PERNIKAHAN USIA DINI DI LOMBOK DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH SETEMPAT

Oleh : Putri Martediyana Mahasiswi Semester 2 Hubungan Internasional Universitas Mataram

Pernikahan yang terjadi di kalangan anak usia dini terus terjadi setiap tahunnya di berbagai daerah di NTB terutama di Lombok. Tiap tahun angka pernikahan anak usia dini terus menempati angka yang tidak sedikit, seperti pada tahun 2020 di mana pada awal tahun tersebut Indonesia tak terkecuali Lombok, tengah dilanda pandemi Virus Corona (Covid-19). Adanya virus tersebut mengakibatkan seluruh kegiatan proses belajar mengajar yang semula dilakukan di sekolah, kini digantikan dengan menggunakan media daring atau online yang dapat diakses melalui gadget sehingga proses belajar mengajar dilakukan di rumah masing-masing. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya minat belajar siswa dikarenakan proses belajar yang dilakukan di rumah dan menggunakan gadget, sehingga siswa tidak fokus dalam menerima pelajaran dan memilih untuk bermain game atau bahkan menghubungi kekasihnya. Hal ini dapat terjadi karena prosesnya online sehingga guru tidak dapat sepenuhnya memantau anak didiknya, serta juga orang tua yang kurang dalam membimbing dan mengawasi proses belajar anak.

Berkurangnya minat belajar serta kejenuhan siswa terhadap belajar online mengakibatkan sejumlah siswa di Lombok memilih untuk menikah di tengah-tengah masa sekolahnya. Seperti yang terjadi di Lombok Tengah, tepatnya di Desa Aiq Berik Kecamatan Batu Kliang Utara. Pernikahan dini ini terjadi pada siswa SMP yang dimana lelaki (S) berusia 17 tahun dan perempuan (ES) berusia 15 tahun, mereka memutuskan untuk menikah lantaran bosan dalam belajar online di rumah karena Covid-19 tersebut. Tak hanya menikah dini karena alasan bosan sekolah dari rumah, pernikahan dini juga dapat terjadi karena masih kurangnya pengetahuan dari orang tua akan tindakan menikahkan anak mereka yang masih di bawah umur.

Seperti kasus pernikahan dini antara (Su) laki-laki yang berusia 16 tahun dengan (NH) perempuan berusia 12 tahun yang terjadi di Lombok Tengah juga tepatnya di desa Pengenjek Kecamatan Jonggat. Dua anak di bawah umur tersebut dinikahkan lantaran orang tua NH yang keberatan karena sang anak yang pulang terlambat setelah pergi berkencan dengan Su hingga petang hari, orang tua NH menuntut untuk anaknya dinikahkan oleh Su hingga akhirnya keduanya melangsungkan pernikahan di desa setempat.

Total perkawinan anak di Lombok pada tahun 2020 dari Januari hingga Desember menurut data dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB sebanyak 334 kasus, Kota Mataram dengan total 8 kasus, Lombok Barat-Lombok Utara dengan 135 kasus, lalu Lombok Tengah dengan 148 kasus, kemudian Lombok Timur dengan 43 kasus. Total perkawinan anak di tahun 2020 ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan total perkawinan anak di tahun 2019.

Baca Juga :  Jabatan Fungsional Pengelolan Keuangan APBN sebuah Kesempatan dan Tantangan bagi ASN

Pada tahun 2019 dari Januari hingga Desember memiliki total sebanyak 139 kasus, Kota Mataram dengan total 6 kasus, Lombok Barat-Lombok Utara dengan 69 kasus, Lombok Tengah dengan 33 kasus, diikuti Lombok Timur dengan 31 kasus. Kenaikan jumlah total perkawinan anak dari tahun 2019 ke 2020 ini memiliki kenaikan angka yang tinggi dari 139 ke 334 kasus. Hal ini juga disebabkan karena pada tahun 2020 adanya pandemi virus Corona yang mengakibatkan sekolah tatap muka diberhentikan sementara dan digantikan dengan sistem daring atau online yang dilaksanakan di rumah masing-masing.

