MATARAM — Pernyataan Ketua DPRD Provinsi NTB, Baiq Isvie Rupaedah
yang khawatir jika dana alokasi khusus (DAK) 2024 penuh dengan keriuhan
seperti saat ini, maka pemerintah pusat bisa saja melakukan evaluasi pemberian DAK pada Provinsi NTB
di tahun berikutnya, ditanggapi oleh ketua inisiator hak interpelasi DAK,
Hamdan Kasim.
Hamdan mengatakan, pernyataan
Ketua DPRD Provinsi NTB tersebut tidak rasional. Sehingga bahaya apabila menjadi konsumsi publik. “Ini tidak
rasional (pernyataan Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaedah, red),” kata politisi Partai Golkar ini, Kamis kemarin (6/2).
Ditegaskan Hamdan, penggunaan hak
interpelasi untuk mengusut skandal pengelolaan DAK 2024, tidak akan mengganggu proses pemberian dan penyaluran DAK pada periode berikutnya, baik dari sisi jumlah dan sebagainya.
Pasalnya, daerah penerima DAK itu sudah diatur, dan semua sudah ada kriterianya sendiri dari Pemerintah Pusat. Penyaluran DAK merupakan wewenang dari Pemerintah Pusat. Sebab itu, dipastikan pemberian dan penyaluran DAK tidak ada hubungan dengan hak interpelasi DAK itu yang saat ini sedang diperjuangkan.
Apakah nanti terjadi pengurangan,
penambahan, atau tidak disalurkan
sama sekali DAK periode berikutnya ke daerah. “Jangan memprovokasi publik dengan pernyataan yang tidak rasional,” ucap Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD NTB tersebut.
Hamdan kemudian membeberkan,
setidaknya ada tiga kriteria daerah
penerima DAK dari Pemerintah Pusat,
yakni pertama, mengacu pada kemampuan daerah. Kedua, kebutuhan daerah atau kebutuhan khusus daerah, misalnya persoalan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Dan ketiga, daerah tersebut masuk kategori prioritas nasional, baik dari sisi pengembangan ekonomi, pariwisata dan sebagainya.
Dia menambahkan, ada juga kriteria teknis yang harus dipenuhi daerah
penerima DAK tersebut. Demikian pada aspek pengawasan, apabila terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan DAK dan ditemukan terjadi penyimpangan, maka pemerintah akan mengevaluasi DAK tersebut. Namun hal itu menurutnya tidak akan mengakibatkan DAK dikurangi atau diberhentikan penyaluran ke daerah pada periode berikutnya. “itu menyesatkan publik.
Tidak ada kaitannya dengan aspek pengawasan,” tandas Hamdan.
Ketua DPRD NTB Hamdan juga menyoroti pernyataan
yang mengatakan bahwa kisruh pengelolaan DAK ini biarkan menjadi ranah komisi-komisi di DPRD NTB dalam melakukan pengawasan, tanpa perlu ada penggunaan hak interpelasi. Dia justru menilai terjadi kekeliruan persepsi dari pernyataan Ketua DPRD NTB tersebut.
Dia mengatakan, Ketua DPRD NTB seharusnya bisa membedakan mana hak anggota Dewan dan fungsi anggota dewan.
Hak interpelasi itu adalah hak yang melekat pada masing-masing anggota, dan hal itu merupakan hak istimewa yang sudah diatur dalam Undang-undang.
Sedangkan fungsi yang melekat pada
lembaga DPRD, misalnya fungsi legis
lasi, anggaran, dan fungsi pengawasan. “Kalau hak itu memang istimewa yang melekat pada masing-masing anggota dewan seperti hak interpelasi, hak
angket, dan menyatakan pendapat,”
tandasnya. (yan)