MATARAM – Ketegangan geopolitik dunia, mulai dari konflik Rusia-Ukraina, perang Israel-Palestina, hingga memanasnya hubungan Iran dan Israel, serta terlibatnya Amerika Serikat, berpotensi menekan perekonomian nasional dan daerah. Namun, Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai bisa mengantisipasi dampak tersebut bila memiliki ekosistem keuangan dan ekonomi lokal yang tangguh.
Pengamat Ekonomi sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Prof. Riduan Mas’ud, membeberkan langkah-langkah strategis untuk meminimalisir dampak ekonomi perang di NTB. Menurut Prof. Riduan, kunci utama dalam membentengi diri dari gejolak ekonomi akibat konflik internasional adalah menciptakan dan memperkuat ekosistem keuangan dan ekonomi di tingkat daerah.
“Mengapa ekosistem ini penting? Karena dana atau uang dan aktivitas ekonomi itu akan berpindah dari satu pihak ke pihak lain. Perpindahan dana saat ini sangat cepat dari akun ke akun,” jelas Prof. Riduan, Jumat (20/6).
Prof. Riduan mencontohkan ekosistem keuangan daerah yang kuat, seperti transaksi pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) antar rekening Bank NTB Syariah. Pembayaran dan penerimaan uang transaksi bisa dilakukan antar QRIS Bank NTB Syariah pembeli ke QRIS Bank NTB Syariah penerima. Pola ini juga bisa diterapkan dengan lembaga-lembaga keuangan lokal lainnya di NTB.
“Dengan demikian, kita sama-sama menjaga uang itu supaya tetap mengendap di daerah, tidak keluar,” katanya.
Oleh karena itu, Prof. Riduan menekankan pentingnya membangun sektor keuangan daerah di mana setiap transaksi pembayaran di NTB sebisa mungkin melibatkan bank-bank daerah, seperti Bank NTB Syariah dan BPR NTB. Langkah ini bertujuan menjaga pondasi ekosistem keuangan daerah agar dana yang berputar tetap berada di dalam wilayah NTB.
“Jadinya mau ada perang dan lainnya, imbasnya itu akan kecil. Karena di daerah ini uang yang berputar itu besar jadinya,” ujarnya.
Prof. Riduan menyoroti fenomena masyarakat lokal yang cenderung menyimpan dana di bank-bank internasional atas dasar gengsi, atau melakukan transaksi keuangan menggunakan QRIS bank-bank internasional. Ini justru melemahkan ekosistem keuangan daerah karena uang yang tadinya ada di daerah, secara otomatis akan keluar.
“Maka itu, cintai lembaga-lembaga keuangan yang ada di daerah kita dengan memanfaatkannya untuk bertransaksi keuangan,” tambahnya.
Selain penguatan ekosistem keuangan, Prof. Riduan juga menekankan pentingnya memperkuat ekosistem ekonomi lokal. Hal ini dapat diwujudkan dengan memprioritaskan pembelian produk-produk lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kata kunci mengapa dampak perang kita khawatirkan berimbas ke daerah kita? Karena kita ketergantungan kebutuhan dari luar. Semua tergantung luar. Bayangkan kalau kita membeli dan mengkonsumsi kentang kemasan dari Sembalun, kita tidak akan terlalu memikirkan dampak perang,” paparnya.
Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi daerah, Prof. Riduan mendorong peningkatan produksi kebutuhan dari hulu hingga hilir di NTB serta memberikan sentuhan akhir pada komoditas lokal agar lebih menarik bagi konsumen.
Lantas, siapa yang memiliki peran sentral dalam menginisiasi dan menguatkan ekosistem ini? Prof. Riduan dengan tegas menyebutkan Pemerintah Daerah (Pemda).
“Pertama soal ekosistem keuangan, Pemda harus menempatkan dana-dananya di bank daerah. Gunakan jasa-jasa bank daerah. Supaya kita bisa menjaga dana-dana ini dan meminimalisir aliran dana ke luar,” katanya.
Dengan menumpuknya dana di bank-bank daerah, lanjut Prof. Riduan, bank-bank tersebut akan memiliki kapasitas untuk menyalurkan kembali dana murah kepada masyarakat, sehingga menggerakkan roda perekonomian daerah.
“Kedua, soal ekosistem ekonomi lokal, bagaimana kita semua mencintai dan memprioritaskan belanja produk lokal untuk memenuhi kebutuhan. Supaya ekonomi lokal bisa terjaga,” pungkas Prof. Riduan. (luk)