MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menyerahkan rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2024. Penyerahan KUA PPAS itu dilakukan dalam sidang paripurna yang dilaksanakan di ruang rapat utama gedung DPRD NTB, Selasa (14/11) lalu.
Ketua DPRD NTB, Hj. Baiq Isvie Rupaedah sempat menyayangkan molornya Pemprov dalam menyerahkan KUA PPAS. Padahal pihak Dewan sudah dua kali melayangkan surat resmi ke Pemprov NTB, supaya draf KUA PPAS segera diserahkan ke DPRD.
Namun belakangan terkuak bahwa alasan keterlambatan Pemprov NTB menyerahkan KUA PPAS 2024, lantaran pihak Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB meminta penambahan anggaran untuk pokok-pokok pikiran (Pokir) Dewan kepada pemerintah.
“Itu kan harapannya nanti akan diselesaikan, (karena) ada mekanismenya,” ungkap Penjabat (Pj) Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi saat ditemui di Mataram, kemarin.
Pj Gubernur mengatakan dokumen KUA PPAS senilai Rp 5,7 triliun yang sudah diajukan Pemprov NTB belum disepakati. Saat ini masih proses pembahasan bersama tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) dan Banggar.
“Masih berproses, nanti akan ada penandatanganan kesepakatan. Kalau sudah penandatanganan, kita lihat apakah DPRD setuju atau tidak (Rancangan KUA PPAS, red),” ujar Miq Gita, sapaan akrab Pj Gubernur NTB.
Terhadap permintaan dana Pokir Dewan yang mencapai Rp 400 milliar pada APBD 2024. Pj Gubernur NTB mengaku belum tahu persis berapa detail angka yang diajukan Dewan kepada Eksekutif. Namun demikian, diakui Miq Gita, pihaknya tetap berkoordinasi dengan TAPD perihal rancangan KUA PPAS tersebut.
“Saya belum lihat detail angkanya. Karena yang tahu itu kan TAPD sama Banggar. Waktu saya jadi Sekda hapal angka-angka itu,” tuturnya.
Pemprov NTB sendiri tampaknya pesimis, jika perusahaan PT AMNT bakal menyetorkan dana bagi hasil sebesar Rp 278 miliar ke Pemprov untuk dimasukkan ke dalam APBD 2024 untuk dibahas. “Sudah ada opsi satu, dua dan tiga. Ketika terbayar disini dan tidak terbayar disitu. Itu skenario yang sekarang kita saling meyakinkan,” ujarnya.
Berikut ketika disinggung apakah pemanfaatan aset di Gili Trawangan masuk dalam proyeksi pendapatan daerah di tahun 2024. Pj Gubernur mengatakan masih melakukan analisa dan penyesuaian-penyesuaian dalam pemanfaatan ikon pariwisata di Kabupaten Lombok Utara tersebut.
“Kita menyesuaikan logika-logika dan analisa kita. Gili Trawangan kan masih ada masalah hukum, dan kita tahu masalah hukum itu tidak cepat selesai,” ucapnya.
Terpisah, Pj Sekda NTB, Fathurrahman tidak membantah adanya keinginan pihak Dewan untuk menambah anggaran Pokir sebesar Rp 400 miliar. Menurutnya, pola-pola seperti itu merupakan bagian dari mekanisme pembahasan antara Banggar dengan TAPD dalam penyusunan APBD 2024.
“Tentu nanti ada titik temu. Nanti ada pembahasan, dan tarik ulurnya. Kemudian titik temunya dimana, tentu itu yang menjadi atensi kita bersama, baik Eksekutif maupun Legislatif kaitannya dengan sehatnya APBD 2024,” jelasnya.
Pihaknya berharap dengan sehatnya APBD NTB tahun 2024, maka tidak ada lagi beban utang yang ditanggung pemerintah pada tahun 2025. “Sehingga Gubernur dan Wakil Gubernur NTB terpilih nanti itu tidak tersandra lagi dengan utang,” ucapnya.
