Penjualan Saham Milik DMB Tidak Transparan

MATARAM – PT Daerah Maju Bersaing (DMB) tetap menjual 6 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang dimilikinya.

Perusahaan daerah milik Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa ini memilih menjual saham ini ke  PT Amman Mineral Internasional (AMI) kemudian diakuisisi oleh  PT Medco Energy Internasional Tbk (MEDC). Keputusan menjual saham ini kembali menuai kritik karena prosesnya yang tidak transparan. Apalagi DMB maupun Pemprov NTB tidak merealisasikan rekomendasi  DPRD NTB terlebih dahulu sebelum saham ini dijual. 

Pengamat Hukum dan Pemerintahan yang juga Ketua Pusat Study Hukum dan Analisis Kebijakan Unram  Lalu Wira Pria Suhartana  menilai penjualan saham tidak transparan dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang (UU). Penjualan saham terangnya, harus dilakukan secara transparan. Artinya masyarakat harus dapat mengetahui aset yang dimiliki oleh daerah akan dijual kepada pihak lain, baik jenis, jumlah dan nilainya. “Sekarang saya tanya, berapa harga saham kita itu dijual ? Kok kita tidak tahu, kenapa disembunyikan ? Ini perusahaan daerah atau perusahaan pribadi sebenarnya,” ujar Wira Minggu kemarin (10/7).

Dikatakan, PT DMB adalah perusahaan daerah, seharusnya seperti pada pengadaan barang dan jasa dimana semua orang dapat mengakses informasi terkait pengadaan tersebut. Bahkan, seharusnya DMB membuat pengumuman berkaitan agenda penjualan tersebut, dan menjelaskan bahwa keputusan penjualan saham telah melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dijelaskan, dalam ketentuan yang berkaitan dengan penjualan aset daerah telah ditentukan mekanismenya melalui lelang atau terbuka (beauty contest). Ketentuan itu merupakan tata cara yang harus dipatuhi ketika ada pemindahtanganan aset milik daerah. “Dalam kaitan pemindahtanganan aset daerah seperti jual beli, hibah, tukar menukar, dan penyertaan modal terdapat mekanisme yang telah ditentukan tata cara peralihannya, bukan diam-diam seperti ini,” ucap Wira.

Wira juga menyorot tindaklanjut rekomendasi DPRD NTB dalam penjualan saham. Ia melihat rekomendasi seperti nasib dividen yang belum dibayar PT DMB kepada Pemprov, audit PT DMB dan lain-lain belum dilakukan. Menurutnya, penjualan aset yang harus mendapatkan persetujuan dewan sudah menjadi kewajiban mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh DPRD. “Saya melihat ini rentan dibawa ke ranah hukum, Pak Gubernur  sebaiknya memberikan perhatian lebih pada masalah ini agar tidak ada terjadi hal-hal diluar keinginan,” tutup Wira.

Baca Juga :  Dewan Minta PT DMB Dibubarkan

Terpisah  Sekretaris Fraksi PDI-P DPRD NTB, Made Slamet kembali meminta  aparat penegak hukum  di NTB untuk turun tangan. '' Masalah saham ini, kok penegak hukum adem-ayem saja. Malah bahasanya nunggu laporan dulu, kok menunggu terus sih ? Jemput bola dong, ini sudah jelas telah terjadi pelanggaran dan ada upaya melawan hukum. Ayo kita berantas korupsi, kok kayak tidak ada penegak hukum lama-lama di NTB ini,” tegasnya.

Oleh karena itu, pria yang akrab disapa Made ini menantang aparat penegak hukum untuk menunjukkan eksistensinya dalam kasus penjualan saham. “Ayo kita sama-sama berantas korupsi makanya, penegak hukum unjuk gigi dong,” tantang Made.

Ditegaskan Made, penjualan 6 persen saham PTNNT yang dimiliki PT DMB sejak awal tidak sesuai prosedur. Persetujuan DPRD NTB pun dianggapnya cacat hukum karena tidak sesuai mekanisme. Misalnya saja mulai dari rapat persetujuan yang hanya asal-asalan. Pimpinan fraksi maupun komisi tidak pernah membahas diinternalnya, lalu secara tiba-tiba diminta persetujuan. Belum lagi persetujuan tersebut tidak pernah dibawa ke rapat paripurna, padahal dalam aturan sudah sangat jelas diwajibkan.

Hal yang membuat Made merasa teriris, hanya segelintir orang yang menyuarakan penolakan penjualan saham. Kelompok-kelompok yang selama ini kritis malah mendukung, bahkan para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun mahasiswa bungkam. “Coba tanya FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), kenapa belum juga bersuara. DMB kan perusahaan daerah tapi dibawa seperti perusahaan nenek moyangnya, kok FITRA diam saja,” herannya.

Terpisah, Direktur Utama PT DMB Andy Hadianto saat dihubungi Radar Lombok belum memberikan penjelasannya.  Sebelumnya, Andy menjelaskan,  saham 6 persen milik PT DMB itu dijual oleh PT Multi Daerah Bersaing (MDB) bersama 18 persen saham milik PT Multi Capital. PT MDB sendiri merupakan  perusahaan bentukan PT DMB dengan PT Multi Capital.  Penjualan saham ini bersamaan juga dengan  saham  Nusa Tenggara Partnership B.V (NTP) dan PT Indonesia Masbaga Investama. “Makanya AMI bisa menguasai 82,2 persen saham Newmont, karena dibeli dari 3 pemegang saham itu,” katanya.

Baca Juga :  Tidak Transparan, Penjualan Saham Dipersoalkan

Selanjutnya AMI menjual lagi 82,2 persen sahamnya ke PT Medco Energy Internasional Tbk dengan harga US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 33 triliun. Saham 82,2 persen tersebut didalamnya termasuk 24 persen saham milik PT MDB.

Diungkapkan, penandatanganan jual beli saham telah dilaksanakan pada Kamis (30/6). Kini perpindahan saham tinggal menunggu proses selanjutnya seperti persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), persetujuan BKPM, persetujuan Menkumham, persetujuan Pemda, persetujuan kreditur MDB dan keputusan para pemegang saham. “Batas waktu mengurus semua itu empat bulan sejak tandatangan perjanjian jual beli,” jelas Andy.

Disampaikan, meskipun perjanjian jual beli sudah ditandatangani, tetapi masih ada kemungkinan semua itu batal. Dalam proses pemindahan saham lanjutnya, harus juga ada kesepakatan bahwa tuntutan-tuntutan PT DMB dipenuhi. “Kalau saya selaku Dirut DMB tidak setuju, bisa batal penjualan saham ini. Makanya Medco harus dengar tuntutan kami,” katanya.

Terdapat dua tuntutan yang disampaikan Andy. Pertama, meskipun pemda tidak memiliki saham lagi tetapi harus ada jabatan komisaris yang diduduki oleh perwakilan NTB. “Wajib perwakilan kita itu ada jadi komisaris di Newmont, siapa nantinya urusan belakang,” ujarnya.

Tuntutan yang kedua, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus dijadikan mitra kerja dalam kegiatan operasional PTNNT. Apabila kedua tuntutan itu tidak diindahkan, maka Andy Hadianto bisa saja akan membatalkan proses penjualan saham tersebut.Terkait dengan nominal atau nilai saham PT MDB yang dijual, Andi mengaku tidak mengetahuinya. Ia tidak mengikuti proses penjualan saham tersebut. (zwr)

Komentar Anda