Pengadilan Tipikor Mataram Mulai Ramai Kasus Kades

Fathur Rauzi
Fathur Rauzi (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram mulai diramaikan dengan kasus para kepala desa (Kades) yang selama ini mengelola dana desa (DD). Baru-baru ini ada dua kepala desa yang dilimpahkan Kejaksaan Negeri Mataram untuk diadili.

Pertama yaitu Kepala Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, Ahmad Muttakin. Ia tersandung kasus pemotongan dana bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa untuk penanganan Covid-19.

Dari dana desa  sebesar 1.927.171.00 yang dikelola Desa Bukit Tinggi sebesar 30% atau sekitar Rp 352.800.000 dialokasikan untuk BLT. Adapun penerima dana BLT Tersebut berasal dari empat dusun yaitu Dusun Tunjang Polak sebanyak 43 kepala keluarga, Dusun Murpadang sebanyak 40 kepala keluarga, Dusun Batu Kemalik sebanyak 62 kepala keluarga, dan Dusun Bukit Tinggi sebanyak 50 kepala keluarga.

Sesuai ketentuan yang ada dana yang diperuntukkan kepada satu kepala keluarga yaitu Rp 600.000. Hanya saja pada saat pencairan dana, para penerima dana BLT diminta menyerahkan kembali uang  sebesar Rp 150.000 per setiap kali pencairan.

Dalam hal ini Kades  meminta semua kepala dusun untuk mengumpulkannya. Dari dua kali pencairan kemudian terkumpullah  dana sebesar Rp 53, 550.000. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada kades hanya saja tidak menggunakan kwitansi dan itu disimpan oleh kades.

Pemotongan dana BLT dengan dalih untuk dibagikan kepada warga yang belum mendapatkan hanyalah dilinai hanya sebagai  dalih belaka karena data siapa saja yang akan menerima dana tersebut belum ada. “Saat ini proses persidangannya sudah pada tahap pemeriksaan saksi-saksi,”kata Juru bicara Pengadilan Tipikor Mataram, Fathur Rauzi,. Senin (28/9).

Kemudian yang kedua adalah mantan kepala Desa Kuripan, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, Mastur. Dia diseret ke pengadilan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 667 Jutaan.

Perbuatan melawan hukum terdakwa Mastur dilakukannya berawal saat Desa Kuripan mengelola dana desa (DD) dan anggarana dana desa (ADD) tahun anggaran 2016 sebesar Rp. 1.237.208.000. Dana tersebut  digunakan untuk  biaya operasional pemerintah desa, dan biaya   proyek  fisik  seperti rabat jalan, pembauatan talud, lainnya.

Hanya saja dalam perjalanannya, terdakwa pencairan dana terdakwa tidak melakukan pencairan melalui mekanisme permintaan pembayaran (SPP).

Pencairan  melalui mekanisme permintaan pembayaran (SPP) yang diajukan oleh tim pelaksana kegiatan. Hanya saja fakta yang terjadi pencairan dana dilakukan  atas permintaan tersangka kepada bendahara desa kuripan.Akibatnya pencairan dananya tidak sesuai dengan kegiatan yang direncanakan APBDES desa Kuripan.

Akibatnya dalam membuat laporan pertanggung jawaban banyak hal yang dimanipulasi. Terdakwa memalsukan bukti nota serta cap stempel toko dan. UD. “Perkara ini juga sama dengan Kades Bukit Tinggi baru masuk pemeriksaan saksi-saksi,”beber Fathur Rauzi. (der)

Komentar Anda