Perusahaan Tak Bayar Gaji UMP akan Ditindak Tegas

Ilustrasi UMP
Ilustrasi

MATARAM – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, H. Wildan, memastikan akan menindak tegas para pengusaha nakal yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar gaji karyawan sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2018.

“Februari ini tim pengawas hubungan industrial akan turun memantau penerapan UMP tersebut di seluruh perusahaan yang sudah terdaftar di Provinsi NTB,” kata Wildan, Kamis kemarin (8/2).

Wildan memastikan seluruh perusahaan wajib menjalankan pelaksanaan UMP tahun 2018 sebesar Rp1.825.000 untuk dibayarkan kepada karyawannya, mulai penggajian di bulan Februari. Kewajiban perusahaan tersebut harus dilaksanakan, terlebih lagi tidak ada satupun perusahaan di Provinsi NTB yang mengajukan surat penangguhan penerapan UMP tahun 2018 setelah ditetapkan dan diumumkan pada 1 November tahun 2017 lalu.

Dengan demikian, jika perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajiban yang telah diatur dalam undang-undang tentang ketenagakerjaan, maka akan diberikan tindakan tegas, hingga pencabutan izin usaha dari perusahaan tersebut.

“Tidak ada alasan bagi perusahaan tidak membayar sesuai UMP. Karena tidak ada perusahaan yang mengajukan penangguhan dan artinya mereka (perusahaan) itu sanggup melaksanakan UMP tahun 2018,” tegas Wildan.

Dijelaskan, dalam melaksanakan pengawasan, Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB telah memiliki dua Balai Pengawasan Ketenagakerjaan, yakni untuk perusahaan di Pulau Lombok dan di Pulau Sumbawa. Petugas pengawas pelaksanaan penerapan UMP tahun 2018 ini akan memantau semua perusahaan, apakah betul-betul menerapkan ketentuan UMP tahun 2018.

Selain itu, Wildan juga menginginkan pihak asosiasi pekerja dan juga buruh itu sendiri untuk pro aktip melaporkan kepada pemerintah, dalam hal ini Disnakertrans kabupaten/kota dan Provinsi NTB, jika perusahaan tempat mereka bekerja tidak membayar upah sesuai UMP tahun 2018. “Tenaga kerja juga kita minta pro aktif melapor ke Disnakertrans, sehingga cepat ditangani,” pintanya.

Baca Juga :  Soal UMP, Apindo dan Serikat Buruh NTB Beda Pendapat

Lebih jauh Wildan menerangkan, selama ini pihak pengusaha salah kaprah tentang pemberlakuan UMP. Dimana penerapan UMP dianggap sebagai gaji minimal yang diberikan kepada tenaga kerjanya yang sudah bekerja bertahun-tahun lamanya.

Padahal, UMP minimal Rp1.825.000 itu diberikan karyawannya yang baru masuk kerja di bawah 1 tahun. Dengan demikian, jika karyawannya masa kerja lebih dari 1 tahun, maka tentunya gaji harus lebih besar dari itu, dan disesuaikan dengan masa kerja, serta prestasinya dalam perusahaan. “Kita juga minta laporan dari asosiasi, kalau ada buruh yang menerima gaji di bawah UMP,” tandasnya.

Sementara Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi NTB, Yustinus Habur, meminta pemerintah daerah untuk mulai aktif turun ke perusahaan, memantau dan mengawasi pelaksanaan penerapan UMP tahun 2018. Kebijakan UMP tahun 2018 yang telah ditetapkan, tidak ada satupun perusahaan yang mengajukan penangguhan, sehingga perusahaan tersebut wajib membayar gaji karyawannya sesuai UMP.

“Para pekerja tidak berani melapor, karena takut di PHK (pemutusan hubungan kerja). Maka itu, Disnakertrans sudah semestinya aktif turun mengawasi penerapan UMP di perushaaan,” pintanya.

Ditambahkan, sudah semestinya pemerintah daerah menjalankan UU tentang ketenagakerjaan dengan lebih pro aktip melakukan pengawasan dan pemantauan ke perusahaan, bahkan turun melakukan investigasi. Tak seperti sekarang ini, hanya sebatas menunggu laporan saja dari pekerja.

“Pemerintah itu harus tegas dan berani. Kalau perusahaan tidak mau membayar gaji karyawan sesuai UMP, pidanakan perusahaan itu sesuai UU yang berlaku,” tegas Yustinus.

Baca Juga :  Pengusaha Terpuruk, Apindo Tolak Kenaikan UMP 2019

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 90 ayat 1 dinyatakan secara jelas, bahwa ‘pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang berlaku. Jika ternyata pengusaha membayar upah lebih rendah dari ketentuan diatas, maka tindakan perusahaan/pengusaha tersebut dianggap melawan/melanggar hukum. Maka dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 185 ayat 1 dan 2, yakni sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan /atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana kejahatan.

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB, jumlah penduduk di NTB sekitar 5.177.233 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2.595.639 jiwa dan perempuan 2.581.594 jiwa.  Kondisi perusahaan/industrial di NTB 7.254 buah, terdiri dari perusahaan kecil 6.377 buah (87,91 persen), perusahaan sedang 697 buah (9,60 persen), perusahaan besar 230 buah (3,17 persen).

Jumlah tenaga kerja sekitar 111.239 orang, diantaranya WNI 110.632 orang terdiri dari laki-laki sebanyak 84.300 orang, wanita sebanyak 26.332 orang, WNA (warga negara asing) sebanyak 607 orang, diantaranya laki-laki 462 orang dan wanita 145 orang.

Sementara itu, jumlah perusahaan yang harus ikut dalam program Jamsostek sebanyak 7.254 dengan tenaga kerja sebanyak 100.204 orang. Adapaun perusahaan yang wajib itu adalah 7.254 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 100.204 orang, perusahaan aktip sebanyak 1.596 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 25.318 orang . selanjutnya perusahaan yang belum sebanyak 5.658 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 74.886 orang. (luk)

Komentar Anda