MATARAM — Sekretaris Komisi III DPRD NTB Bidang Keuangan, Perbankan dan BUMD, Raden Nuna Abriadi mengatakan pengangkatan komisaris non independent tidak memiliki urgensi yang jelas. Dia menyoroti potensi konflik kepentingan yang dapat muncul jika pejabat ASN Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMD.
“Pengangkatan ini memang tidak melanggar aturan, tetapi dari aspek kebutuhan, hal ini belum mendesak. Biarkan gubernur terpilih yang nanti menentukan siapa yang layak untuk posisi tersebut,” katanya, Rabu (19/2) lalu.
Diketahui, komposisi komisaris non-independen yang diangkat Pj Gubernur Hassanudin, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi, sebagai Komisaris Non-Independen PT Bank NTB Syariah, Asisten II Setda Provinsi NTB, Fathul Gani, sebagai Komisaris Non-Independen PT BPR NTB, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB, Wirajaya Kusuma, sebagai Komisaris Non-Independen PT Jamkrida NTB Syariah, serta Pejabat Fungsional Madya BUMD/BLUD pada Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB, Ahaddi Bohari, sebagai Komisaris Non-Independen PT GNE.
Komposisi ini terungkap melalui surat dengan nomor 700/1695.6-XI/Set.Ev-INSP/2024, yang ditandatangani langsung oleh Pj Gubernur NTB, Hassanudin, pada 30 November 2024.
Surat tersebut menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemendagri Nomor 700.1.2.1/152/IJ tanggal 1 Juli 2024, mengenai Laporan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Provinsi NTB tahun anggaran 2024.
Menurut Raden Nuna, jika merujuk aturan, sejauh ini, pengangkatannya memang tidak bermasalah. Hanya saja, dari aspek kebutuhan, justru pengisiannya belum memenuhi aspek kebutuhan. “Saya termasuk yang tidak setuju jika pejabat ASN menjadi Komisaris di BUMD.
Yang kita khawatir, nanti ada konflik kepentingan didalamnya,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD NTB Sembirang Ahmadi mengungkapkan bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 Pasal 36, terkait pengangkatan dewan komisaris di BUMD, sudah dengan jelas menyebutkan bahwa pengangkatan dapat dilakukan apabila ada kebutuhan yang mendesak untuk mengisinya.
“Saya kira kata, anggota dewan komisaris dapat terdiri dari unsur pejabat ASN, dalam PP 54 pasal 36 itu maksudnya apabila dirasa mendesak, bukan soal aji mumpung,” katanya.
Dia juga menyoroti waktu pengangkatan empat pejabat ASN tersebut. Karena saat ini pemerintah daerah sedang dalam masa transisi.
Menurut Sembirang, seharusnya jika ada rekomendasi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Irjen Kemendagri) untuk menempatkan pejabat aktif di posisi komisaris non-independen, harusnya dilakukan jauh-jauh hari.
Kalau sekarang ditempatkan kesannya tidak baik. Yang dikhawatirkan, jika nanti Gubernur terpilih tidak menghendaki. “Jangan mencuri kesempatan di sisa waktu yang ada ini,” ucapnya.
Dia menegaskan, biarlah pengangkatan dan pengisian komisaris BUMD menjadi ranah Gubernur terpilih. Tentu, Gubernur terpilih sudah punya figur terbaik untuk mengisinya.
Pihaknya akan memanggil Biro Perekonomian Setda NTB terkait kisruh pengangkatan 4 komisaris BUMD dari pejabat ASN itu.
“Sudah kita jadwalkan gelar rapat dengan Biro Perekonomian. Intinya, kita ingin clearkan semua masalah BUMD Pemprov, termasuk soal PT GNE yang asetnya akan disita oleh Bank,” tandasnya. (yan)