Adapun APBD Tahun 2024 yang diajukan Pemprov dalam KUA PPAS mencapai Rp 5,7 triliun. Dalam KUA PPAS itu tertuang mengenai pembiayaan-pembiayaan untuk sejumlah program yang menjadi atensi Pemerintah Pusat, misalnya anggaran untuk mengawal terlaksananya Pemilu dan Pilkada 2024 dapat berjalan sukses di tahun politik.
Pembahasan rancangan APBD NTB 2024 antara Tim Alokasi Penganggaran Daerah (TAPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi NTB, kini masih berlangsung alot.
Alotnya pembahasan itu karena ada permintaan dari Legislatif untuk penambahan dana pokok pikiran (Pokir) yang mencapai Rp 400 miliar. Artinya, masing-masing anggota DPRD NTB mendapat tambahan dana Pokir sebesar Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar.
Alasan permintaan tambahan Pokir, karena 2024 adalah tahun politik. Sehingga para anggota DPRD NTB membutuhkan dana Pokir yang lebih besar untuk memenuhi permintaan para konstituennya.
Terkait itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB, Nauvar Furqoni Farinduan ketika dikonfirmasi soal permintaan tambahan dana Pokir tersebut, menepis dengan halus. Pihaknya menyatakan sejauh ini tidak ada permintaan dari Legislatif terkait adanya penambahan dana Pokir sebesar Rp 400 miliar.
Pasalnya, sejauh ini dalam pembahasan KUA PPAS rancangan APBD 2024, Banggar DPRD NTB dan Eksekutif baru membahas terkait asumsi pendapatan, dan belum membahas terkait asumsi biaya. “Kita masih membahas asumsi pendapatan, dan belum biaya,” kata politisi Partai Gerindra NTB ini kepada Radar Lombok, kemarin.
Diungkapkan, dalam rancangan KUA PPAS 2024 yang disampaikan TAPD Pemprov NTB, pendapatan diproyeksikan sebesar Rp 5,7 triliun. Namun dari pembahasan yang dilakukan, ada proyeksi penambahan pendapatan jadi Rp 6,1 triliun.
Proyeksi penambahan pendapatan itu berasal dari setoran Dana Bagi Hasil (DBH) keuntungan bersih dari PT AMNT sebesar Rp 278 miliar. Juga ada penambahan dari retribusi sebesar Rp 50 miliar, serta ada potensi penambahan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 300 miliar. “Sehingga kita proyeksikan ada peningkatan pendapatan berkisar Rp 6,0 persen,” jelas Farin.
Menurutnya, sejauh ini pihaknya belum membahas terkait asumsi dari biaya. Apalagi dalam APBD 2024 ada tambahan biaya yang harus dialokasikan untuk kontestasi di Pilkada NTB sebesar Rp 174 miliar. “Ada biaya Pilkada NTB yang cukup besar,” terang Farin.
Diungkapkan, dengan ketersediaan waktu pembahasan yang mepet, maka pihaknya melakukan pembahasan dengan TAPD secara maraton. Dimana sesuai deadline waktu pembahasan harus sudah tuntas pada akhir November ini.
Disampaikan, ada tiga hal yang menjadi fokus dalam pembahasan rancangan APBD 2024, yakni pertama; pemenuhan kewajiban pembayaran utang ke pihak ke tiga agar tidak berlarut dan semakin membesar biayanya.
Berikutnya ke dua, pembahasan kewajiban untuk membiayai Pemilu. Karena kewajiban Pemprov NTB adalah membiayai penyelenggaran kontestasi di Pilkada NTB 2024. Dan ke tiga, memastikan pembahasan RAPBD ini dalam rentang yang proporsional, termasuk kinerja pendapatan harus diteliti dengan cermat agar pendapatan dan proyeksi ini bisa sesuai. “Dan ini sedang berproses pembahasannya,” tandasnya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB lainnya, Muzihir juga menepis soal permintaan tambahan dana Pokir tersebut. Meski dia tidak menampik memang ada permintaan tambahan Pokir dari Legislatif. Namun menurutnya permintan penambahan Pokir itu masih dinilai ideal. “Permintaan kita masih ideal kok (tambahan Pokir Dewan, red),” singkatnya. (rat/yan)