Adanya kebijakan tersebut mengakibatkan siswa lama kelamaan merasa bosan dengan belajar daring sehingga menyalahgunakan gadget mereka yang seharusnya digunakan untuk belajar namun nyatanya digunakan untuk chattingan dengan kekasihnya, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa untuk menikah di usia dini.

Dengan semakin tingginya angka pernikahan anak usia dini ini disikapi Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat mengesahkan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) menjadi Perda (Peraturan Daerah) mengenai pencegahan perkawinan anak pada 29 Januari 2021 lalu. Pemerintah berharap dengan disahkannya Perda ini dapat menekan laju tingginya pernikahan anak usia dini di NTB. Dalam  Perda tersebut juga terdapat peraturan berupa sanksi pidana bagi setiap orang yang melanggar peraturan tersebut, dan juga terdapat penghargaan bagi setiap orang yang dengan mampu mencegah ataupun menekan angka pernikahan anak usia dini. Dengan begitu diharapkan agar seluruh masyarakat dapat ikut serta  berkontribusi mencegah pernikahan dini  dengan serius. Selain itu, tidak menyepelekan atau tidak peduli dengan pernikahan yang terjadi pada anak di bawah umur.  Kebijakan-kebijakan yang ada, tidak akan dapat berjalan dengan lancar apabila masih kurangnya kontribusi dan kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk mencegah dan menghalau pernikahan anak di bawah umur terjadi di daerah mereka. Terlepas dari kontribusi masyarakat luas, peran keluarga terutama orang tua juga sangatlah penting dalam mencegah kasus pernikahan dini. Pernikahan di bawah umur tidak akan sepenuhnya dapat terjadi apabila orang tua dengan tegas melarang dan tidak memberi restu .

Baca Juga :  NTB Zerowaste: Antara Buang Anggaran dan Secercah Harapan

Pernikahan anak usia dini juga memiliki banyak dampak seperti kemiskinan yang bisa saja terjadi karena belum siap untuk mencari nafkah. Lalu belum siap untuk membina rumah tangga dengan baik dan bijak sehingga dapat mengakibatkan perceraian. Kematian yang rentan terjadi pada ibu dan anak karena masih kurang matangnya organ reproduksi pada anak di bawah umur, dan masih banyak lagi dampak lainnya.

Untuk menindak lanjuti faktor-faktor penghambat terlaksanamya Perda (Peraturan Daerah)  ini, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi yang massif kepada masayarkat, orang tua, dan juga anak-anak muda tak terkecuali anak-anak dibawah umur untuk dapat mendapat pengetahuan dan membuka pikiran serta wawasan mereka terhadap pentingnya menaati peraturan yang telah ditetapkan pemerintah guna untuk kebaikan bersama. Dan juga untuk membangun kesadaran dalam masing-masing diri masyarakat untuk menjaga lingkungan mereka dari kebiasaan membiarkan atau mewajarkan terjadinya pernikahan di bawah umur.

Selain itu juga untuk para orang tua agar memiliki wawasan akan pentingnya menjaga anak dari pernikahan dini karena hal tersebut bukanlah suatu prestasi, sehingga para orang tua harus menjaga dan menindak dengan tegas jikalau anak mereka akan melakukan pernikahan dini. Karena peran orang tua merupakan hal yang paling utama dalam kasus ini, karena orang tua ialah yang menjadi tanggung jawab dalam menjaga putra putri mereka dalam pergaulan bebas serta pernikahan di usia dini.

Kemudian penting juga untuk melakukan sosialisasi pada anak-anak agar terhindar dari pergaulan bebas dan memberikan mereka pengetahuan mengenai sex education atau pendidikan seks dari sejak usia muda agar mereka dapat mengetahui dan mengenali fungsi tubuh mereka., Dengan begitu anak akan menjaga tubuh mereka terutama pada organ reproduksi karena anak telah dibekali pengetahuan bahwa penting untuk menjaga diri dari pergaulan bebas serta tidak baik melakukan pernikahan di bawah umur. Di usia muda  diisi dengan giat belajar, sekolah tinggi dan menggapai cita-cita, serta membanggakan orang tua adalah hal yang patut dilakukan di masa muda.(*)

Komentar Anda