Pengusaha Tambak Udang Dimintai Sumbangan Sukarela oleh Pemda

TAMBAK : Usaha tambak udang di Lombok Timur menjamur, namun kontribusi untuk daerah masih minim.

SELONG – Menjamurnya usaha tambak udang di Lombok Timur belum sebanding dengan kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Karena keterbatasan regulasi pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan pusat, Pemkab Lombok Timur kini mendorong potensi kontribusi melalui mekanisme sumbangan pihak ketiga yang sah.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur, H. Mukhsin, menjelaskan bahwa opsi ini didasarkan pada hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang membuka ruang penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi.

“Hasil konsultasi kami di Kemendagri, apabila ada investasi yang tidak masuk dalam pos pajak dan retribusi, bisa dimasukkan sebagai ‘lain-lain pendapatan asli daerah yang sah’ dalam bentuk sumbangan pihak ketiga,” ujar Mukhsin belum lama ini.

Untuk memperkuat dasar hukum, Pemda telah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 12 Tahun 2024 sebagai landasan penerimaan sumbangan tersebut. Namun, Mukhsin menekankan pentingnya kehati-hatian dan diskusi lintas sektor agar tidak menimbulkan persoalan hukum.

“Setiap penerimaan uang oleh daerah harus memiliki dasar hukum yang jelas, dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan,” tegasnya.

Baca Juga :  Pengendara Motor Ditemukan Tewas di Selokan

Mukhsin juga menambahkan bahwa pengaturan izin, pajak, dan retribusi tambak udang saat ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Sementara itu Ketua Asosiasi Tambak Udang Lombok Timur, Suryadi Adinata, mengatakan pihaknya belum bisa memberikan jawaban pasti terkait usulan sumbangan tersebut. Ia meminta waktu hingga September 2025 untuk membahasnya secara internal bersama seluruh anggota.

“Namanya juga sumbangan sukarela dan tidak mengikat. Tapi tentu perlu kami bahas bersama anggota asosiasi. Mohon beri kami waktu sampai bulan September,” ujarnya.

Suryadi juga mengingatkan pentingnya penggunaan istilah “sumbangan pihak ketiga” secara hati-hati, agar tidak menimbulkan implikasi hukum. Ia mengacu pada Surat Edaran Kemendagri No. 500.5.2/4386/SE yang menekankan pentingnya tata kelola pendapatan non-pajak secara akuntabel.

“Pungutan hanya dibolehkan jika sudah diatur dalam regulasi yang jelas. Tidak boleh ada pungutan atau penyebutan lain yang dipersamakan dengan itu di luar aturan,” tambahnya.

Baca Juga :  PKL Tolak Pemberlakuan Pajak Usaha Kecil

Ia juga merujuk UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, terutama Pasal 87-88, yang membatasi retribusi daerah dalam sektor kelautan dan perikanan hanya untuk jasa pelelangan ikan. Hal ini diperkuat oleh PP Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 32, yang melarang pungutan yang dapat menghambat mobilitas usaha.

Kendati demikian, Suryadi memastikan bahwa para pengusaha tambak tetap memiliki kesadaran sosial untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah.

“Kehadiran pengusaha tambak tentu juga membawa kewajiban moral. Tapi besarannya tidak bisa dipaksakan. Itu harus dilakukan secara sukarela,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dirinya selaku ketua asosiasi akan terus mendorong dukungan internal agar kontribusi sosial dari pelaku usaha tambak dapat diberikan secara transparan, bertanggung jawab, dan tetap dalam koridor hukum.

“Kita tidak mematok sumbangan dalam bentuk apapun. Tapi kami akan menggalang kebersamaan agar para pengusaha tambak juga ikut membangun daerah tempat mereka berusaha,” pungkasnya.(lie)