Petani Tembakau Tolak Harga Rokok Naik

MATARAM – Wacana menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus ditolak petani tembakau Lombok.

Bila wacana ini diterapkan sama saja menutup mata pencaharian ribuan petani tembakau di Lombok yang selama ini hidup dari budidaya tembakau Virginia. Dikatakan Hamdani petani tembakau asal Sakra Lombok Timur ini, jika harga rokok naik drastis maka perusahaan rokok akan mengurangi  produksinya.  Imbasnya ke petani. Perusahaan akan mengurangi pembelian tembakau ke petani. ''Kalau ini terjadi, ini sama saja membunuh ribuan petani tembakau. Terus petani mau hidup dari apa?. Sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan tanaman tembakau di masyarakat,'' jelasnya Minggu kemarin (21/8).

Dia meminta pemerintah mengkaji betul wacana ini. Menurutnya, tembakau ini padat karya. Jumlah petani tembakau di Lombok memang ribuan orang tetapi penduduk yang hidup dari usaha tembakau ini mencapai ratusan ribu orang.  '' Ingat tembakau ini padat karya. Jika ini tutup, berapa banyak orang kehilangan pekerjaan dan mata pencahariannya. Pengangguran dan kemiskinan akan meningkat. Jelas akan berdampak ke sosial dan kondusifitas daerah,'' tambahnya.

Pemerintah daerah (Pemda) di NTB diminta memperjuangkan nasib petani ini dengan menolak wacana itu. ''Pemerintah harus memikirkan dampaknya,'' tegasnya.

Senada dikatakan H   Satrah  mengaku tidak terima dengan rencana pemerintah yang menaikan harga rokok itu. Menurutnya dengan menaikan harga rokok membuat petani tembakau semakin merugi. ''Kalau harga mahal, perusahaan tidak mau membeli tembakau kami. Ujung-ujungnya, kami petani yang dirugikan,'' kata petani asal Rensing, Lombok Timur ini.

Petani lainnya  Bukri meminta kebijakan ini tidak serta merta diterapkan. Pemerintah diminta untuk mencari solusi pengganti tembakau yang mempunyai daya jual tinggi dan menguntungkan petani. ''Jangan hanya pemerintah mau untung, tapi petani menjadi buntung,”katanya.

Berbeda dengan petani, anggota DPRD NTB  tidak mempersoalkan adanya wacana pemerintah pusat yang akan menaikkan harga rokok. Kebijakan tersebut dinilai positif untuk menyelamatkan nasib generasi bangsa dari bahaya rokok.

Baca Juga :  11 Petani Nira Dikirim Belajar Gula Aren ke Garut

Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTB, HL Jazuli Azhar berpendapat, dirinya termasuk perokok berat. Namun, demi masa depan anak bangsa maka kebijakan menaikkan harga rokok sangat baik. "Saya dukung itu walaupun saya perokok berat, ini kan tujuannya baik," kata Jazuli.

Dijelaskan, sejak lama kontroversi tentang rokok telah terjadi. Rokok terbukti membahayakan nyawa dan setiap tahun banyak orang meninggal dunia karena rokok. Tidak hanya itu, parahnya lagi anak-anak juga sudah banyak yang mengkonsumsi rokok karena harganya masih bisa terjangkau.

Dengan naiknya harga rokok, maka sangat berpengaruh pada jumlah perokok. Anak-anak juga tidak akan rela membuang-buang uangnya demi rokok. "Coba lihat masyarakat kita, mereka rela beli rokok daripada uangnya digunakan ke hal-hal yang lebih positif. Saya yakin kalau harga rokok mahal akan banyak yang berhenti merokok dan kesehatannya menjadi terjaga," terang Jazuli.

Meskipun begitu, ia tidak menampik kebijakan tersebut juga akan banyak mendatangkan masalah baru. Apabila rokok mahal maka permintaan produksi menjadi menurun, artinya perusahaan akan mengurangi jumlah produksi. Hal ini dipastikan berdampak pula tenaga kerja di perusahaan rokok. "Kita akui akan banyak terjadi PHK, tapi kan ini juga demi kesehatan anak bangsa, demi kepentingan yang lebih besar," katanya.

Ia berharap pemerintah pusat memikirkan dampak atas sebuah kebijakan. Jangan sampai hanya mengeluarkan kebijakan tanpa ada solusi yang jelas. Jazuli tidak ingin terjadi lagi seperti nasib ribuan nelayan lobster yang kini menderita.

Di Provinsi NTB sendiri, banyak sekali yang menggantungkan hidupnya pada rokok. Semakin banyak perokok maka harga tembakau akan semakin tinggi. Sebaliknya, apabila produksi rokok berkurang maka dikhawatirkan petani akan kesulitan menjual tembakaunya. "Untuk petani ada dua kemungkinan, mereka akan senang karena harga tembakau akan tinggi, atau sebaliknya bisa saja petani kita akan kesulitan menjual tembakaunya karena permintaan berkurang," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, pemerintah justru harus waspada terhadap agenda di balik wacana kenaikan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus itu.  Misbakhun mengatakan, pemerintah harus diingatkan agar tidak terjebak pada kampanye anti-rokok yang ditunggangi kepentingan asing. “Saya bukan perokok. Tapi saya harus ingatkan agenda asing yang hendak menghabisi industri rokok kita,” ujarnya.

Baca Juga :  Melihat Geliat Budidaya Jamur Tiram di Kecamatan Suralaga

Politikus Golkar itu mengatakan, jika pemerintah sampai menuruti ide tersebut maka industri rokok di dalam negeri akan gulung tikar. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menegaskan, saat ini saja industri rokok baik golongan industri kecil dan menengah sudah terpukul oleh kebijakan pemerintah tentang penerapan cukai rokok.

Namun, kata Misbakhun, jika harga setiap bungkus rokok rokok sampai di atas Rp 50 ribu maka industri rokok dalam negeri yang berskala besar pun akan rontok. Dan jika industri rokok dalam negeri gulung tikar, sambung Misbakhun, maka efek turunannya akan sangat serius. “Jika pabrikan rokok gulung tikar, maka jutaan pekerja di sektor tembakau akan menganggur, dan catatan kemiskinan Indonesia akan semakin besar. Para petani tembakau jelas kena imbasnya dan berdampak pada perekonomian nasional,” ulasnya.

Misbakhun menegaskan, selama ini sektor pertembakauan mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional. Bahkan memiliki multiplier effect yang sangat luas dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Ia lantas memerinci kontribusi perpajakan dari sektor pertembakauan dibandingkan lainnya. Kontribusi sektor pertembakauan mencapai 52,7 persen. Sedangkan kontribusi perpajakan dari BUMN adalah 8,5 persen, real estate dan konstruksi (15,7 persen), sementara kesehatan dan farmasi (0,9 persen).

Misbakhun memnyebutkan, penerimaan negara dari cukai rokok dalam APBN saja mencapai Rp 141,7 triliun. “Industri tembakau-rokok berkontribusi dalam output nasional 1,37 persen atau setara USD 12,18 miliar,” tuturnya.

Fakta lainnya adalah industri rokok-tembakau yang mampu menyerap 6,1 juta orang dan menciptakan mata rantai industri yang dikelola langsung oleh rakyat.  “Ada pembibitan, pertanian, hingga perajangan. Inilah fakta bahwa industri tembakau industri padat karya,” katanya.(cr-wan/zwr/ara/jpnn)

Komentar Anda