TANJUNG — Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengumumkan kebijakan terbaru terkait retribusi bagi penumpang public boat yang berangkat dari Pelabuhan Pemenang atau Bangsal Lombok Utara, menuju destinasi wisata tiga Gili, yaitu Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air (Tramena).
Penarikan retribusi ini merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 2 Tahun 2024, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dimana dalam pengumuman yang terpampang di pelabuhan, disebutkan bahwa setiap penumpang public boat dikenakan retribusi pas masuk sebesar Rp2.500 per orang. “Itu kan ada Perdanya, jadi harus kita tarik. Ini baru kita sosialisasikan,” kata Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB, Lalu Mohammad Faozal kepada Radar Lombok, kemarin.
Faozal, menyatakan bahwa penarikan retribusi ini didasarkan pada Perda yang telah disahkan. Tarif ini diberlakukan diluar harga tiket kapal yang harus dibayar kepada operator kapal. Saat ini pihaknya masih dalam tahap sosialisasi kebijakan tersebut.
Ia menambahkan bahwa sebelum implementasi penuh, Dishub masih melakukan pembenahan fasilitas di kawasan pelabuhan. “Begitu sudah siap semuanya kita mulai. Kita perlu melakukan pembenahan lebih dulu,” jelasnya.
Selain itu, pihak Dishub juga mempertimbangkan pola kerja sama yang akan digunakan untuk mengelola retribusi ini. “Ada mekanisme, ada Pergubnya. Sekarang ada Pergub, kita ikuti Pergubnya,” tambah Faozal.
Sementara Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gili Tramena, Mawardi Khairi menyampaikan bahwa kebijakan ini otomatis akan berdampak terhadap wisatawan. Mengingat ada tambahan pembayaran bagi para wisatawan di luar tiket.
Hanya saja pihaknya belum tahu pasti seberapa besar dampaknya, karena masih kebijakan ini baru tahap awal. “Secara teknis coba dikoordinasikan dengan pihak Dishub. Saya belum baca detail Pergub tersebut,” timpalnya.
Sementara itu, kebijakan baru ini menuai penolakan dari masyarakat, terutama pekerja, pelaku usaha dan warga yang sering bolak-balik ke Kawasan Tiga Gili. “Orang-orang yang hampir tiap hari bolak-balik pasti berat. Apalagi sekarang lagi low season (musim sepi tamu),” keluh Anisa, salah satu pekerja di Gili Trawangan, yang mengaku keberatan dengan adanya retribusi tersebut.
Pihaknya juga menyoroti fasilitas di pelabuhan yang dinilai belum memadai. Seperti fasilitas toilet umum dekat ruang tunggu tidak bersih dan masih berbayar. “Kalau mau ada kenaikan retribusi, fasilitasnya juga harus diperbaiki dulu,” ujarnya.
Menurutnya, pemberlakuan retribusi ini lebih baik dilakukan saat musim kunjungan wisatawan meningkat (high session), atau saat gaji karyawan di Gili sudah disesuaikan dengan UMR. “Rata-rata orang gajinya di Gili itu hanya Rp 1,5 juta sampai Rp2,2 juta. Seharusnya ada kebijakan khusus bagi pekerja yang setiap hari bolak-balik,” harapnya.
Ia juga mengusulkan agar retribusi ini hanya berlaku untuk wisatawan saja, bukan bagi pekerja atau penduduk lokal yang sering bolak-balik. Selain itu, ia menyarankan agar barang dan penumpang diangkut dengan boat yang terpisah, untuk meningkatkan kenyamanan perjalanan. “Ada baiknya juga seandainya boat barang sama penumpang dipisah,” pungkasnya. (rat)