Pengerjaan Bypass Lembar-Kayangan Mundur

Wedha Magma Ardhi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pembangunan jalan bypass Lembar-Kayangan belum jelas realisasinya.

Meski proyek itu merupakan janji Presiden Joko Widodo namun tidak serta-merta menjadi perhatian utama jajarannya di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Balai Jalan Nasional (BJN). “Mundur dikerjakan, FS  (feasibility study) malah kemarin kita disuruh buat,” ungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB, Wedha Magma Ardhi kepada Radar Lombok Senin kemarin (10/10).

 Dikatakan, FS yang dikerjakan oleh  BJN   sampai saat ini belum juga  rampung. Padahal pengerjaan FS sudah dilakukan  sejak pertengahan tahun lalu. Akibatnya, pembuatan Detail Enginering Design (DED) juga terhambat. FS dan DED yang belum tuntas berdampak pula pada kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemprov  NTB. Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang seharusnya bisa dilakukan tahun ini terpaksa diundur juga. “Bagaimana kita bisa buat AMDAL kalau FS dan DED-nya belum jadi,” ujar Ardhi.

Menurut Ardhi, FS belum rampung karena memang tidak ada dana untuk membuatnya. Pemangkasan anggaran kementerian/lembaga beberapa waktu lalu membuat proyek jalan bypass Lembar menjadi salah satu korban. Akibat pemerintah pusat menunda menyusunan FS dan DED, Pemprov juga belum bisa memproyeksikan  biaya yang harus dikeluarkan. Baik itu untuk penyusunan AMDAL maupun besaran biaya pembebasan  lahan. “Mereka minta malah kita yang buat FS, ya  jelas saya keras tidak mau. Saya minta kita kembali seperti kesepakatan awal,” katanya.

Baca Juga :  Bypass Lembar-Kayangan Melalui Jalur Utara

Pihak BJN beberapa waktu lalu telah menyerahkan rencana FS yang disusunnya. Dalam FS yang disusun, pada awalnya terdapat dua opsi untuk membangun jalan bypass Lembar-Kayangan. Jalan dibangun dari Lembar menyusuri wilayah selatan sampai tembus ke Kayangan Lombok Timur. Sedangkan opsi yang kedua jalan dibangun melalui wilayah utara.

Ardhi meminta FS direvisi agar pembangunan nantinya bisa berjalan cepat dan efisien. Hal itulah yang mendasari akhirnya disepakati pembangunan jalan dilakukan melintasi wilayah utara Pulau Lombok. "Saat ini FS masih belum final makanya, terkendala anggaran juga," ujarnya.

Dijelaskan Ardhi, apabila bypass dibangun menelusuri wilayah selatan, maka akan lebih banyak biaya pembebasan lahan yang dibutuhkan. Mengingat di wilayah selatan banyak sawah-sawah masyarakat yang akan terkena proyek. Hal itulah yang menjadi pertimbangan diambil jalan di wilayah uatara. Namun resikonya harus  dilakukan survei terlebih dahulu melalui udara atau yang disebut Light Detection and Ragning  (Lidar). Lidar merupakan sebuah tekhnologi peraba jarak jauh optik yang mengukur properti cahaya yang tersebar untuk menemukan informasi lain dari target yang jauh.

Meskipun begitu, Ardhi tetap optimis pemerintah akan tetap membangun  bypass ini. Apalagi berdasarkan informasi yang diketahuinya, anggaran untuk bypass sudah masuk dalam RAPBN 2017. “Kita tetap yakin kok, tunggu saja,” katanya.

Baca Juga :  Sampah di Pinggir Bypass BIL Ganggu Pengguna Jalan

Untuk diketahui, panjang   bypass dari Lembar-Kayangan mencapai 103 kilometer. Adanya   bypass dinilai sangat penting karena memperhitungkan tingkat kejenuhan arus dari Lembar-Kayangan dan juga sebaliknya. Selain itu aspek yang menjadi pertimbangan juga karena jarak tempuh yang cukup lama. Akibatnya biaya yang dibutuhkan untuk perjalanan tersebut menjadi lebih tinggi. “Untuk angkutan barang dan juga biayanya tinggi karena waktu tempuh semakin lama akibat arus yang padat,” terang Ardhi.

Hal yang paling penting ucapnya, Pulau Lombok saat ini menjadi wilayah yang sangat strategis karena menjadi jalur logistik nasional. Terutama untuk wilayah Jawa, Bali dan NTB. Untuk dana pembangunan fisik bypass Lembar-Kayangan diharapkan bisa dianggarkan melalui APBN 2017. Total biaya secara keseluruhan proyek ini bisa mencapai Rp 5 triliun.

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PDI-P yang duduk di komisi IV bidang infrastruktur Ruslan Turmuzi, mengingatkan pemprov  untuk aktif mengawal janji presiden tersebut. Jangan sampai nasibnya sama dengan janji Rp 1,8 triliun untuk Mandalika Resort yang tak kunjung direlisasikan.

Dinas PU terutama pimpinan daerah harus selalu mengingatkan Jokowi atas janjinya. Peran anggota DPR/DPD RI Dapil NTB juga sangat dibutuhkan. “Ini yang harus kita sadari, jangan sampai nasibnya seperti Mandalika Resort,” ucap Ruslan. (zwr)

Komentar Anda