Perambahan Hutan Diperjual Belikan

ILUSTRASI HUTAn

TANJUNG-Perambahan kawasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan masih marak terjadi di Lombok Utara.

Seperti yang ditemukan warga pada akhir November lalu, terdapat puluhan hektar kawasan hutan yang ada di perbatasan Desa Genggelang dan Desa Rempek Kecamatan Gangga, sudah gundul. Setelah hutan dirambah untuk dijadikan kebun, para pelaku kemudian menjual ke oknum masyarakat sehara Rp 20 juta per hektare. “Aksi perambahan hutan dijadikan lahan perkebunan masih ditemukan terjadi. Bahkan lahan yang dirambah sudah mendekati kawasan mata air. Kami lihat langsung banyak bekas-bekas pohon ditebang disana, kayunya tidak diambil masih ada di lokasi,” ungkapnya Rido Kurniawan warga Dusun Busur Desa Rempek, Selasa (6/12).

Pada saat, ia menyusuri kawasan hutan lindung ditemukan sekitar puluhan hektar sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dengan ditanami pohon pisang. Sementara itu, pohon-pohon yang ditebang seperti kepundung dan kelokos dibiarkan tergeletak di sana. Jarak lokasi perambahan sekitar 10 kilometer dari pemukiman warga atau sekitar 300 meter dari mata air Erot dan 100 meter dari mata air Jati yang airnya digunakan masyarakat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Masih maraknya perambahan ini, kata Rido, karena ada oknum yang senagaja menjadikan lahan perkebunan untuk selanjutnya diperjualbelikan ke oknum masyarakat lainnya dengan harga Rp 20 juta per hektar. Setelah dijual, mereka kembali merambah kawasan hutannya. Padahal, pemerintah sudah menyediakan kawasan khusus dan perbatasan untuk tidak diperbolehkan. Untuk tidak diketahui masyarakat, para pelaku menggunakan gergaji kecil. Sehingga tidak ada kedengaran aktivitas perambahan.

Apabila ini dibiarkan, lanjut Rido, menjadi kekhawatiran masyarakat sekitar. Karena debit air di dua mata air itu akan berkurang karena pohon-pohon sebagai penyangga mata air habis ditebang. Yang memanfaatkan mata air itu ada sekitar 800 KK. “Perambahan hutan ini sudah dilaporkan kepada petugas KPH Rinjani Barat secara lisan,” katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala KPH Rinjani Barat Madani Mukarom menyatakan, terkait perambahan kawasan hutan di perbatasan itu ia belum menerima informasinya. “Saya belum terima laporan. Kemungkinan masih di anggota saya, coba nanti saya tanyakan,” terangnya singkat. (flo)