Perwira Jaga Pelabuhan Kayangan Akui Tanda Tangani SPB

SAKSI: Empat Perwira Jaga Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, dihadirkan jadi saksi korupsi pasir besi dengan terdakwa Muhammad Husni; mantan Kadis ESDM NTB 2021, Zainal Abidin; mantan Kadis ESDM 2023, dan Syamsul Ma'rif; mantan Kabid Minerba ESDM. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Empat Perwira Jaga Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Lotim mengaku menandatangani surat persetujuan berlayar (SPB) PT Anugerah Mitra Graha (AMG), untuk proses pengapalan hasil tambang pasir besi.

“Karena ada perintah, kami terbitkan SPB,” kata Faisal Cahyadi, Nasarudin, Arif Chandra, dan Gemas Azis Gunawan, selaku Perwira Jaga, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang korupsi tambang pasir besi dengan terdakwa Muhammad Husni; mantan Kadis ESDM NTB 2021, Zainal Abidin; mantan Kadis ESDM 2023 dan Syamsul Ma’rif; mantan Kabid mineral dan batubara (Minerba) ESDM, Selasa (28/11).

Perintah itu dari Syahbandar, Sentot Ismudiyanto Kuncoro yang juga Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan. Para perwira jaga bertanda tangan di atas nama Syahbandar.

Menurut Mukhlassuddin selaku Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu, tanda tangan yang dilakukan Perwira Jaga di atas nama Syahbandar tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) RI Nomor 82 Tahun 2014.

“Ini dalam SPB yang tercantum nama Syahbandar, tapi ditandatangani oleh saksi-saksi. Kalau memang Syahbandar, ya Syahbandar (tanda tangan). Kenapa Perwira Jaga yang bertanda tangan di atas nama Syahbandar,” ujar Mukhlassuddin.

Perbuatan para Perwira Jaga itu disebut bisa masuk kategori pemalsuan surat, meskipun tanda tangan yang dilakukan atas adanya perintah dari Syahbandar. “Ini sama saja buat surat palsu. Ini dapat dipidanakan, karena semua yang anda buat itu salah,” tegasnya seusai diperlihatkan bukti SPB oleh jaksa penuntut, yang ditandatangani perwira jaga.

Baca Juga :  Kerugian Sewa Alat Berat PUPR Tembus Rp 1,5 Miliar

Sebelum jaksa penuntut melihatkan bukti SPB ke majelis hakim, saksi Faisal Cahyadi menyatakan dirinya pertama kali menandatangani SPB pengapalan pasir besi PT AMG. “Itu tertanggal 9 Februari 2021,” ucap Faisal.

Sebelum menerbitkan SPB, Faisal mengaku ada hal janggal dalam dokumen yang diajukan pihak agen kapal. Kejanggalan itu terletak pada adanya syarat permohonan SPB yang tidak lengkap.

Syarat yang belum lengkap ialah laporan hasil verifikasi (LHV) dari PT Sucofindo dan tidak ada bukti pembayaran royalti atau penghasilan negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara yang dicantumkan. Dua syarat yang tidak lengkap itu, kemudian diganti dengan surat pernyataan. Surat pernyataan sebagai pengganti itu berasal dari Dinas ESDM NTB yang ditandatangani terdakwa Muhammad Husni. “Awalnya saya sempat tunda terbitkan SPB dan saya laporkan ke pimpinan, pak Sentot,” terangnya.

Hasil laporan itu, lanjut Faisal, Sentot menyuruhnya membiarkan hal itu dan memintanya melanjutkan proses penerbitan SPB. “Arahan dari Pak Sentot, oke lanjutkan. Jadi kita lanjutkan terbitkan SPB,” katanya.

Begitu juga dengan saksi Nasarudin, Arif Chandra, dan Gemas Azis Gunawan. Mereka menerbitkan SPB berdasarkan adanya perintah dari syahbandar, Sentot yang juga terseret dalam kasus korupsi tambang pasir besi tersebut.

Para perwira jaga itu menerbitkan SPB pengapalan material hasil tambang PT AMG beragam. Saksi Nasarudin sebanyak 6 kali, Gemas Azis Gunawan hanya sekali, Arif Chandra 7 kali dan Faisal Cahyadi sebanyak 5 kali.

Baca Juga :  Hari Pertama SKD CPNS Pemprov, 30 Peserta Langsung Gugur

Mereka pun kembali dipertegas alasan menandatangi SPB di atas nama syahbandar. Keempatnya mengatakan karena adanya perintah dari syahbandar. “Karena adanya surat tugas itu,” timpal saksi bersamaan.

Sementara kuasa hukum terdakwa Muhammad Husni, Abdul Hanan mencecar para saksi mengenai Pasal 6 Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014, yang disebut sebagai landasan untuk menandatangani SPB.

Karena dalam pasal tersebut, syahbandar dapat menerbitkan SPB dengan menunjuk pejabat atau petugas yang memiliki kompetensi di bidang kesyahbandaran. “Ini menunjuk bukan berarti menandatangani SPB. Dalam aturan ini tidak ada yang mengatakan perwira jaga boleh menandatangi SPB,” kata Hanan.

Mendengar itu, para saksi mengatakan bahwa penerbitan SPB oleh perwira jaga memang tidak ada dalam Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014. Melainkan melainkan, dirinya bertanda tangan atas dasar adanya perintah dari pimpinan. “Kami menjalankan perintah pimpinan,” jawab ke empat saksi.

Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36 miliar. (sid)