakni 77,5 %,” urai Didu.

Baca Juga :  Banyak Temuan Artefak dan Situs Purbakala, NTB Diharapkan Melacak Lebih Intensif

Anatomi Pemilih di NTB yang cenderung Friendly Politik, sambung Didu, mengindikasi pula Pendidikan Civic yang dilakukan oleh kalangan Stakeholder berlangsung dengan baik. Publik NTB secara keseluruhan tidak bisa lagi dikatakan a politis atau buta Politik.

“Dengan kontruksi Partisipasi Politik yang tinggi, dan ceruk pemilih yang meningkat, Mi6 menduga pada gelaran Pemilu 2024 akan terjadi rivalitas yang kuat antara kader organik partai melawan kalangan Diaspora Politik yang ingin secara instan terlibat mewarnai konstelasi Pileg 2024,” ucap Didu.

Keberadaan para diaspora politik yang awalnya bukan kader organik partai, tentu menarik diamati kecendrungannya dalam Pemilu 2024 nanti, baik sebagai Caleg maupun vote getter. Apalagi dengan bertambahnya Partai Baru Peserta Pemilu 2024. Tentu kalangan ini akan berebut ceruk pemilih di NTB dengan berbagai strategi.

“Maka tak heran dalam Pemilu 2024 mendatang, susunan Caleg partai ataupun vote getter akan diwarnai oleh figure atau tokoh yang baru berafiliasi untuk menambah perolehan suara rakyat,” ujarnya.

Ditambahkan, kehadiran kalangan diaspora selain kader organik partai, bisa menimbulkan problematis atau dilema di internal jika hal tersebut tidak clear di awal atau dibuatkan pakta integritas.

“Kerentanan utama anggota partai yang bukan berasal kader organik atau ideologis partai, kerap bersumber pada kesetiaan dalam menjaga stamina berpartai,” tukas Didu sembari mengatakan proses internalisasi ideologi harus tetap ditanamkan kepada setiap kader partai, agar tertanam sikap setia dan berani membela marwah partai. (gt)

Komentar Anda