Pengusaha Tolak Kenaikan UMP NTB Tahun 2018

Ilustrasi UMP
Ilustrasi UMP

MATARAM – Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTB tahun 2018 sebesar 11,87 persen menjadi  Rp 1.825.000 per bulan tidak membuat pengusaha senang.

Kenaikan UMP ini dinilai justru memberatkan pengusaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi NTB, Ni Ketut Wolini mengaku kebijakan penetapan UMP NTB tahun 2018 sangat memberatkan pengusaha, disaat kondisi ekonomi lesu. Apalagi penetapan UMP NTB dinilai melanggar ketentuan peraturan pemerintah pusat yang mengatur kenaikan UMP di angka 8,71 persen.

“Apindo NTB menolak penetapan UMP NTB tahun 2018 yang naik mencapai 11,87 persen,” tegas Wolini Kamis kemarin (2/11).

BACA : UMP NTB 2018 Ditetapkan Sebesar Rp 1.825.000

Wolini menyebut kenaikan UMP yang cukup drastis tersebut justru akan memberatkan para pengusaha, utamanya perusahaan yang mengalami kondisi kurang bagus.  Wolini pun menyarankan kepada pengusaha yang tidak bisa menjalankan UMP NTB tahun 2018, untuk melakukan rasionalisasi karyawan alias Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Menurutnya, kebijakan PHK menjadi satu-satunya jalan. Penangguhan pelaksanaan UMP oleh pengusaha juga tidak memberi dampak bagus, karena sifatnya hanya sementara. “Melakukan PHK menjadi satu-satunya solusi bagi pelaku usaha yang tidak mampu menjalankan UMP. Karena penangguhan UMP itu tidak menolong,” tegas Wolini.

Berbeda dengan pengusaha, justru serikat pekerja mendukung kenaikan UMP ini. Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi NTB, Yustinus Habur mengaku meski tidak penetapan UMP NTB tahun 2018 belum memuaskan para pekerja, tetapi menerima kebijakan gubernur itu. “Kami menerima kebijakan gubernur  terkait UMP tahun 2018. Hanya saja pengawasan pelaksanaan UMP ini harus diperketat. Karena sangat banyak perusahaan yang membayar gaji karyawannya di bawah ketentuan UMP,’ kata Yustinus.  Yustinus mengingatkan pemerintah daerah tidak hanya sebatas menetapkan UMP, kemudian membiarkan berjalan begitu saja.  Perusahaan yang tidak menerapkan UMP tak sedikit jumlahnya. Hanya saja, para pekerja tidak berani melapor, karena takut diberhentikan. Selain itu, banyak juga pekerja tidak memiliki  asosiasi/serikat sebagai tempat mengadu terkait upah yang diterima jauh dari UMP. KArena itu, pemerintah diminta lebih pro aktif melakukan pengawasan dan  pemantauan ke perusahaan bahkan turun melakukan investigasi. Tidak seperti sekarang ini, justru hanya sebatas menunggu laporan saja dari pekerja. “Pemerintah itu harus tegas dan berani. Kalau perusahaan tidak mau membayar gaji karyawan sesuai UMP, pidanakan perusahaan itu sesuai UU yang berlaku,” tegas Yustinus.

Ia mengatakan, selama ini dalam penerapan UMP terkadang salah kaprah oleh perusahaan. Kebijakan UMP justru dijadikan acuan untuk menyamaratakan gaji karyawannya, meski sudah lama bekerja. Padahal, UMP tersebut menjadi upah minimum bagi karyawan yang baru masuk kerja satu tahun.

Hal senada juga disampaikan Ketua Serikat Pekerja Niaga Bank dan Asuransi (Niba) Provinsi NTB, H Misbah yang meminta Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB untuk lebih pro aktif melakukan pengawasan penerapan UMP di perusahaan.

“Kita inginkan pemerintah betul-betul mengawal dan mengawasi pemberlakuan UMP di perusahaan,” kata Misbah.

Pemprov NTB telah menetapkan UMP tahun 2018  sebesar Rp 1.825.000 melalui peraturan gubernur (Pergub) dan mulai berlaku per 1 Januari 2018 mendatang.  Besaran UMP ini setelah mempertimbangkan masukan dari  perwakilan pemerintah sebesar 8,71 persen, perwakilan pelaku usaha yakni Apindo NTB sebesar 8,71 persen dan   usulan dari perwakilan serikat pekerja adalah 14,01 persen.(luk)

Komentar Anda