Perjuangan Tia Sasmita Sari Melawan Tumor Rahang

Berharap Sembuh dan Bisa Kembali Sekolah

Perjuangan Tia Sasmita Sari Melawan Tumor Rahang
TUMOR: Tia Sasmita Sari, penderita tumor rahang, yang berharap sembuh dari penyakitnya, dan bisa bersekolah kembali. (IRWAN/RADAR LOMBOK)

Tidak ada manusia yang sempurna, dan hidup adalah anugerah. Kalimat ini seolah menjadi motivasi bagi Tia Sasmita Sari, remaja belia yang menderita tumor rahang, untuk terus berupaya melawan penyakitnya.


JANWARI IRWAN – LOTIM


DIBALIK kerudung warna biru, senyum Tia, sapaan akrabnya, tampak sumringah ketika disambangi oleh Radar Lombok di kediamannya.Namun sayang, senyum manis itu perlahan memudar. Lantaran Tia menderita tumor kanker yang menyerang bagian rahangnya. Bahkan menurut Suharyani, Bibi Tia, penyakit kanker yang diderita keponakannya itu kini sudah membesar di sekitar mulutnya, dan menutupi bagian leher, pipi, hingga setengah bibirnya.

“Dua tahun terakhir ini dia jarang bergaul. Dia lebih senang berdiam di dalam kamar saja, membaca, sholat wajib, hingga sunah, dan mengaji,”  tutur Suharyani, Selasa kemarin (17/10).

Awalnya Tia sendiri sebenarnya tidak mau menemui penulis, karena merasa malu dan minder dengan penyakit yang diderita. Namun setelah diyakinkan, bahwa kehadiran media adalah untuk membantunya, agar mendapat perhatian pemerintah terkait penyakitnya, barulah dia dengan malu-malu akhirnya keluar juga dari kamarnya.

Sambil menutupi penyakit tumor yang mulai membengkak menutupi wajahnya, Tia kemudian menuturkan bagaimana awal mula penyaklit ini dideritanya. “Awalnya ini hanya kecil. Ada gigi yang tumbuh di bagian gusi yang membuat pembengkakan di pipi seukuran biji salak. Itu sejak saya duduk di bangku SD kelas 6,” tuturnya pelan.

Baca Juga :  Cerita Praka Muhammad Nujum Bertugas di Darfur Sudan

Karena tidak merasakan sakit, maka dia pun tidak terlalu menghiraukan. Tia saat itu berpikir kalau ini akan bisa sembuh dengan sendirinya. Sayangnya, bukannya membaik, benjolan di pipinya itu justeru semakin besar.

Hingga kemudian diperiksakan ke rumah sakit, dan mengetahui kalau itu adalah bagian dari tumor rahang. Beruntung, dia terdaftar sebagai peserta JKN KIS BPJS Kesehatan. “Saya di operasi sekitar tahun 2013 lalu di Bali saat masih SMP. Namun bukannya sembuh, tapi malah semakin membengkak. Tak berselang lama setelah itu, saya pun dibawa kembali untuk melakukan operasi di RS Sanglah Bali,” tuturnya.

Meskipun telah dilakukan beberapa kali operasi, dengan cara mencabut giginya, namun tumor rahang yang dideritanya itu tak kunjung sembuh, dan terus membesar. “Awalnya benjolan ini terjadi di dekat gigi, sehingga dokter mengoperasi dengan cara mencabut giginya. Tapi kemudian tumbuh lagi di gigi depan, dan kembali di operasi,” sambung Nuraini, kakak Tia.

Dengan semakin membesarnya tumor rahang adiknya tersebut, membuat proses belajar di sekolah Tia menjadi terganggu. Padahal anak ketiga dari 6 bersaudara ini dikenal pintar oleh masyarakat dan guru-gurunya. Bahkan pada saat masih duduk di bangku MTs (Madrasah Tsanawiyah), Tia sempat menjadi utusan sekolah dalam lomba Mipa, dan berhasil menjadi juara 1 tingkat kabupaten dalam pelajaran fisika.

Baca Juga :  Tingkah Siswa-Siswi Smp Saat Imunisasi Measles Rubella

“Meski menjadi anak yatim, namun semangat belajar anak ini sungguh luar biasa. Hanya karena kondisi penyakit yang dideritanya itu, sekarang adik saya ini terpaksa harus menganggur, dan hanya bisa berdiam di dalam rumah saja,” cerita Nuraini sedih.

Tia sendiri berhenti sekolah tahun 2015 lalu, yakni ketika telah duduk di bangku MA (Madrasah Aliyah). Saat itu kondisi tumor yang dideritanya seringkali mengeluarkan darah dari mulutnya. Sehingga Tia pun sering tidak masuk sekolah, dan akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. “Dia berhenti karena keseringan tidak masuk sekolah, dan tumornya terus membesar. Entah nanti kalau sudah sembuh kita usahakan untuk masuk sekolah lagi,” ujarnya pasrah.

Meski Tia telah berhenti sekolah, namun dia tetap belajar dengan membaca apapun jenis buku bacaan, terutama yang berkaitan dengan fisika. Karena cita-cita Tia sendiri ingin menjadi seorang dosen fisika.

“Kalau dulu semangat belajarnya tidak ada, demikian semangat berobat, juga tidak ada. Tapi sekarang semangat berobatnya sangat tinggi. Makanya kita akan kembali membawanya ke Bali. Saat ini masih dalam proses, dan semoga saja dipercepat,” harap Nuraini. (*)

Komentar Anda