PHRI Tolak Aturan Pidana Pasangan Belum Nikah Chek In di Hotel

illustrasi

MATARAM – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI ) NTB menolak aturan terkait pidana penjara bagi pasangan belum nikah yang melakukan chek in di hotel, sebagaimana Pasal 415 di RKUHP. Pasalnya, aturan tersebut dinilai merugikan dunia usaha, terutama bidang pariwisata dan perhotelan.

“Ini bukan kebijakan namanya, karena sangat merugikan pengusaha hotel, terlebih untuk tamu mancanegara. Karena masalah ini sangat pribadi sekali sifatnya,” ungkap Ketua Kehormatan PHRI NTB I Gusti Lanang Patra, Kamis (27/10).

Menurut Lanang, persoalan perzinahan adalah ranah privat yang seharusnya sudah bisa diatur berdasarkan hukum adat daerah masing-masing, norma agama, hingga norma moral. Sehingga tidak ada ada urgensi pada pasal perzinahan dalam RKUHP yang disebut-sebut bisa memidanakan pasangan belum menikah saat melakukan check in di hotel.

“Sangat tidak etis sekali, rasanya menanyakan masalah itu. Pariwisata kita akan ditinggal oleh tamu mancanegara,” ungkapnya.

Baca Juga :  Rute Penyeberangan Lombok-Situbondo Resmi Dibuka

Lanang  mengakui esensi atau maksud dari rencana aturan itu sejatinya baik. Hanya saja, dikhawatirkan kalau aturan itu jadi diterapkan, implementasinya nanti menimbulkan kontradiksi dengan gembar-gembor pemerintah soal memacu pertumbuhan ekonomi dari sektor pariwisata.

Terpisah, Ketua Indonesian Hotel General Manager (IHGMA) NTB Lalu Kusnawan mengatakan aturan yang terdapat dalam Pasal 415 RKUHP mestinya menjadi bahan pertimbangan Pemerintah, dikhawatirkan  aturan tersebut berdampak pada kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke NTB.

“Harus kembali di lihat dan dipelajari sama-sama seperti apa isi pasal-pasalnya dalam RUU KUHP. Takutnya ini menjadi masalah bagi Wisman (Wisatawan Mancanegara), terutama dari Bali – Lombok,” katanya.

Disisi lain, masing-masing hotel kini juga memiliki pangsanya tersendiri. Sebagai contoh kehadiran hotel yang berlabel syariah sudah banyak dibranding. Tujuan wisata pun terus berkembang, sehingga lebih banyak opsi bagi konsumen.

“Ini yang menimbulkan kontradiksi,  perlu duduk bersama untuk bahas bagaimana baiknya impelementasi aturan ini,” ucapnya.

Baca Juga :  Ombudsman: Maladministrasi Pelayanan Publik Sumber Korupsi

Terlebih pangsa pasar destinasi wisata NTB, bukan hanya dari wisatawan lokal dan nusantara, tetapi juga wisatawan mancanegara. Oleh sebab itu, aturan ini kurang etis jika diterapkan saat ini.

“Kalau untuk wisman sulit, karena memang destinasi wisata internasional. Jadi sama dengan kategori wisata halal. Konsep wisata halal ini tidak semuanya halal. Ada pilihan wisatawan domestik ataupun mancanegara,” tandasnya.

Diketahui aturan yang tertuang di Pasal 415 RKUHP menjadi perbincangan di tengah masyarakat dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya rancangan aturan itu mengatur mengenai pasangan belum menikah yang berpotensi dipidana jika menginap di hotel.

Pada pasal 415 draf RUU KUHP, tertulis setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya di pidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda. (cr-rat)

Komentar Anda