Petani Porang KLU Tagih Janji Industrialisasi Pemprov NTB

Petani porang Lombok Utara menunjukkan hasil panen yang menumpuk. ( IST/RADAR LOMBOK )

TANJUNG – Universitas Mataram (Unram) saat ini tengah fokus untuk mengembangkan porang sebagai komoditas yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Tak tanggung-tanggung produksi porang di desa binaan program Desa Sejahtera Astra (DSA) di Kabupaten Lombok Utara sudah tembus pasar luar negeri.

Hanya saja Akademisi Unram Prof Suwardji menilai kebijakan hilirisasi perlu dijalankan untuk meningkatkan nilai tambah porang di dalam daerah melalui pemanfaatan teknologi. Sebagaimana arahan Gubernur NTB,Zulkieflimansyah tentang industrialisasi.

“Hasil panen porang kita sangat tinggi. Tapi belum tersentuh industrialisasi, sudah kita minta mesin-mesin kecil pengolah porang di Gubernur, tapi sampai sekarang belum ada,” ungkap Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Mataram Prof Suwardji saat ditemui di Mataram, Kamis (11/5).

Setidaknya ada 11 desa binaan di KLU yang konsen membudidayakan porang untuk kegiatan ekspor. Menariknya empat desa porang di KLU juga masuk kategori tanggap perubahan iklim atau Proklim dari Kementerian Lingkungan Hidup (LHK). Empat desa tersebut, antara lain Desa Sambik Bangkol, Desa Loloan dan Desa Senaru di Bayan serta Desa Batu Rakit.

“Kita sedang kembangkan sistem integrasi agroforestry dengan memasukkan tanaman porang, tanaman vanili, sorgum dan lainnya. Sekarang sudah tergabung 632 petani yang masuk dalam koperasi berkah gumi lombok,” terangnya.

Manfaat yang dapat diperoleh dari agroforestry disamping melestarikan sumberdaya alam dan teknologi lokal, juga untuk meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar lokasi agroforestry.

Sebagai contoh saat ini lanjut Prof Suwardji petani di KLU sedang menjual hasil panen porangnya ke Surabaya. Diharapkan pada akhir musim panen nanti sekitar 750 ribu ton porang dapat dikirim ke keluar daerah. Tapi karena terkendala mesin pengolah, terpaksa porang yang dijual petani masih dalam bentuk mentahan.

“Makanya industrialisasi yang dijanjikan pak Guburner itu tidak ada. Yang kita butuh mesin membuat beras, mesin buat dodol, mesin-mesin kecil tidak apa-apa,” katanya.

“Makanya kepedulian para birokrat masih rendah kita yang mencari dana untuk keluar. Kepala Dinas perindustrian Nuryanti masih ngomong saja tapi actionnya tidak ada,” ujarnya.

Padahal jika ada mesin yang mengolah porang menjadi tepung. Maka tepung porang ini bisa dibangun industri jangka panjang dan NTB tidak lagi mengirim porang ke luar daerah, bahkan ke luar negeri dalam bentuk mentah.

“Hasil porang kita sangat banyak itu di KLU saja belum daerah lain, Lombok Timur, Sumbawa. Tapi sekarang tidak ada pilihan lagi ya kita ekapor ke Jawa ke China, karena memang alatnya yang tidak ada,” sesalnya.

Paling tidak adanya agroforestry yang sedang dikembangkan di KLU dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di KLU 2 hingga 3 kalilipat dari masa Covid-19.

Namun demikian Prof Suwardji mengingatkan agar kondisi di sektor pertanian NTB harus segera diperbaiki, mengingat ada sekitar 60 persen penduduk NTB yang bekerja di sektor pertanian. Jika kondisi ini bisa ditangani serius, maka kemiskinan ekstrem tidak ada lagi di NTB.

“Pak Wakil Bupati KLU juga bisa memberikan perhatiannya pada kondisi ini. Kita usaha begini juga untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim dan memperbaiki stunting di KLU,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda