
GIRI MENANG – Setelah diperlihatkan aturan resmi terkait pemanfaatan sempadan pantai, PT Bumi Sejahtera akhirnya mencapai kesepakatan damai dengan para nelayan di Dusun Montong Buwuh Desa Meninting Kecamatan Batulayar, Jumat (20/6). Dalam kesepakatan itu, nelayan diizinkan menambatkan perahu mereka di area sempadan pantai yang selama ini menjadi polemik.
Hearing lanjutan yang digelar di DPRD Lombok Barat ini mempertemukan PT Bumi Sejahtera dengan masyarakat nelayan, difasilitasi langsung oleh gabungan Komisi DPRD dan Pemkab Lombok Barat. Kesepakatan damai tersebut diharapkan menjadi solusi permanen agar aktivitas nelayan tetap berjalan tanpa konflik kepentingan di kawasan pantai.
Kedua belah pihak sepakat memberi ruang bagi nelayan untuk menambatkan perahu di sempadan pantai yang masuk dalam penguasaan pengembang. Kesimpulan ini tertuang dalam hasil rapat yang difasilitasi DPRD Lobar.
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Lobar H. Abubakar Abdullah. Dalam rapat tersebut, Dinas PUTR memaparkan dasar hukum penggunaan sempadan pantai, di antaranya Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Penetapan Izin Mendirikan Bangunan di Sempadan Pantai, Jalan, Sungai, dan Irigasi. Selain itu juga dijelaskan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Nomor 1 Tahun 2014, serta Perda RTRW Nomor 11 Tahun 2011.
Disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 4 Perbup tersebut bahwa pemanfaatan ruang di kawasan sempadan pantai dapat digunakan untuk tambatan perahu dari kayu. Pemaparan ini kemudian dilanjutkan oleh OPD lainnya secara bergiliran.
Suasana rapat berlangsung kondusif dan tertib hingga berujung pada momen haru saat perwakilan nelayan dan pihak pengembang saling memaafkan dan berpelukan, sebagai tanda damai.
Wakil Ketua DPRD H. Abubakar Abdullah menegaskan bahwa DPRD hadir sebagai jembatan silaturahmi antara warga dan pengembang. Ia menekankan bahwa kesepakatan yang diambil harus mengacu pada aturan yang telah ditetapkan.
“Kami mengapresiasi kehadiran warga dan pengembang yang sudah menunjukkan sikap terbuka dan mau berdamai. Intinya, nelayan boleh parkir perahu di sempadan pantai sesuai aturan,” tegas Abubakar.
Ia menjelaskan bahwa pengelolaan sempadan pantai adalah kewenangan Pemkab Lombok Barat, sesuai dengan ketentuan undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan daerah dan Perbup.
“Aturan memberi ruang bagi masyarakat nelayan untuk menempatkan tambatan perahu. Tinggal bagaimana teknis pengaturannya nanti, itu akan diatur sebaik mungkin,” ujarnya.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa pengaturan tersebut harus tetap memperhatikan nilai-nilai kawasan pariwisata—yakni bersih, tertata rapi, dan ramah pengunjung.
Sementara itu, Humas PT Lagonbay, Lalu Marzoan, menyatakan apresiasi atas mediasi yang difasilitasi DPRD. Ia menegaskan bahwa sejak awal pihaknya tidak pernah melarang nelayan menambatkan perahu, hanya saja perlu pengaturan agar tidak mengganggu aktivitas investasi.
“Pemanfaatan sempadan pantai harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perahu nelayan tetap boleh ditambatkan, tapi perlu ditata, dan nanti Pak Camat yang akan mengatur teknisnya,” tandasnya.
Dengan berakhirnya konflik ini, DPRD dan semua pihak berharap agar koordinasi dan komunikasi terus dijaga demi menjaga harmoni antara aktivitas ekonomi dan tradisi masyarakat pesisir.(adi)