Per Bulan RSUP NTB Kontribusi Rp 8 Miliar untuk Bayar Utang ke PT SMI

RSUP NTB: Setelah dikembangkan, RSUP NTB naik kelas menjadi rumah sakit tipe A, atau rumah sakit rujukan di wilayah Indonesia Timur. Tampak bangunan megah RSUP NTB ketika dilihat pada malam hari. (Dok)

MATARAM — Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi (RSUP) NTB naik kelas menjadi Rumah Sakit Umum Kelas A. Dengan predikat baru ini, otomatis RSUP NTB menjadi rumah sakit rujukan untuk wilayah Indonesia Timur.

Namun di sisi lain, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB pun mempertanyakan kontribusi RSUP NTB yang statusnya sudah naik kelas ini, terhadap pembayaran beban bunga maupun pokok pinjaman Pemprov NTB kepada PT. SMI.

Diketahui, pada tahun 2021 lalu, Pemprov NTB melakukan pinjaman ke PT. SMI sebesar Rp 750 milliar. Dari jumlah pinjaman itu, Pemprov NTB harus membayar bunga sebesar Rp 3,8 milliar di tahun 2023. Dimana uang pinjaman tersebut, untuk membangun RSUP NTB dan jalan provinsi.

Terkait persoalan ini, Direktur Utama RSUP NTB, dr Lalu Herman Mahaputra mengakui kalau RSUP NTB sudah berkontribusi untuk pembayaran utang Pemprov kepada PT.SMI. Dia menegaskan pihak rumah sakit tetap bertanggungjawab terhadap penyelesaian kewajiban Pemprov.
Hanya saja, dr Jack sapaan akrab Dirut RSUP NTB ini mengaku tidak tahu berapa nilai utang Pemprov NTB di PT. SMI untuk pembangunan rumah sakit. Namun yang pasti RSUP NTB sudah membayar sekitar Rp 7 miliar — Rp 8 miliar per bulan untuk sharing penyelesaian kewajiban Pemprov.
“Saya tidak hapal jumlahnya, yang jelas kita mampu untuk mencicil itu. Kita bertanggung jawab soal itu,” tegas dr Jack, saat dikonfirmasi Radar Lombok, Selasa (2/7).

RSUP NTB kata dr Jack, menargetkan pendapatan sekitar Rp 1,2 triliun setiap tahunnya, atau sebesar Rp 100 miliar perbulan. Adapun realisasi pendapatan tahun sebelumnya sekitar Rp 40 milliar perbulan.

“Kemarin diawal bulan kita tembus Rp 50 milliar. Karena ini fluktuatif, kita berharap semua pendukungnya kita benahi. Misalnya penambahan tempat tidur, alur pasien kita perbaiki, jangan sampai pasien terlalu lama di rumah sakit ini juga menjadi catatan untuk bisa pendapatan rumah sakit,” jelasnya.

Namun dr Jack tidak ingin klasifikasi RSUP NTB menjadi tipe A tersebut, dikaitkan dengan utang Pemprov. “Itu yang harus diluruskan. Artinya, klasifikasi itu memang seiring dengan paripurnanya pelayanan. Kalau masalah utang bukan disitu. Jadi untuk pengembangan rumah sakit ini, Pemprov yang berhutang.

Kalau kami pihak rumah sakit, akan menjalankan sesuai dengan komitmen,” tegasnya.
Disampaikan dr Jack, rumah sakit bukan target PAD (pendapatan asli daerah). Namun pengelolaan rumah sakit diberikan secara fleksibel, yang outputn-ya adalah bagaimana memberikan pelayanan paripurna kepada pasien.

“Sekarang RSUP sudah tidak lagi melakukan rujukan ke rumah sakit lain. Kalaupun ada rujukan, jumlahnya juga sangat kecil. Kita tetap akan memaksimalkan RSUP NTB menjadi rujukan utama,” tegasnya.

Di sisi lain menurut dr Jack, harus ada sharing atau subsidi dari Pemprov untuk rumah sakit. Terlebih dengan sudah naiknya status RSUP NTB menjadi tipe A. Artinya, rumah sakit provinsi ini bisa disejajarkan dengan rumah sakit daerah lain yang terkenal seperti RS Soetomo (Surabaya) dan lainnya. “Dengan klasifikasi rumah sakit (Tipe A, red), tentu kita berharap kasus-kasus (penyakit) tidak sampai ada lagi kita merujuk, sesuai arahan dari pimpinan,” katanya.

Belum lagi RSUP NTB sudah banyak menangani sejumlah kasus di NTB, tanpa perlu rujukan ke luar daerah. Justru RSUP melakukan kolaborasi dengan Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo.

“Artinya kita tidak lagi merujuk, tetapi kita yang mendatangkan mereka untuk bisa berkolaborasi. Salah satunya kemarin saya menyaksikan di dalam ruangan OK (operatie kamer/kamar operasi), sudah dilakukan tindakan untuk jantung anak. Jadi ada jantung anak dan dewasa,” bebernya.
Bahkan saat ini kementerian telah memberikan kepercayaan kepada RSUP untuk mendidik dokter spesialis jantung yang melakukan internship.

Beberapa pekan lalu RSUP sudah bertemu dengan tim dari pusat. Harapannya tahun ini RSUP NTB sudah bisa menjadi rujukan semua kasus.
“Tahun ini RSUP bisa menerima mahasiswa terutama spesialis jantung untuk melakukan intervensi. Artinya apa, semua kasus kardiovaskuler kita tidak akan merujuk keluar. Kita akan menangani di NTB,” terangnya.

Subsidi yang dimaksud seperti sharing untuk pembayaran gaji pegawai. Sebab selama ini hanya pihak rumah sakit yang membayar gaji para pegawai. Ditambah lagi subsidi untuk pembayaran operasional seperti listrik dan obat-obatan yang memang sebenarnya harus disubsidi oleh Pemprov.
“Sementara ini kita yang membayar gaji rumah sakit. Dimana-mana rumah sakit itu yang mensusbsidi ialah ownernya, pemiliknya.

Sementara kita paham, pemrov juga tidak tersedia anggaran yang cukup, jadi ya kita berbagi. Tidak mungkin kita tidak membayar gai,” terangnya.
Namun demikian pihak rumah sakit cukup maklum dengan kondisi keuangan pemprov. Sehingga tidak terlalu ngotot untuk meminta subsidi dari pemerintah.

“Jadi kalau ini kita tidak ada masalah karena kita masih mampu. Tapi kita berharap ada subsidi dan memang itu wajib dari pemprov untuk memberikan subsidi gaji,” pungkasnya. (rat)