Penurunan Angka Kemiskinan Lamban

Ervyn Kaffah (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah menetapkan anggaran pengentasan kemiskinan sebesar Rp 1,3 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2017.  Anggaran yang sangat besar tersebut kini menjadi sorotan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB. Menurut Sekretaris FITRA NTB Ervyn Kaffah, Pemprov NTB terus menambah anggaran kemiskinan. Namun realitasnya, jumlah kemiskinan masih banyak. " Ini yang harus bisa dijelaskan pemprov kepada publik, kenapa itu bisa terjadi," ujarnya kepada Radar Lombok Jumat kemarin (18/11).

Penjelasan tersebut dinilai sangat penting. Misalnya sejauh mana aspek kelayakan perencanaan dan prioritas penganggaran yang dijalankan selama beberapa tahun terakhir. Mengingat anggaran kemiskinan terus ditambah, tapi capaiannya landai-landai saja dan tidak sesuai dengan besaran anggaran yang digelontorkan.

Disampaikan, tahun 2016 ini pemprov menganggarkan Rp 804 miliar untuk menurunkan angka kemiskinan. Sementara tahun 2017 lebih besar lagi. Namun selama periode kepemimpinan

TGB-Amin, penurunan angka kemiskinan setiap tahunnya hanya sekitar 0,5 persen saja. "Penting untuk dicermati, Bappeda pasti sudah punya hasil evaluasi internal mengenai hal ini. Inilah yang semestinya bisa dijelaskan pada publik luas," katanya lagi.

Sudah seharusnya anggaran besar untuk pengentasan kemiskinan bisa dilihat nyata hasilnya. Apabila yang terjadi sebaliknya, maka kepercayaan masyarakat bisa luntur. Penjelasan dari pemprov, terkait problematika yang sebenarnya bisa sebagai bentuk akuntabilitas publik sekaligus menguatkan kepercayaan publik.

Baca Juga :  OJK Minta Perbankan dan SKPD Bersinergi

Prioritas kebijakan pembangunan dan anggaran dalam hal pengurangan angka kemiskinan, haruslah dilaksanakan secara terukur dan pada jalur track cepat yang benar. “Kan aneh juga kalau anggaran besar tapi dampaknya tidak terlihat,” ujarnya.

Secara teori terangnya, anggaran besar tidak efektif bisa saja disebabkan karena anggaran ditempatkan pada posisi atau pos-pos Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang

tidak sesuai. Dalam artian, berbagai program pengentasan kemiskinan hanya berdampak kecil untuk mencapai indikator-indikator utama kebijakan daerah seperti tercantum dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Selain itu, antara anggaran dengan hasil dipengaruhi juga oleh konsistensi perencanaan antara rumpun-rumpun SKPD belum cukup massif. Koordinasi masih lemah dalam memfokuskan diri untuk memperoleh capaian misi yang sama. “Makanya antar SKPD itu harus tingkatkan koordinasi kalau memang ingin program pengentasan kemiskinan berjalan sesuai harapan,” sarannya.

Penyebab yang cukup signifikan juga karena adanya tradisi belanja atau eksekusi anggaran di akhir tahun. Akibatnya, berbagai pelaksanaan program tidak sesuai dengan perencanaan awal. Apabila itu terjadi, maka dipastikan hasil dari program tersebut tidak akan maksimal.

Baca Juga :  HUT NTB Momentum Evaluasi Kemiskinan

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Ridwan Syah mengakui selama ini anggaran pengentasan kemiskinan cukup besar. Namun hasilnya masih belum memuaskan seperti yang ditargetkan.

Reformasi anggaran, menurut Ridwan Syah menjadi solusi untuk mengatasi semua itu. Selama ini anggaran untuk mengurangi angka kemiskinan belum dioptimalkan dengan baik. Kedepan, semua SKPD akan dilibatkan dengan aktif dalam mengentaskan kemiskinan. Berbagai indikator kemiskinan harus disikapi dengan program yang menyentuh langsung sasaran. Misalnya kemiskinan karena pendapatan yang kurang, Pemerintah harus mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Begitu juga dengan indikator kemiskinan karena rumah yang kumuh misalnya. Dalam hal ini SKPD terkait harus lebih agresif dalam menuntaskan masalah tersebut. “Kita memang kurang fokus, kedepan itu yang kita benahi makanya,” ujar Ridwan Syah.

Berdasarkan hasil evaluasi, diakui bahwa pengentasan kemiskinan lambat karena banyak program tidak tepat sasaran. Hal itu disebabkan selama ini pemprov tidak memiliki data valid tentang kemiskinan. “Setiap tahun besar anggaran untuk turunkan kemiskinan, tapi tidak banyak kemiskinan bisa kita turunkan karena sering tidak tepat sasaran. Kalau sekarang kan kita punya data kemiskinan yang valid dan by name by address, jadi pasti akan tepat sasaran,” terangnya. (zwr)

Komentar Anda