Peran Calo CPMI Ilegal Tujuan Polandia Dibongkar

DIHADIRKAN: Tiga tersangka calo CPMI ilegal saat dihadirkan dalam konefrensi pers di Mapolda NTB. (ABDURRASYID EFENDI/RADAR LOMBOK)

MATARAM–Polda NTB berhasil mengungkap peran tiga calo asal Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) yang merekrut calon pekerja migran Indonesia (CPMI) secara ilegal.

Ketiga tersangka itu berinisial PJ (47) asal Desa Batu Tulis, Kecamatan Jonggat, selaku perekrut para CPMI, MN (42) asal Desa Jurang Jeler, Kecamatan Praya Tengah selaku orang yang melakukan kegiatan administrasi sekaligus melaksanakan pelatihan. Kemudian HJ (48) asal Desa Jurang Jeler, Kecamatan Praya Tengah, selaku pengurus administrasi dan yang menjanjikan korban untuk berangkat ke Polandia dan juga yang mengurus paspor. “Ketiga tersangka memiliki peran yang berbeda,” terang Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto kepada awak media saat menggelar konferensi pers di Mapolda NTB, Kamis (2/6).

Dijelaskan, CPMI yang melayangkan laporan sebayak 53 orang, namun yang diperiksa sebanyak 13 laporan, karena disertai dengan alat bukti yang lengkap. Adapun 13 CPMI itu berasal dari Lombok Timur, Lombok Barat dan Lombok Tengah. “Dua orang berasal dari Kabupaten Lombok Barat, lima orang dari Kabupaten Lombok Tengah dan enam orang lainnya berasal dari Lombok Timur,” rinci Artanto.

Perekrutan CPMI dilakukan pada April hingga Juni 2021, bertempat di Dusun Jereneng, Desa Batu Tulis. Dalam proses perekrutan ini, setiap korban ditarik uang pendaftaran sebesar Rp 10 juta, dengan tujuan Kanada. Perekrutan ini mengatasnamakan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) bernama PT Yanbu Al Bahar. “Setelah semua korban bersedia menyerahkan dokumen persyaratan serta biaya yang diminta para tersangka, kemudian dilakukan pelatihan skill Bahasa Inggris dengan menggunakan biaya tambahan masing-masing sebesar Rp 2,5 juta, di salah satu Balai Pelatihan yang bertempat di Loteng,” katanya.

Baca Juga :  Warga Lingkar Mandalika Ancam Gelar Unjuk Rasa Saat MotoGP

Pada saat pelatihan bahasa berlangsung, Disnakertrans NTB sempat menyidaknya dan memberitahukan bahwa negera tujuan Kanada tidak memiliki job order (JO) untuk penempatan kerja. “Kemudian para korban ini meminta kejelasan kepada para tersangka,” imbuhnya.

Para tersangka yang tidak kehabisan akal, mengalihkan negara tujuan ke Polandia dan kembali menggunakan P3MI dengan nama PT. MKICRC. Biaya tambahan sebesar Rp 5 juta kembali diminta untuk pengajuan pembuatan visa kerja. “Namun sampai saat ini, para korban belum diberangkatkan ke negara yang dijanjikan,” bebernya.

Barang bukti yang berhasil diamankan ialah 12 kuitansi milik korban sebagai bukti pembayaran working permit, 17 sertifikat pelatihan skil Bahasa Inggris, 17 sertifikat pelatihan table manner dan sembilan paspor milik korban. “Paspor milik korban ini baru, yang dibuatkan oleh tersangka,” katanya.

Sementara, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati menjelaskan, berdasarkan pengakuan tersangka yang berhasil dihimpun, aksinya ini merupakan yang pertama kali. Akan tetapi berdasarkan fakta yang didapatkan, para korban mengenal para tersangka dan mendapatkan informasi bahwa dua dari tersangka dikenal sebagai calo yang bisa memberangkatkan tenaga kerja ke luar negeri. “Sehingga dari fakta itu kita ketahui dari korban, bahwa ini merupakan bukan pertama kali para tersangka melakukan perekrutan kepada CPMI,” sambungnya.

Dikatakan, korban terpikat dengan bujuk rayunya para tersangka ini karena faktor kebutuhan ekonomi. Di samping itu, negara tujuan pertama yang dijanjikan itu Kanada, di sektor perkebunan. Itulah yang membuat para korban sangat tertarik untuk bekerja. “Untuk jumlah gaji yang dijanjikan sebesar Rp 35 juta per bulan untuk per orang,” imbuhnya.

Baca Juga :  Sandiaga Tidak ke Tete Batu, BPPD dan Pelaku Wisata Kecewa

Sejak awal, lanjutnya, bisa diketahui bahwa terjadi ketidaksesuaian dan pelanggaran. Di mana para korban dijanjikan akan bekerja di sektor perkebunan, akan tetapi faktanya para korban dilatih table manner. “Ini dua hal yang sangat berbeda. Itu yang menimbulkan kecurigaan, apalagi pada saat bersamaan ketika pelatihan tidak dilakukan oleh Disnakertrans Provinsi NTB,” tuturnya.

Terkait dengan perusahaan yang tercantum namanya, saat ini masih didalami dan dimintai keterangan dari pejabat yang berkompeten dan berwenang dalam memberikan keterangan. Namun dari fakta yang didapatkan bahwa para tersangka ini hanya mengatasnamakan saja. Sementara untuk legalitas perusahaan yang disebutkan, tersangka menunjukkan sebuah dokumen berupa fotokopi, bahwa dialah pegawai yang diberikan surat perintah oleh perusahaan. “Ini masih dalam proses, masih kita lakukan pendalaman,” katanya.

Adapun ketiganya disangkakan dengan UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Pada Pasal 81 mengatakan penempatan Pekerja Migran Indonesia secara orang perorangan terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda sebesar Rp 15 miliar. “Sedangkan pada UU No 1 Tahun 1946 tentang KUHP, Pasal 55 ayat 1 ke 1 menyatakan mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan,” pungkasnya. (cr-sid)

Komentar Anda