SELONG – Para petani di Lombok Timur diingatkan tidak terlalu bergantung ke pupuk anorganik bersubsidi. Baik itu pupuk anorganik subsidi jenis Urea, NPK, NPK formula dan jenis lainnya. Terlebih lagi pemerintah pusat telah melakukan pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi. Kondisi tersebut menyebabkan pupuk subsidi semakin langka dan harganya juga semakin mahal.
Diketahui kebutuhan para petani akan pupuk bersubsidi ini semakin meningkat. Terutama di saat musim tanam. Meningkatkan kebutuhan petani akan pupuk bersubsidi ini tidak sebanding dengan stok tersedia. Untuk itu petani diminta tidak terlalu bergantung ke pupuk anorganik. Petani diarahkan beralih menggunakan pupuk organik. Selain mudah didapatkan, pupuk organik ini juga lebih bagus untuk hasil pertanian.” Kemampuan negara saat ini hanya mampu menyubsidi pupuk anorganik sebesar 45 persen dari sebelumnya dialokasikan sampai 100 persen. Dan sebagian yang didistribusikan adalah pupuk non subsidi,” kata Kadis Pertanian Lombok Timur Sahri kemarin.
Pembatasan pupuk bersubsidi ini terang dia tidak hanya terjadi di wilayah NTB dan Lombok Timur secara khusus. Namun hal tersebut terjadi di semua wilayah di Indonesia.” Di tengah keterbatasan pupuk anorganik bersubsidi ini, kita berharap ke para petani untuk beralih menggunakan pupuk organik,” sebutnya.
Lebih lanjut disampaikan, di Lombok Timur sendiri luas lahan pertanian yaitu mencapai 113.458,14 hektar. Dari jumlah luas lahan pertanian tersebut, alokasi pupuk bersubsidi yang didapatkan Lombok Timur jauh mengalami pengurangan. Misalnya untuk pupuk jenis Urea dari kebutuhan berdasarkan e-RDKK sebanyak 37.047 ton yang di alokasikan hanya 17.961 ton sehingga presentase yang bisa atau sekitar 48,84 persen. Begitu pun dengan pupuk NPK, dari kebutuhan berdasarkan e-RDKK sebanyak 52.408 ton yang bisa teralokasi hanya 15.848 ton atau sebesar 30,42 persen.”Sedangkan untuk NPK Formula dari kebutuhan 259 ton yang bisa teralokasi sebanyak 275 ton. Kekurangan-kekurangan ini diperlukan kecerdasan petani kita agar sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya terhadap pemakaian pupuk anorganik tersebut,” terang Sahri.
Berkaitan dengan pendistribusian pupuk bersubsidi bagi para petani imbuh Sahri itu biasanya ditentukan melalui rapat kelompok sesuai dengan RDKK. Melalui rapat tersebut setiap kelompok akan mengusulkan alokasi pupuk yang dibutuhkan. Namun pemerintah pusat tetap mempunyai kewenangan penuh dalam penentuan alokasi pupuk yang akan diberikan ke setiap daerah.” Pada dasarnya pupuk anorganik, tidak bagus untuk lahan kecuali hanya untuk start awal saja. Sehingga pupuk subsidi yang 40 persen itu sudah cukup untuk starter awal pada lahan. Selebihnya silahkan gunakan pupuk organik yang setiap saat tersedia di kelompok tani yang sudah dibina untuk memproduksi pupuk organik tersebut,” sarannya.
Untuk bisa bisa keluar dari masalah kekurangan pupuk anorganik ini, Sahri mempertegas petani harus melakukan 3 hal di atas supaya tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil produksi pertaniannya. Karenanya petani sekarang ini dituntut untuk menjadi petani maju, mandiri, dan modern. Jadi tidak selamanya kelompok tani itu jalan ditempat melainkan harus maju dengan tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah terus tetapi harus punya kemampuan supaya mandiri.”Intinya kekurangan-kekurangan pupuk subsidi ini hanya bisa dilakukan dengan pupuk non subsidi, pupuk organik, dan dengan biosaka,” papar Sahri.
Selain itu Sahri juga menyinggung terkait pembagian kartu tabungan dari bagi para petani yang dipakai untuk membeli jatah pupuk bersubsidi yang mereka dapatkan.
Disampaikannya, 120.000 lebih petani yang akan diberikan kartu dalam bentuk rekening bank BNI 46. Dimana sampai saat ini yang terealisasi dan baru diterbitkan rekening itu sebanyak 6.000 lebih petani.”Rekening yang dibagikan itu bukan seperti BLT melainkan sebagai alat untuk menyimpan biaya pupuk petani, bilamana nanti saatnya sudah dibutuhkan, itu dipakai belanja membeli pupuk,” tutup Sahri.(lie)