Peserta Mandiri Enggan Bayar Iuran BPJS Kesehatan

Kenaikan Tinggi Iuran Peserta Mandiri untuk Kelas II dan I

LAYANAN PESERTA : Sejumlah peserta BPJS Kesehatan Cabang Mataram mengajukan perubahan kelas dari kelas II ke kelas III, Rabu (1/7). (DEVI HANDAYANI/RADAR LOMBOK )
LAYANAN PESERTA : Sejumlah peserta BPJS Kesehatan Cabang Mataram mengajukan perubahan kelas dari kelas II ke kelas III, Rabu (1/7). (DEVI HANDAYANI/RADAR LOMBOK )

MATARAM – Presiden Joko Widodo kembali memutuskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kepesertaan mandiri bagi kelas II dan I. Sebelumnya, kenaikan BPJS Kesehatan sempat naik 100 persen, namun dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Setelah dibatalkan, Presiden Jokowi kemblai menaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kepesertaan mandiri.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah masa pandemi virus Corona (Covid-19) yang bersamaan kondisi ekonomi sulit masyarakat, usaha anjlok, pekerja banyak dirumahkan hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemerintah pusat tetap ngotot menaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. Akibatnya, peserta mandiri untuk kelas II dan I, mulai mengeluh hingga protes. Bahkan, tak sedikit dari peserta mandiri tersebut mengancam tidak akan membayar iuran kepesertaan BPJS Kesehatan lagi.

Salah satu peserta BPJS Kesehatan mandiri Erva Maya mmengaku sangat keberatan dengan kembali naiknya iuran BPJS Kesehatan tersebut. Pasalnya, awal tahun lalu sudah ditetapkan naik hingga 100 persen. Bahkan kenaikannya  sempat dibatalkan, hanya saja tak berselang lama kembali naik lagi di tengah masa sulit karena pandemi Covid-19.

“Sudah naik lagi, kemarin saja mahal bayarnya. Apalagi yang sekarang tidak jauh beda. Kalau begini saya tidak mau bayar lagi,” ungkap Erva Maya, kepada Radar Lombok, Rabu (1/7).

Adapun besaran iuran yang ditetapkan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Di mana, iuran kepesertaan mandiri kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp150 ribu per peserta per bulan. Kemudian iuran mandiri kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu. Sedangkan iuran Mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 per peserta per bulan menjadi Rp 35 ribu.

“Lebih baik tiap sakit bayar langsung ke rumah sakit, dari pada bayar BPJS Kesehatan mahal-mahal, tapi kita tidak pernah sakit,” ungkapnya.

Senada dengan Erva, Niluh Aryani juga mengeluhkan dengan kembali naiknya iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya, kenaikan iuran tersebut dirasa tidak sesuai dengan situasi saat ini, pastinya sangat memberatkan bagi masyarakat, terutama peserta mandiri.

“Kemarin sudah naik, turun lagi, terus sekarang naik lagi. Ini naiknya juga tidak masuk akal. Kalau begini saya lebih baik tidak pakai BPJS Keseahtan,” sesalnya.

Kembali naiknya iuran BPJS Kesehatan membuat dirinya enggan untuk melakukan membayar iuran. Pasalnya, naiknya iuran tersebut tidak jauh berbeda dengan kenaikan di awal tahun. Meskipun kenaikannya tidak mencapai 100 persen, namun tetap saja memberatkan bagi masyarakat di tengah masa sulit ekonomi sekarang ini.

“Mana mampu kita bisa bayar dengan harga segitu, apalagi saya berempat harus dibayarkan untuk yang mandiri kelas II Rp 400 ribu per bulan.  Lebih baik pakai beli beras. Kita buat makan saja susah, apalagi mau bayar-bayar itu yang mahal,” keluhnya.

Terpisah, Kepala Bidang Kepersertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Cabang Mataram, I Wayan Sumarjana menerangkan melihat dari aturan yang ada terkait dengan perubahan Perpres 82 ke Perpres 64 BPJS kesehatan harus patuh oleh kebijakan tersebut. Di mana kembali naiknya iuran mulai 1 Juli 2020.

“Yang jelas per 1 Juli ini kita sudah berlakukan terhadap iuran baru yang sudah ditetapkan oleh Perpres 64 tahun 2020,” ujarnya.

Iuran per 1 Juli untuk peserta mandiri Kelas I ditetapkan besaran iuran Rp 150 ribu per bulan, kemudian mandiri kelas II menjadi Rp 100. Sedangkan kelas III sebenarnya ditetapkan sebesar Rp 42 ribu, tetapi masyarakat hanya membayar Rp 25.500.

“Untuk yang mandiri kelas III yang Rp 16.500 itu disubsidi oleh pemerintah. Jadi boleh dikatakan kelas III itu tidak ada kenaikan,” ucapnya.

Terjadinya kenaikan iuran tersebut hanya terjadi pada peserta mandiri kelas I dan II. Sedangkan untuk kelas III masyarakat tetap membayarkan sebesar Rp 25.500 ribu tersebut. Menurutnya, kenaikan ini dilakukan untuk keberlangsungan program JKN-KIS.

“Jadi kalau antara pemasukan dan pengeluaran itu tidak sesuai sudah barang tertentu ada sedikit defisit disitu,” pungkasnya. (dev)

Komentar Anda