Ia menjelaskan, kasus pemalsuan E-KTP terungkap pertama kali sekitar dua bulan lalu saat salah seorang warga Jerowaru hendak mengajukan perubahan status. Setelah dicek petugas di Dukcapil ternyata data yang bersangkutan tidak terekam di Dukcapil. Sementara blangko yang dipergunakan adalah blangko asli yang dikeluarkan Kemendagri.
“ Kalau blangko yang digunakan memang blangko asli, tapi ada beberapa yang membedakannya, “katanya.
Bukan hanya itu, ada juga laporan di wilayah Sambelia saat petugas perekaman KTP turun hendak melakukan perekaman di Desa Labupandan. Data pemerintah desa menunjukkan masih banyak (ratusan orang) yang belum melakukan perekaman. Namun faktanya yang datang melakukan perekaman tidak banyak.
Bahkan beberapa orang mengatakan tidak perlu melakukan perekaman tetapi mereka bisa memiliki KTP.” Ternyata setelah diselidiki KTP yang dimaksud adalah palsu meski blangko yang dipergunakan adalah asli yang di keluarkan Kemendagri jumlahnya pun sangat banyak, mencapai ratusan,” terangnya.