Perkosa Anak Kandung, Ayah Bejat Divonis 19 Tahun

Dwi Dutha Arie Sampurna (M Haeruddin/Radar Lombok )

PRAYABudi Hari Cahyadi tampaknya akan menghabiskan masa tuanya di dalam penjara. Pria 57 tahun asal Desa Jago Kecamatan Praya ini divonis 19 tahun penjara setelah terbukti memerkosa dua orang anak kandungnya. Budi Hari Cahyadi juga harus dikenakan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurang penjara.

Hukuman ini harus diterima Budi Hari Cahyadi setelah majelis hakim, Dewi Farida mengetuk palu di meja sidang, Senin (25/7). Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim bahkan jauh lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Praya. Di mana JPU sebelumnya menuntut Budi Hari Cahyadi dengan tuntutan 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 2 miliar subsider 6 bulan kurangan penjara.

JPU terdakwa, Dwi Dutha Arie Sampurna menyatakan, terdakwa kasus pemerkosaan tersebut sudah divonis bersalah oleh majelis hakim. Pihaknya juga tidak menafikan jika vonis penjara yang diberikan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan JPU sebelumnya yang menuntut selama 15 tahun. “Sudah putus tadi dengan pidana penjara 19 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti pidana penjara selama enam bulan. Jadi pasal yang terbukti sesuai dengan tuntutan,” ungkap Dwi Dutha Arie Sampurna kepada Radar Lombok, Senin (25/7).

Hal yang memberatkan terdakwa karena perbuatan terdakwa mengakibatkan trauma yang mendalam pada diri anak atau korban. Terdakwa telah terbukti menyetubuhi kedua anak kandungnya. Perbuatan terdakwa berakibat merusak masa depan anak dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, terdakwa melakukan perbuatan tersebut secara terus menerus dan berulang kali kepada anaknya. “Perbuatan terdakwa selain bertentangan dengan norma- norma hukum adalah juga bertentangan dengan norma-norma agama dan kesusilaan yang hidup di masyarakat. Perbuatan terdakwa juga tidak dimaafkan oleh kedua anaknya, karena terdakwa merupakan ayah kandung korban yang senyatanya harus menjaga dan merawat serta memberikan contoh yang baik pada anak-anaknya,” terangnya.

Baca Juga :  Pembangunan RS Kopang Diproyeksikan Telan Rp 70 Miliar

Di satu sisi keadaan yang meringankan terdakwa karena terdakwa tidak pernah dihukum, sehingga menimbang berdasarkan pertimbangan mengenai keadaan. Yang meringankan terdakwa dan dikaitkan pula dengan tujuan penjatuhan pidana bukanlah untuk balas dendam, melainkan semata-mata bertujuan untuk menjadikan pelaku di kemudian hari tidak lagi terus mengulangi perbuatan yang sama, sehingga menjadikan pribadi yang baik dan berguna. “Maka majelis hakim berpendapat bahwa tentang lama pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa telah mencerminkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi terdakwa sesuai dengan tindak pidana yang telah diperbuatnya,” tegasnya.

Dutha menyatakan, terdakwa terbukti melanggar aturan yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 76d Undang-Undang RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto 81 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. “Sebelumnya memang kita tuntut dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi masa penahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp 2.000.000.000 subsidiar 6 bulan kurungan,” terangnya.

Baca Juga :  Kader NWDI Berjamaah Tinggalkan Nasdem

Kasus yang menimpa para korban bermula dari anak pertama terdakwa inisial RHFD mengalami pemerkosaan dari tahun 2009-2013. Saat pemerkosaan pertama, korban diketahui masih berumur 15 tahun. Anak pertama diperkosa sejak masih duduk di bangku SMP hingga kelas 1 SMA.

RHFD sempat berhenti diperkosa terdakwa setelah RHFD menikah dan dan tinggal bersama suaminya. Setelah RHFD menikah, terdakwa melampiaskan nafsu bejatnya kepada anak kandung yang kedua berinisal RH atau adik dari RHFD dan itu berlangsung dari tahun 2020-2021. Karena anak pertama ada masalah keluarga dengan suaminya, maka anak pertama kembali ke rumah terdakwa dan saat kembali inilah korban (anak pertama, red) kembali diperkosa.

Terdakwa mengaku aksi yang dilakukan ini karena terdakwa merasa kesepian, karena istri terdakwa pergi menjadi tenaga kerja wanita (TKW) ke Malaysia. Istri terdakwa ini sempat pulang kampung namun kembali merantau. Di satu sisi juga terkuak selama ini terdakwa dalam mendidik anaknya sangat keras dan sering memukul. Sehingga anak mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Kasus ini kemudian terungkap saat anak pertama terdakwa menangis dan menceritakan pengalaman yang dialaminya kepada anak kedua terdakwa. Namun ternyata anak kedua dari terdakwa juga ikut menangis, karena ternyata mengalami nasip serupa. Akhirnya kedua anak terdakwa ini melapor ke paman mereka dan paman mereka akhirnya melapor ke Polres Lombok Tengah. (met)

Komentar Anda