Ini Penyebab Kematian Gajah Elephant Park Lombok Utara

Penyebab Kematian Gajah Elephant Park
SISA: Dua petugas yang tengah menunggangi dua gajah yang masih dipelihara Lombok Elephant Park. (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

TANJUNG – Seekor gajah taman Lombok Elephant Park (LEP) Dusun Tembobor Desa Sigar Penjalin Kecamatan Tanjung bernama Rambo, dikabarkan mati.

Kematian gajah berusia 50 tahun ini cukup membuat kaget masyarakat mengingat taman gajah ini mulai beroperasi bulan April 2017 silam. Menurut Presiedent Direktur LEP Ketut Suadika, kematian gajah ini murni karena terindikasi mengidap penyakit eosinophil. Yaitu, penumpukan cacing atau parasit pada usus besarnya dan penyakit pada jantung.

Riwayat penyakit gajah yang didatangkan dari Taman Nasional Way Kambas Lampung bulan November 2016 lalu ini, bahkan sudah teridentifikasi sejak 24 November 2017 lalu. Manajemen LEP dan drh Shintia kemudian berupaya menaikkan berat badan Rambo menjadi 3 ton. Hanya saja, pada Desember 2017 kondisi Rambo kembali teridentifikasi terserang penyakit yang sama. Hingga akhirnya Rambo mati pada tanggal 15 Januari2018.

“Rambo ini paling tua di antara tiga gajah lainnya. Dan Rambo memang kurus saat kami bawa dari Taman Nasional Way Kambas. Kondisinya memang waktu itu kurus. Namun sudah sejak mau satu tahun ini Rambo masih bisa bertahan,” terang Ketut didampingi drh Shintia kepada wartawan, Senin kemarin (22/1).

Ia mengungkapkan, penyakit yang diderita Rambo terdapat belatung dalam ususnya yang memang sulit bisa diobati. Selain itu ada pembengkakan juga di kaki sebelah kanan. “Kami juga terus berkoordinasi dengan UPT Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB hingga melibatkan taman safari untuk pertolongan. Ini sebagai bentuk upaya kami memperhatikan Rambo,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Air Terjun Tiu Candi, Primadona Wisata Baru di Lombok Utara

Lebih jauh diungkapkan, Rambo selama sepekan terakhir hanya makan dan tidur. Rambo juga tidak dibebankan beraktivitas melayani wisatawan. Karena manajemen sudah mengetahui kondisi Rambo. Ia juga menyebutkan pihak manajemen saat ini tengah berduka karena kematian Rambo. “Jumlah satwa langka yang kita kelola di sini sebanyak 145 satwa dengan 45 jenis. Mereka kita pelihara di alam terbuka ini dengan sangat teliti. Bahkan 2 x 24 jam semua staf melayani apa yang menjadi kebutuhan satwa-satwa tersebut,” tandasnya.

Ditambahkan drh. Shintia, Rambo merupakan gajah yang paling aktif dan sedikit manja dibandingkan tiga gajah lainnya. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan eosinofil pada tubuh Rambo. Hal itu diketahui setelah dilakukan otopsi pada badan Rambo dan ditemukan binatang menyerupai belatung pada usus besarnya. “Jumlah cacing yang ditemukan di ususnya dalam jumlah banyak. Kemudian kita temukan juga di jantungnya ada lemak yang menempel dan belatung. Sejak awal dibawa dari satwa Lampung, tidak ada catatan penyakit yang di derita Rambo. Rembo sehatsehat saat dibawa. Makanya saya yang menangani Rambo sejak awal sangat prihatin,” sesalnya.

Dikatakan, sejak berada di Taman Nasional Way Kambas, satu bulan sebelum Rambo diangkut menuju Lombok saat itu memang terdapat masalah kesehatan yang dideritanya. Namun, karena tidak ada rekomendasi dari dokter hewan di Lampung yang menyarankan Rambo harus di-treatmen lebih lanjut setelah dibawa ke Lombok. Pihak manajemen juga tak melakukannya. “Pihak dokter dari satwa Lampung sendiri menyatakan Rambo sehat. Atas dasar itu makanya kita tidak lakukan treatmen. Kami tidak ada terima rekomendasi mengenai riwayat penyakitnya tersebut,” katanya.

Baca Juga :  Menuju Destinasi Wisata Halal Dunia

Pihaknya menegaskan, matinya Rambo bukan disebabkan adanya unsur kesengajaan pada proses perawatan. Ini murni kondisi Rambo yang memang sudah tidak bisa dipertahankan. Meski upaya dari manajemen sudah dilakukan maksimal. “BKSDA juga sudah mengklarifikasi atas kasus meninggalnya Rambo,” tegasnya.

Penjelasan sama juga disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDM) Provinsi NTB, Ari Subiantoro. Dia menjelaskan, kamtian Rambo dipastikan karena penyakit yang dideritanya. “Mati karena memang faktor umur dan hasil otopsi dokter hewan memang karena penyakit,” terangnya kepada Radar Lombok, Senin kemarin (22/1).

Dipaparkan, Rambo masuk konservasi berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dirjen Nomor 357/KSDAE/KKH/ KSA.2/9/2016, tanggal 30 September 2016 tentang izin perolehan satwa liar untuk lembaga konservasi kepada PT Bintang Fauna dan Flora Indonesia di Provinsi NTB. Lebih detail disampaikan, Rembo mati pada tanggal 15 januari lalu sekitar pukul 15.00 Wita. Setelah mati, telah dilakukan nekropsi atau pembedahan terhadap gajah untuk mengetahui penyebab kematiannya. Saat nekropsi, telah diambil sampel potongan jantung dan jaringan yang mengalami perubahan. “Sudah diambil juga sampel potongan hati gajah, potongan paru-paru organ limpa, dan sampel cacing yang diambil dari usus besar gajah. Sampel organ gajah Rambo itu sudah kita kirim ke laboratorium di Bogor. Ratarata panjang umur gajah di Indonesia kisaran 57 tahun,” tandasnya. (flo/zwr)

Komentar Anda