Penyaluran BPNT Berpeluang Diusut Polisi

AKP. Daniel Partogi Simagunsong (M. Gazali/Radar Lombok)

SELONG – Dugaan penyimpangan dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Lombok Timur menjadi atensi aparat penegak hukum dan berpeluang diusut oleh Polres Lotim. Kekacauan dalam penyaluran BPNT juga menjadi temuan kalangan dewan. Diantaranya terkait bantuan warga yang dipotong, kualitas bantuan yang rusak, adanya praktek monopoli oleh satu suplier dan banyak masalah lainnya.” Nanti akan kami coba dalami,” kata Kasatreskrim Polres Lotim AKP Daniel Partogi Simagunsong, Senin (2/11).

Pihaknya memang sempat ada rencana mengusut masalah BPNT ini. Namun dari informasi awal yang didapatkan, pihak kejaksaan telah lebih dulu melakukan penyelidikan. Atas dasar itu Polres memutuskan untuk mundur. Sesuai aturan, tidak mungkin satu perkara ditangani  secara bersamaan oleh dua institusi. Kalau memang benar terjadi penyimpangan lanjut dia, Dinas Sosial selaku OPD yang punya kewenangan penuh mengontrol dan mengawasi bantuan ini dipertanyakan kenapa tidak melapor. Jangan sampai ketika ada masalah seperti ini dinas terkesan melakukan pembiaran. “ Untuk itu kami juga akan coba koordinasi dengan Dinas Sosial. Termasuk juga ke masyarakat atau warga yang menerima bantuan ini merasa dirugikan. Kita sarankan sampaikan, supaya kita lakukan klarifikasi,” tandasnya.

Ketua Gumi Paer Lombok, Lalu Junaidi, menyampaikan ada dugaan pemufakatan jahat antara suplier, TKSK, agen BRI link selaku penyalur termasuk juga pendamping PKH. Berbagai masalah yang terjadi itu disebabkan karena proses pengadaan hingga penyaluran bantuan ini tidak sesuai dengan pedoman umum (Pedum) sebagai landasan utama. “Dalam Pedum itu jelas diatur bahwa agen atau BRI link  tidak boleh diatur atau diintervensi oleh siapapun. Tapi faktanya di lapangan agen ini malah dikoordinir oleh penyalur,” ungkap Junaidi.

Masalah yang paling fatal ialah ada pemaksaan pemberian bantuan ini ke Kelompok Penerima Manfaat (KPM). Para PKM terkesan dipaksa menerima bantuan itu meski tidak sesuai dengan kebutuhan. Kalau mereka tidak mau, warga atau KPM tersebut diancam akan dicoret dari daftar penerima bantuan.”Padahal  pedum telah diatur dua prinsip utama  berkaitan dengan hak hak KPM dalam menerima bantuan ini.Yaitu memberikan pilihan dan kendali kepada KPM tentang kapan, berapa, jenis, kualitas, dan harga bahan pangan yang akan diterima. Baik berupa beras, telur atau yang lain. Tempat membeli bantuan ini juga harus harus sesuai keinginan mereka tanpa harus dipaksakan untuk beli ke suplier tertentu. Dan pembelian bantuan juga tidak boleh dipaketkan di satu suplier saja,” ungkapnya.

Selanjutnya dalam Pedum itu juga diatur bahwa pengadaan BPNT ini juga supaya memberdayakan pelaku usaha kecil yang ada di bawah. Hal tersebut bertujuan untuk mendorong dan membangkitkan perekonomian masyarakat. Tapi ketentuan itu sebagian besar tidak dilaksanakan. Buktinya proses pengadaan bantuan itu malah dimonopoli oleh satu suplier. Bahkan ada juga suplier yang tidak  punya latar belakang sebagai pengusaha. “Makanya kami minta supaya sistem pengadaan dan penyaluran BPNT ini diubah. Sebaiknya jangan gunakan cara seperti sekarang. Lebih baik pengadaan dan penyalurannya dialihkan melalui Badan Usaha Milik Desa ( BUMDes). Kalau cara ini perekonomian masyarakat di desa akan bisa hidup dan manfaat yang dirasakan manfaat lebih luas,” pinta Junaidi.

Untuk memudahkan kontrol, desa alangkah baiknya pemerintah daerah memberdayakan BUMDes. Agar masalah BPNT tidak terus  menjadi sorotan di masyarakat, Junaidi meminta bupati mengambil langkah tegas.”BPNT  ini bukan proyek. Tapi ini bantuan sosial untuk masyarakat miskin. Prilaku oknum yang bermain di BPNT sudah keterlaluan. Mereka telah merampas hak masyarakat miskin dan niat baik pemerintah. Tujuan pemerintah untuk bantu warga miskin malah dipermainkan,” kesalnya.(lie)

Komentar Anda