Pengusaha Pariwisata Minta Tes PCR Diganti dengan Swab Antigen

Pariwisata Sepi
HOTEL SEPI: Tamu menjadi sepi, karena syarat penerbangan dan menginap di hotel harus mengggunakan tes PCR.

MATARAM – Syarat untuk penerbangan dan menginap di hotel di NTB saat ini masih menggunakan tes swab PCR. Hal tersebut berdampak pada pergerakan penumpang, hingga tingkat hunian kamar anjlok. Pasalnya, persyaratan tersebut justru memberatkan orang melakukan perjalanan. Karena itu, diharapkan ada kelonggaran, yakni dengan memberlakukan syarat swab antigen saja, sehingga wisatawan dan pengunjung ke Lombok bisa meningkat.

Ketentuan untuk penerbangan di Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) Lombok menggunakan tes PCR dan harus divaksin dosis pertama berdampak pada pergerakan penumpang turun hingga 75 persen. Sedangkan di perhotelan tingkat hunian kamar hanya 10 persen. Padahal, di Bali dan Jawa untuk penerbangan saja sudah dibolehkan menggunakan swab antigen dengan syarat sudah menerima vaksin dua kali dosis.

“Syarat antigen dan sudah vaksin 2 kali itu untuk penerbangan di dalam Pulau Jawa dan Bali. Untuk yang di Lombok belum, masih pakai ketentuan sebelumnya tes PCR dan melampirkan kartu vaksin dosis pertama,” kata Communication and Legal Manager BIZAM Lombok Arif Haryanto, Rabu (11/8).

Dikatakannya, jika persyaratan untuk penerbangan dari kewajiban menggunakan tes hasil PCR diganti dengan cukup menggunakan tes swab antigen, seperti sebelumnya, pasti akan meningkatkan jumlah penumpang pesawat dan tamu hotel juga meningkat. Sekarang ini justru sejak kewajiban pakai tes PCR penumpang pesawat di BIZAM Lombok turun 75 persen. Hanya transportasi udara yang menggunakan tes PCR dan kartu vaksin, sesuai ketentuan selama PPKM level 4 di Kota Mataram.

Sekarang ini saja pergerakan penumpang sampai Agustus rata-rata 800-900 penumpang per hari untuk tiba dan berangkat. Kondisinya sama seperti di Juli sejak awal ditetapkannya PPKM.

“Kondisi sama seperti Juli karena ketentuan masih sama, penumpang paling banyak dari Jakarta,” ungkapnya.

Terpisah, General Manajer Hotel Santika Mataram Abdullah mengatakan, sejak penerapan PPKM tingkat hunian kamar hotel hanya sekitar 10 persen, karena syarat untuk tamu menginap di hotel harus menujukkan hasil rapid tes PCR. Ketentuan tersebut memberatkan bagi para tamu, karena harus mengeluarkan biaya tambahan lebih besar.

“Berlakunya tes PCR ini sampai kapan?. Karena penerbangan juga pakai PCR, sekarang di hotel juga pakai PCR. Tamu-tamu datang juga pasti mikir, karena biayanya lebih besar,” ujarnya.

Diakuinya, kondisi PPKM berdampak pada bisnis hotel. Lantaran biaya tes PCR lebih tinggi dibandingkan dengan biaya sewa kamar hotel dan juga hampir sama dengan tiket pesawat terbang. Sekarang ini ada beberapa tamu yang menginap untuk keperluan bisnis saja, sementara berlibur tidak ada sama sekali.

“Kamar yang terisi hanya sekitar 10, itu pun diisi sama tamu-tamu yang memang tugas. Untuk MICE ada, tapi lebih banyak di cancel karena PPKM,” katanya. (dev)

Komentar Anda