MATARAM — Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Triwulan I Tahun 2025 mencatatkan laju pertumbuhan yang melambat. Hal ini sejalan dengan tren nasional dan tekanan global yang masih membayangi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kontraksi secara tahunan (year-on-year) sebesar 1,47 persen. Meskipun jika komponen pertambangan bijih logam dikeluarkan, ekonomi NTB justru mencatatkan pertumbuhan positif yang cukup tinggi, yaitu sebesar 5,57 persen.
“Sejalan dengan itu, kontraksi secara agregat disebabkan oleh penurunan aktivitas produksi di sektor pertambangan seiring dengan berkurangnya volume ekspor konsentrat dan fluktuasi harga komoditas global,” Kata Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTB, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan, Ratih Hapsari Kusumawardani, kemarin.
Di sisi lain, sektor pertanian, perdagangan, serta akomodasi dan makanan-minuman masih menunjukkan ketahanan moderat, ditopang oleh permintaan domestik dan momentum libur keagamaan selama triwulan I Tahun 2025. Sektor industri juga menguat secara signifikan sejalan mulai beroperasinya smelter.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama, didukung meningkatknya mobilitas masyarakat seiring libur tahun baru serta pergeseran libur Ramadan dan Idulfitri ke triwulan I. Daya beli masyarakat tetap terjaga didukung berbagai insentif Pemerintah melalui pemberian THR dan berbagai stimulus fiskal, seperti diskon tarif listrik, PPN DTP properti, serta PPh 21 DTP sektor padat karya.
Selama triwulan I, melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), tingkat inflasi mampu dijaga di dalam rentang 1% plus minus 1%. Memasuki Triwulan II 2025, perekonomian dan fiskal NTB berpotensi terdorong oleh sejumlah faktor positif. “Kebijakan pembukaan blokir anggaran memungkinkan percepatan belanja pemerintah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” tambahnya.
Di sisi lain, harga emas global yang masih relatif tinggi berpeluang meningkatkan ekspor dan pendapatan daerah dari royalti tambang, terutama Batu Hijau di Sumbawa Barat. NTB juga akan memasuki musim panen tembakau pada Juni hingga Agustus 2025 mendatang yang diharapkan meningkatkan pendapatan petani, konsumsi lokal, dan penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
Selain itu, percepatan penyaluran Dana Desa, DAK Fisik, serta bantuan sosial seperti PKH dan BPNT diperkirakan akan menjaga daya beli masyarakat, terutama di desa-desa, sekaligus menopang stabilitas ekonomi dan ketahanan fiskal daerah.
Kendati demikian Ratih menegaskan bahwa Kinerja APBN NTB terus berjalan on-track. Memasuki awal triwulan II Tahun 2025, penerimaan negara di wilayah NTB telah mencatatkan realisasi sebesar 24% dari target tahunan, sedangkan belanja negara terus diakselerasi dan telah direalisasikan sebesar 29% dari pagu.
Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp1.033,32 miliar, atau 24,02% dari target APBN. Penerimaan Pajak mencapai Rp721,33 miliar (20,30% dari target APBN). “Kinerja positif penerimaan pajak tersebut didukung oleh kepatuhan pembayaran pajak oleh wajib pajak badan, karyawan, maupun nonkaryawan,” bebernya.
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp42,77 miliar (33,08% dari target APBN). Realisasi Bea Masuk didorong masuknya komoditas impor terutama untuk memenuhi kebutuhan peralatan smelter, sementara Bea Keluar tetap mencatatkan penerimaan (kekurangan Penerimaan Bea Keluar Desember 2024), meskipun target pada tahun 2025 nihil.
Di sisi lain, Penerimaan Cukai terus dimanfaatkan sebagai tools pemerintah mengendalikan konsumsi masyarakat atas komoditas yang perlu ditekan konsumsinya, seperti hasil tembakau dan minuman mengandung etil alkohol.
Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp284,04 miliar (45,77% target APBN). Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Provinsi Nusa Tenggara Barat bersumber dari berbagai jenis layanan publik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah pusat dan satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU).
“Secara umum, pendapatan ini mencakup PNBP dari layanan administrasi dan perizinan yang diberikan kepada masyarakat, serta penerimaan dari layanan jasa, pendidikan, dan kesehatan yang dikelola oleh BLU, seperti rumah sakit milik instansi vertikal dan perguruan tinggi negeri,” paparnya.
Realisasi Belanja Negara mencapai Rp7.998,89 miliar (29,05% dari pagu APBN). Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) terealisasi Rp1.802,94 miliar (24,16% dari pagu), diarahkan untuk mendukung berbagai sektor kehidupan masyarakat, dengan rincian di antaranya untuk sektor pendidikan (Rp566,76 miliar), sektor ekonomi (Rp185,52 miliar), sektor kesehatan (Rp65,90 miliar), dan sektor agama (Rp63,54 miliar). Transfer ke Daerah (TKD) terealisasi Rp6.195,95 miliar (30,87% dari pagu).
Kinerja penyaluran DAU, DBH, Dana Desa, dan DAK fisik, lebih baik dari tahun sebelumnya, seiring perbaikan kinerja pemenuhan syarat salur oleh pemerintah daerah serta kenaikan pagu dibanding tahun sebelumnya.
Melalui komponen DBH, pemerintah pusat telah menyalurkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam (Rp1,85 triliun) serta pemungutan pajak yang dilakukan di Provinsi NTB (Rp1,08 triliun).
Di sisi lain, melalui komponen Dana Desa, 968 desa di lingkup Provinsi NTB yang telah memenuhi syarat salur telah mendapatkan penyaluran dana desa total Rp551,86 miliar dengan pemanfaatan yang ditujukan untuk penanganan kemiskinan ekstrem melalui BLT Desa, dukungan program ketahanan pangan, hingga pengembangan potensi dan keunggulan desa.
Hingga akhir April 2025, pemerintah pusat telah menggelontorkan belanja bantuan sosial di Provinsi NTB untuk membantu masyarakat rentan. Program-program seperti PKH, BPNT, dan bantuan sosial lainnya terus disalurkan kepada kelompok masyarakat rentan guna menjaga daya beli dan mengurangi tekanan ekonomi, terutama di tengah dinamika perekonomian regional.
Penyaluran bansos yang telah dilakukan sampai dengan bulan April antara lain Bantuan Pangan Non-Tunai sebesar Rp301,88 miliar, Program Keluarga Harapan sebesar Rp222,43 miliar, Bansos Atensi YAPI sebesar Rp28,15 miliar, serta Bantuan Langsung Tunai Dana Desa sebesar Rp42,07 miliar.
Sebagai kesimpulan, hingga 30 April 2025, peran APBN terus dioptimalkan untuk melindungi masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB kuartal I tetap positif sebesar 5,57% jika mengeluarkan komponen pertambangan bijih logam, menandakan kegiatan ekonomi nontambang masih resilien.
“Kinerja APBN terjaga on-track, dengan belanja yang efisien dan meningkat, serta pendapatan yang membaik. APBN terus dioptimalkan peranannya sebagai instrumen stimulus perekonomian dan shock absorber dalam menjaga perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya. (rat)