Pengembangan Industri Pengolahan Agromaritim di NTB

Lalu Niqman Zahir

PROVINSI NTB terdiri atas dua pulau besar, yaitu Lombok dan Sumbawa, serta dikelilingi oleh 280 pulau-pulau kecil. Batas-batas wilayah NTB sebelah Utara adalah Laut Jawa dan Laut Flores, sebelah Timur adalah Selat Sape, sedangkan sebelah Selatan adalah Samudera Indonesia, dan sebelah Barat adalah Selat Lombok atau Provinsi Bali.

NTB memiliki luas wilayah daratan adalah 20.153,15 kmĀ², sedangkan luas wilayah perairannya adalah 29.159,04 kmĀ² dengan panjang garis pantai 2.333 km.

Dengan potensi daratan dan lautan seperti itu, tentunya NTB memiliki potensi agromaritim yang besar. Agromaritim adalah pertanian dalam arti luas yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Selama ini, masyarakat NTB belum mengolah agromaritim, sehingga masyarakat belum dapat menikmati nilai tambah. Akibatnya agromaritim belum memberikan dampak yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.

Tulisan ini menggagas pengembangan industri pengolahan agromaritim agar sektor ini dapat berdampak optimal bagi kesejahteraan masyarakat NTB. Industrialisasi agromaritim ini juga sejalan dengan Asta Cita ke-5, yaitu Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Industrialisasi akan meningkatkan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan ujungnya adalah penurunan penduduk miskin.

Potensi Agromaritim

BPS Provinsi NTB memperkirakan potensi Agromaritim NTB pada tahun 2024 mencapai sekitar 280,03 ribu hektare dengan produksi padi diperkirakan mencapai 1,45 juta ton Gabah Kering Giling. Sedangkan luas panen jagung pada 2024 diperkirakan mencapai 173,19 ribu hektare, dengan produksi jagung kering diperkirakan sebesar 1,15 juta ton.

Luas tanaman perkebunan untuk kelapa 57,9 ribu hektare dengan produksi 50,2 ribu ton, Ā kopi 13,9 ribu hektare dengan produkdi 6,5 ribu hektare, kakao 77 ribu hektare dengan produksi 2,6 ribu ton, jambu mete 39,4 ribu hektare dengan produksi 11,4 ribu ton dan tembakau 34,4 ribu hektare dengan produksi 55,7 ribu ton.

Baca Juga :  Kita Semua Ingin Palestina Merdeka, tapi Justru Melakukan Hal Bisa yang Menghambatnya

Produksi ternak juga beragam, mulai dari ruminansia besar sampai unggas. Pada tahun 2023 produksi daging sapi mencapai 10 083,17 ton, daging kerbau 721,26 ton, daging kuda 49,18 ton, daging kambing 360,21 ton, daging domba 1,18 ton, dan babi 99, 22 ton.

Produksi daging ayam kampung sebesar 12.597,69 ton, daging ayam petelur 4.387,47 ton, daging ayam pedaging 43.138,18 ton, daging itik 686,24 ton. Sedangkan produksi telur ayam kampung 3.095,53 ton, telur ayam petelur 54.716,50 ton, telur itik 5.846 48 ton, dan susu sapi sebesar 9,81 ton.

Perikanan budidaya baik air tawar, payau maupun air laut beragam dari ikan sampai rumput laut. Nilai produksinya mencapai 17,56 milyar rupiah. Sedangkan nilai produksi perikanan tangkap mencapai 80,85 milyar rupiah.

Klaster Industri Pengolahan Agromaritim

Produksi agromaritim yang besar yang selama ini hanya dijual dalam bentuk bahan mentah, perlu diolah lebih lanjut menjadi barang jadi yang bernilai tambah besar. Namun pengolahan agromaritim memerlukan skala ekonomi tertentu dan terus menerus. Maka untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan dalam suatu klaster industri pengolahan berbasis agromaritim.

Klaster adalah satu unit geografi (dapat terdiri beberspa desa atau kecamatan yang salingĀ  terkait secara fungsional) yang mengembangkan produk unggulan (dalam kasus ini adalah agromaritim) dari mulai hulu sampai hilir, dan terkait dengsn produk unggulan lainnya seperti pariwisata dan industri kreatif, yang melibatkan stakeholders pelaku usaha, pemerintah, lembaga pendidikan/perguruan tinggi, dan mitra pembangunan.

Apalagi NTB memiliki banyak destinasi wisata yang beragam, dari puncak gunung sampai pantai, dan tingkat kreativitas masyarakatnya cukup tinggi. Dengan pengembangan produksi unggulan dari hulu sampai hilir dan terkait dengan produk unggulan lainnya, maka nilai tambah semakin besar, apalagi para pelaku usaha yang dilibatkan sebagian besar adalah UMKM. Sehingga dampak bagi kesejahteraan masyarakat makin signifikan.

Klaster industri pengolahan agromaritim ini layaknya seperti klaster industri (Kawasan Industri) lainnya. Klaster ini ada manajemennya. Perbedaannya pada klaster industri yang mengelola adalah perusahaan, sedangkan pengelola klaster industri pengolahan agromaritim adalah pengelola yang terdiri dari para pelaku UMKM. Pengelola klaster industri pengelolaan dalam menjalankan usahanya dapat membentuk koperasi atau perseroan terbatas.

Baca Juga :  Mirisnya Kontestasi Politik Indonesia yang Diwarnai Politik Uang

Menurut Michael Porter pakar daya saing, bahwa pengembangan klaster merupakan suatu keniscayaan apabila ingin meningkatkan daya saing wilayah maupun daya saing produk barang dan jasa yang diproduksi oleh wilayah tersebut. Daya saing tersebut akan semakin meningkat apabila berjejaring/berkolaborasi dengan klaster lainnya.

Pengembangan industri pengolahan agromaritim di NTB yang sesuai dengan potensinya adalah industri makanan minuman yang dibalut dengan kreativitas buatan UMKM. Apalagi NTB memiliki produk alam yang ikonik seperti susu kuda liar dan madu Sumbawa serta produk lainnya seperti kopi, kacang mete, dan lain-lainnya.

Peningkatan SDM, Kreativitas dan Inovasi

Pengembangan industri pengolahan berbasis agromaritim yang diintegrasikan dengan industri kreatif dan pariwisata memerlukan SDM dengan kompetensi tertentu dengan jumlah yang memadai, dari hulu sampai hilir.

Sebagai contoh untuk pengembangan kopi, diperlukan petani yang memiliki pengetahuan budidaya kopi, pengolah pasca panen sampai baristanya. Apalagi kalau beberapa produk dikombinasikan seperti kopi, susu kuda liar/sapi dan madu. Tentu diperlukan orang-orang yang memiliki kreativitas dan pengetahuan tentang hal tersebut.

Selain peningkatan SDM dan kreativitas, juga diperlukan inovasi. Inovasi ini dihasilkan dari kolaborasi antara lembaga penelitian/perguruan tinggi, pelaku usaha dan pemerintah. Inovasi ini akan meningkatkan produktivitas, yang lebih lanjut meningkatkan daya saing. Daya saing yang tinggi baik wilayah maupun produk barang dan jasa, akan menarik investasi lagi. Dengan peningkatan investasi maka akan meningkatkan pengganda pendapatan (multiplier effects) baik tenaga kerja maupun pendapatan. Sehingga tingkat pendapatan masyarakat meningkat dan daerah semakin maju. (*)