Pengungsi Gunung Agung Gunakan Perahu Seberangi Selat Lombok

Pengungsi Gunung Agung Gunakan Perahu Seberangi Selat Lombok
Lalu Muhidin bersama istrinya Ibu Sawinah menemani anaknya yang sedang tertidur pulas di berugak keluarganya yang ada di Dusun Pelampat Desa Meninting Kecamatan Batulayar, Minggu (1/10).

GIRI MENANG-Pengalaman pahit dialami Ibu Sawinah bersama puluhan pengungsi erupsi Gunung Agung dari Desa Ujung Desa Islam Kecamatan Karang Asem Kabupaten Karang Asem Provinsi Bali saat melintasi selat Lombok menuju pantai Meninting Desa Meninting Kecamatan Batu layar Kabupaten Lombok Barat delapan hari lalu. Pasalnya Ibu Sawinah bersama tiga orang anaknya, adik ipar dan keponakan serta tetangganya yang lain mengungsi ke Lombok bukan dengan Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Ferry melainkan perahu kayu yang di dalamnya muat 20-an orang.

Diceritakan Sawinah saat didatangi Radar Lombok, Minggu (1/10), ia menggunakan perahu kayu untuk meyeberang adalah kali pertamanya, kendatipun suami merupakan nelayan. Menggunakan perahu kayu terpaksa dilakukan karena kondisi ekonomi tidak memungkinkan menggunakan Ferry. Adapun barang-barang yang dibawa hanyalah pakaian dan barang berharga seadanya.

Baca Juga :  Bupati Lombok Barat Tegaskan tak Ada Perayaan Lebaran Topat

Desanya sendiri berada pada radius 10 KM, masuk dalam radius merah erupsi Gunung Agung. Di dekat rumah waktu itu ada pengungsian. Berada di pengungsian saat malam dan kembali saat pagi. Namun ketika pemerintah menetapkan radius berbahaya mencapai 12 KM, keluarganya pun panik. Saudara suami yang menikah ke Desa Meninting pun menghubungi suami agar mengungsi di Dusun Pelempat Desa Meninting sementara waktu. “Ombaknya besar, anak-anak banyak yang muntah. Pakaian basah semua sama air laut, kita waktu itu sangat takut,” ujarnya menceritakan ketakutannya saat menyeberangi Selat Lombok.

Baca Juga :  Jelang Pemberlakuan Larangan Mudik, Penumpang Kapal Naik 200 Persen

Lalu Muhidin suami Ibu Sawinah mengungkapkan, dia memberangkatkan istri, tiga anak, satu keponakan dan satu saudaranya menggunakan perahu, karena memang kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan menggunakan Ferry, apalagi pesawat terbang. Jadi terpaksa menggunakan perahu. Adapun Muhidin sendiri menggunakan Ferry dua hari setelahnya, karena membawa barang berharga satu-satunya yakni sepeda motor Yamaha Jupiter. Karena tidak mungkin dibawa menggunakan perahu. Adapun ongkos Ferry sekitar 129 ribu. Sementara untuk perahu yang ditumpangi keluarganya itu hanya sekadar urunan dengan tetangga yang lain untuk membeli bahan bakar saja.

Komentar Anda
1
2