Penghentian Perkara BBM Ilegal Lotim Sesuai Prosedur

Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan

MATARAM–Penghentian penyidikan terhadap perkara BBM yang diduga ilegal beberapa waktu lalu di Lombok Timur, sudah berjalan sesuai udang-undang yang berlaku.

PLH Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan mengatakan, penghentian penyidikan telah dilaksanakan melalui mekanisme Gelar Perkara dengan melibatkan unsur pengawas penyidikan.

“Penghentian perkara ini telah dilaksanakan sesuai prosedur, dengan melibatkan unsur pengawas, dalam hal ini tingkat Polda NTB sebagaimana yang diatur dalam Perkap 6 tahun 2019 tentang manajemen penyidikan tindak pidana,” jelas Lalu Iwan, Kamis (2/3/2023).

“Dengan berpedoman pada azas kepastian hukum maka proses penyidikan tidak dapat dilanjutkan dengan argumentasi yuridis. Dalam hal ini penyidik mengirimkan berkas perkara kepada JPU sudah sebanyak 4 tahap,” jelas Lalu Iwan.

“Namun akhirnya JPU menolak dengan alasan bahwa berkas perkara belum lengkap,” tambahnya.

Dijelaskan, merujuk peraturan bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Ham RI, Jaksa Agung RI, Kapolri Nomor : 099/KMA/SKB/V/2010, Nomor : M.HH-35.UM.03.01 Tahun 2010, Nomor : KEP-059/A/JA/05/2010, Nomor : B/14/V/2010, tentang Singkronisas Ketatalaksanaan Sistem Peradilan Pidana dalam Mewujudkan Penegakkan Hukum yang Berkeadilan.

Baca Juga :  Reskrimum Polda NTB Bagikan Ratusan Paket Sembako ke Nelayan Mataram

“Pada lampiran Nomor 8 kolom penindakan poin nomor 2 menyatakan bahwa, apabila berkas perkara sudah 3 kali diajukan oleh pihak penyidik dan dikembalikan oleh JPU, maka perkara dinyatakan tidak layak atau tidak dapat dilanjutkan,” kata Lalu Iwan.

Berikutnya, proses penyidikan yang telah dilaksanakan dari bulan September 2022 sampai dengan bulan Februari 2023, pihak perusahaan tersangka telah mengeluarkan biaya besar setiap bulannya guna membayar sewa kapal.

Hal tersebut, kata Lalu Iwan, tentunya tidak sejalan dengan putusan MK RI Nomor 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 dan UU No 28 thn 2009 yang memuat tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Bahwa yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan efektif serta efisien, kemudian yang dimaksud dengan “Biaya Ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat

Terjadinya prosedur yang berbelit- belit sehingga mengakibatkan suatu perkara tersebut menjadi tidak berjalan dengan sederhana.

Baca Juga :  Jelang Hari Bhayangkara ke-77, Polda NTB Gelar Doa Bersama Tokoh Lintas Agama

Sederhana juga dapat dimaknai sebagai suatu proses yang tidak rumit, jelas lugas, non interpretable, mudah dipahami, mudah dilakukan, mudah diterapkan, sistematis, konkrit baik dalam sudut pandang pencari keadilan maupun dalam sudut pandang penegak hukum yang mempunyai tingkat kualifikasi yang sangat beragam, baik dalam bidang potensi pendidikan yang dimiliki, kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

Asas sederhana, cepat dan biaya ringan merupakan asas pengadilan yang jika benar-benar diterapkan maka akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang mencari keadilan. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

“Berdasarkan poin a, dan b tersebut di atas, guna memberikan kepastian hukum terhadap penanganan perkara ini maka penyidik menghentikan penyidikan, dengan alasan bahwa tidak terdapat cukup bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 109 Ayat (2) KUHAP,” pungkasnya. (rl)

Komentar Anda